haris del hakim
Kitab Cinta
di Zaman Selingkuh
Daftar
Isi
Kata
Pengantar
Pembukaan
Kekuatan
Pecinta
Asal-Usul Keberadaan Manusia
Satu Episode Dunia
Arus
Cinta di Zaman Khianat
Kenangan
Terindah
Perang Melawan Ketidaksetiaan
Cinta
dan Kebebasan
Belajar dengan Cinta
Perjalanan Cinta Mencari Tuhan
Perumpamaan-Perumpamaan
Cinta
Berhati-hati
dalam Cinta
Doa
Penutup
Pembukaan
Dengan
menyebut Asma-Mu yang Mahakasih dan Mahasayang.
Puji
syukur kepada-Mu, Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami; atas aku yang Kauberikan
kepadaku sebagai aku, atas tanda cinta yang Kaukaruniakan sebagai petunjuk
jalan untuk merindukan-Mu, atas malam yang kelam dalam batin hingga rindu
cahaya penenang, atas rembulan yang terang dari sinar matahari hingga menunggu
matahari sejati, dan atas segala sesuatu yang tidak bisa diungkapkan oleh
sepotong lidah.
Puji
salawat kepadamu, wahai Muhammad. Engkaulah bulan purnama berseri dari kota Makkah. Aku
bernyanyi untukmu tak kunjung sudah; segala huruf telah kutata, segala suara
telah kuirama, dan bahkan segala lirik telah kulafal gelora kangenku tak
kunjung reda dan namamu selalu kubisikkan tak pernah usai:
Aduhai
matahari…matahari
Cahaya
pagimu dinanti-nanti
Cahaya
siangmu dipanggil-panggil
Cahaya
senjamu dikaji-kaji
Cahaya
malammu disuci-suci
Puji
kepadamu, duhai para kekasih Allah. Engkaulah bintang-gemintang di waktu malam
sebagai cahaya penuntun bagi musafir yang kehilangan arah. Engkaulah
bayang-bayang dari matahari gua Hira. Peluklah aku dalam peluh
olah-rasa-penghayatan-cintamu; agar dapat kutempuh rangkaian titian wejangan
cinta para nabi yang kian ruwet jalinannya karena para pendusta saling berebut
ujung-ujungnya, agar dapat kubabat rerimbun semak belukar keyakinan yang tumbuh
di lembah kepalsuan hingga omong kosong dan pengakuan para pengkhayal tertunduk
malu karena terbuka cadarnya, dan agar dapat kunyalakan obor penerang yang
gagangnya laksana bara namun apinya redup tertiup angin badai.
Wahai
kekasih dan para kekasih, izinkan kuurai kembali tirai-tirai sampah duniawi
yang diagungkan manusia. Sampah-sampah yang berceceran di tepi jalan dan
dikerubungi manusia bagaikan kawanan lalat; sampah yang pahit itu terasa manis
karena hanya itu makanannya setiap hari. Sementara itu, ajaran cinta telah
kumal oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab; orang-orang yang menjualnya
demi sesuap makanan yang mengenyangkan perutnya, orang-orang yang berteriak
lantang demi sepetak lantai tempat duduknya, orang-orang yang bunuh diri tanpa
membunuh nafsu dalam dirinya.
Zaman
ini mempertontonkan sampah yang terlihat seperti bayang-bayang cinta, sedangkan
nyala api cinta telah surut ditimbuni debu-debu. Orang-orang yang berpegang
teguh dengan moral, para penyembah berhala idealis, atau orang-orang yang
bersandar dengan logika-logika pikiran yang subyektif; sibuk mengutuk sampah
dan debu-debu seraya memuja api cinta yang ada di dalam guratan kaligrafi
goa-goa peradaban kuno. Padahal, tanpa disadari mereka telah menyiram nyala api
itu dengan air comberan dan membuatnya menjadi sampah. Nyala api cinta yang
dulu berkobar-kobar diiringi senandung nyanyian manusia-manusia suci berubah
menjadi onggokan kertas sampah.
Di
antara sampah-sampah itulah kukorek sesuatu yang berasal dari cinta kemudian
kupatri dan kujelmakan panci-panci. Kubersihkan kembali tungku cinta dari
kerak-kerak mistis dan kuseberangi Laut Merah untuk memungut api di bukit
Tursina.
O,
api cinta pembakar segala angkara yang diselubungi api Namrood…
Kota-kota
menghidangkan pisau yang merindukan luka dan gelisah abadi di hati manusia.
Semua lorong dan jalan-jalannya dipenuhi manusia yang berbondong-bondong
melamar menjadi tentara Namrood, raja yang memerintahkan rakyat dan prajuritnya
untuk menyembah berhala dan mengumpulkan kayu bakar demi mengabadikan nyala
gelora syahwat dan nafsunya. Semua manusia dengan segala jenis pakaian dan
jabatan merasa takut bila tidak bergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik
Namrood. Mereka sembah berhala-berhala yang menjelma dalam kekayaan, jabatan,
pengaruh, kekuasaan, atau segala sesuatu yang tidak benar-benar mereka
butuhkan. Kota-kota telah kehilangan tuan rumah yang ramah tamah, sahabat yang
paling karib, Ibrahim, dan para pengikutnya. Suara mereka, Ibrahim dan
sahabat-sahabatnya, seakan siul rendah burung yang sakit-sakitan di antara derap
suara kaki tentara Namrood. Bahkan, para tentara Namrood selalu mengintai
setiap lubang semut tempat para pengikut Ibrahim bersembunyi, kemudian mereka
siramkan minyak tanah ke dalamnya, dan api unggun telah dinyalakan bagi mereka
yang berusaha meloloskan diri. Kota-kota yang hiruk pikuk dengan keramaian itu
telah kehilangan penghuni dan hanya dipenuhi para perampok dan bandit yang
tidak tahu tata krama.
Aduhai
para penghuni kota
dan tuan rumah sejati yang ramah tamah; aduhai para wali Allah, keluarlah dari
persembunyianmu dan sambutlah tamu-tamu itu dengan baik, agar mereka tahu
bagaimana perilaku seorang tamu. Kalianlah arus laut yang memilah air dari
buih. Kepada kalian orang-orang suci itu memberikan wasiat-wasiat cinta.
Dan
inilah kitab cinta yang kuletakkan di dalam panci cinta dan kubakar dalam
tungku cinta dengan api cinta di bukit Tursina. Inilah kitab kesetiaan yang
kuikrarkan sebagai bukti cintaku. Kesetiaan di tengah manusia-manusia yang
bangga dengan perselingkuhan dan pengkhianatan pada kekasih.
Dalam
gelora cinta ini kuulang apa yang pernah ada, apa yang pernah dikatakan, dan
apa yang pernah dirasakan oleh para pecinta. Tidak ada yang baru di sini. Namun,
ketika kutuliskan sehuruf dari batu bata bangunan cinta berarti aku telah
memugar dan membangun rumah baru yang paling indah untuk kujadikan tempat
tinggal bagi perjamuan dengan kekasih. Aku mengambil rekahan yang diruntuhkan
oleh anak-anak zaman yang rakus, kemudian kugosok kembali hingga mengkilap dan
berbinar-binar, seperti raut muka remaja yang sedang jatuh cinta.
Cinta
yang membakar jiwa kami, para pecinta, tidak berbeda, namun kondisi zaman dan
tempat membuat warna yang kami goreskan menjadi tampak berbeda. Sehingga, tidak
pantas bila hal itu disebut sebagai perbedaan. Kata yang paling tepat untuk
menjelaskannya adalah pernik pelangi cinta, sebagaimana yang akan diterangkan
pada buku ini.
Kekasih,
kekasih. Aku datang dan berkunjung kepadamu membawa kado ulang tahun bagimu.
Perayaan ulang tahun adalah perayaan kehadiran ruh di dalam jasad dengan
mengenang kembali setiupan ruh dari Tuhan yang bersemayam dalam setetes air
mani kemudian menjadi segumpalan daging, setumpuk belulang, sebentuk kepala, sekelompok
anggota tubuh, hingga gerakan terbatas dalam rahim yang mengganggu ibumu setiap
malam. Dalam rahim itulah Tuhan mengajarkan keberadaan-Nya dengan pertanyaan:
"Bukankah Aku ini adalah Tuhanmu?" Kemudian kaujawab dengan
kekhusyukan, "Ya, kami bersaksi."
Hanya
orang-orang yang rendah hati dan tidak sombong yang masih mengingat peristiwa
itu. Mereka mengumpulkan bekal untuk perjalanan panjang sebelum bertemu dengan
Tuhan dan ditanya mengenai kesaksiannya.
Semoga
buku ini dapat menjadi nasehat bagi kita, terutama bagi penulis yang sering
lupa.
Kekuatan Pecinta
Seorang
pecinta mempunyai cara yang berbeda untuk mengguratkan cintanya di lembaran
sejarah. Dia berbuat tidak mengenal kata menyerah demi mendapatkan cintanya
yang hilang. Rabi’ah al-Adawiyah tidak peduli dengan deraan sebagai seorang
pembantu asalkan hasrat cintanya yang menggebu-gebu tak terganggu; Jalaludin
Rumi rela meninggalkan murid dan pepujian pada dirinya demi berkhalwat menyimak
rahasia cinta bersama Syams dari Tabriz; Ibn al Faridh mengembara ke padang
gersang dan hidup bersama kawanan hewan liar demi kuatir gelora cintanya
menimbulkan fitnah di kalangan manusia; demikianlah manusia-manusia yang
mendapatkan karunia cinta ilahiah.
Sedangkan
manusia-manusia yang mendapatkan ilham dari cinta kemanusiaan dapat disebutkan
seumpama Khalil Gibran yang menulis dan menulis bait-bait panjang untuk
menunjukkan kerinduan yang tak menemukan muaranya; Qais rela melakukan apa saja
demi dapat bertemu Laila pujaan hati; Rama menggempur negeri Alengka demi
merebut kembali Shinta dari tangan Rahwana yang menculiknya; Ken Arok pun
belajar dan tabah menyusuri garis kasta yang bertingkat-tingkat demi
mempersunting Ken Dedes; dan legenda Bandung Bondowoso yang menciptakan seribu
candi dalam semalaman agar mendapat cinta Roro Jonggrang.
Mereka
memperoleh inspirasi dari cinta lalu berbuat sesuatu untuk menumbuhkan cinta
mereka. Tidak ada yang mengingkari bagaimana cinta mengubah mereka dari manusia
biasa kemudian menjelma manusia agung yang dikenang manusia sesudahnya.
Cinta
adalah Subyek yang menggerakkan dan berbuat sementara pecinta adalah obyek yang
digerakkan dan melakukan perbuatan cinta. Cinta akan berbicara kepada pecinta
tentang dirinya dengan caranya sendiri. Ia mempunyai puluhan, ratusan, bahkan
ribuan cara yang tidak dipahami oleh para pemujanya. Cinta akan setia
mengajarkan bagaimana perilaku seorang pecinta bila ia benar-benar pecinta
sejati.
Sepenuhnya
tergantung pada pecinta sendiri bilamana cinta menunjukkan dirinya. Bila
pemujanya adalah manusia yang berhati lembut dan dibesarkan dalam buaian
kelembutan, tentu cinta tidak mengubahnya menjadi manusia yang bebal. Begitu
pun manusia yang tegas tidak berubah menjadi ringkih. Masing-masing menjalani
takdirnya sendiri-sendiri untuk mempercantik cinta. Lihatlah warna pelangi di
langit yang melingkungi matahari. Jembatan para bidadari, demikian legenda
menjelaskan makna pelangi, terdiri dari warna-warni yang membentuk warna merah,
kuning, hijau. Masing-masing manusia dengan sifat dan karakternya akan menempati
salah satu warna itu.
Oleh
karena itu, tidak ada yang mengutuk dalam cinta. Seorang pecinta yang berwarna
merah tidak mengutuk pecinta yang berwarna hijau. Seorang pecinta yang berwarna
kuning tidak akan memaksa pecinta yang berwarna lain menjadi kuning. Pecinta
merah tetaplah merah, pecinta hijau tetaplah hijau, pecinta kuning tetaplah
kuning.
Wahai
pecinta, apabila dalam hatimu terbersit kata kutukan, cacian, atau pemaksaan
agar pecinta lain menjadi seperti yang kau inginkan, maka waspadalah bila cinta
yang kaupuja adalah berhala yang harus segera kauhancurkan. Keinginan itu tidak
berasal dari cinta, tetapi dari nafsu yang terpendam dalam dirimu. Seperti yang
dikatakan Rabi’ah, “Hatiku telah terpenuhi oleh cinta, hingga tidak ada
ruang sedikit pun bagi kebencian.” Hati yang dipenuhi kebencian atau
sedikit saja menyimpannya, kemudian mengatasnamakan cinta hanya menghancurkan
pecinta lain. Ia tidak merawat semesta ini, tapi memanfaatkan semua itu demi
dirinya sendiri, sebagaimana secara semena-mena ia mengatasnamakan perbuatannya
dengan cinta. Waspadalah terhadap pecinta palsu seperti itu, sebab ia tidak
ubahnya seorang pemerkosa yang berperangai kasar dan beringas.
Kukisahkan
kepadamu tentang pintu gerbang kota pengetahuan, Sayyidina Ali yang dimuliakan
wajahnya oleh Allah karena tidak pernah menyekutukan cintanya dengan selain
Allah. Dia mengajarkan bagaimana mewujudkan cinta; ketika beberapa orang
berontak kepadanya ia justru mengirim surat yang berisi ajakan untuk berdamai.
Bahkan, ketika dia hampir memenangkan suatu pertempuran dan pihak lawan
mengajak berdamai dia menghentikan peperangan. Dia tidak menghiraukan reaksi
dari para pengikutnya sendiri yang hampir memperoleh kemenangan.
Di
saat lain ada sekelompok orang yang bingung harus bergabung ke kelompok mana,
karena kedua belah pihak adalah kaum Muslimin. Ia bertanya kepada Amar bin
Yasir yang sudah berusia lanjut. Amar mengatakan, “Kaulihat bendera di sebelah
sana? Dulu di bawah bendera itu kami berjuang bersama Rasulullah saw untuk
membela turunnya al-Qur’an (‘ala
tanzîlil Qur’ân). Sekarang di bawah bendera itu kami berjuang
untuk membela takwil al-Qur’an (‘ala
ta’wîlil Qur’ân).
Kemudian
mereka bertanya kepada Sayyidina Ali, “Anda sebut apakah mereka yang memerangi
Anda?”
Seseorang
menyatakan, “Itulah orang-orang kafir.”
Tapi
Sayyidina Ali menimpali, “Tidak, mereka bukan orang kafir. Mereka mengucapkan
syahadat dan melakukan shalat.”
“Kalau
begitu, merekalah orang-orang munafik,” tanya mereka.
“Bukan,”
jawab Sayyidina Ali, “orang-orang munafik sangat sedikit dzikirnya sedangkan
mereka banyak berdzikir.”
Orang-orang
bingung, “Kalau begitu, bagaimana kami harus memanggil mereka, Ya Amiral
Mukminin.”
Sayyidina
Ali menjawab, “Itulah saudara-saudara kita yang berbeda paham dengan kita.”
***
Cinta
hadir pada hati pemujanya dengan kekuatan yang maha dahsyat dan menyentak,
namun terkadang secara perlahan-lahan dan lembut. Seorang manusia yang hatinya
telah berkarat dengan kebencian, sebenarnya banyak sifat lain seperti
kedengkian, pemarah, ambisi, dan lain-lain, namun untuk mempermudah cukuplah
disebutkan dengan kebencian saja; akan menerima cinta dengan terhentak bagaikan
batu karang yang ditimbuk godam raksasa atau diledakkan oleh dinamit-dinamit.
Cinta secara perlahan-lahan membuatnya menjadi lemah lembut dan tidak berdaya
kemudian mengembalikannya sebagai manusia yang teguh dan berpendirian kuat.
Sementara seorang manusia yang berhati lembut akan dibelai secara
perlahan-lahan dan sesekali dihantam hingga dia menjadi seorang pecinta yang
tangguh dan kukuh menghadapi ujian cinta.
Cinta
masing-masing manusia tidak sanggup menandingi atau tertandingi oleh cinta
orang lain. Cintamu berbeda dengan Cintaku. Cintamu berbeda dengan cinta orang
tuamu. Cintamu berbeda dengan cinta siapa? dengan cinta siapa? dengan cinta
siapa lagi? karena setiap manusia memiliki duri, perih, luka, dan rasa sakit
yang digoreskan oleh cinta sendiri-sendiri. Karena, dalam bercinta pengalaman
yang menentukan. Masing-masing manusia mempunyai penghayatan yang tidak sama
terhadap cinta. Lidah pecinta akan mencecap manisnya segala masakan yang
disentuh oleh tangan kekasihnya, sedangkan orang lain akan gebres
berkali-kali karena merasa pahit, atau mengerinyit bila merasa kecut, atau
berhuah-hua bila merasa pedas. Seorang pecinta takkan sanggup memaksa orang
lain mencintai sebesar cinta yang dirasakannya, begitu juga pecinta lain tak
mampu memaksa masuk ke dalam keagungan cinta yang menyelimutinya.
Pada
mulanya cinta datang menyelinap ke dalam hati yang dipercayainya melalui suatu
pengalaman yang tidak terbayangkan oleh dirinya sendiri. Setelah itu, cinta
memberi kekuatan kepada pecinta agar mewujudkan cintanya. Ken Arok tidak pernah
membayangkan akan melihat betis Ken Dedes, mengatur rencana menyingkirkan
Tunggul Ametung, lalu sejarah mencatatnya sebagai raja pertama Singosari.
Sangkuriang mengerahkan segenap kekuatan dan bala tentara dari kalangan makhluk
halus demi meminang Dewi Sumbi, ibunya sendiri, kemudian muncul gunung
Tangkuban Perahu. Bandung Bondowoso rela bekerja semalaman menata batu-batu
satu persatu menjadi Candi Sewu demi Roro Jonggrang.
Pada
zaman seperti ini, masih adakah gelora cinta yang kelak dikenang oleh manusia
masa depan?
Pertanyaan
itu terlalu pagi diungkapkan di sini. Biarlah itu menjadi perbincangan di
kalangan paranormal yang sibuk memantau masa depan atau para pengangguran yang
kehilangan arah tujuan hidup atau orang-orang yang putus asa menghadapi
kenyataan hari ini. Biarlah para penyembah berhala yang memimpikannya.
Kesaksianku
di zaman ini adalah cinta yang berulangkali mengetuk hati manusia, namun mereka
memungkirinya dengan ketakutan-ketakutan yang dibuat-buatnya sendiri.
Bertanyalah kepada manusia dan mereka pasti menjawab tentang keagungan cinta.
Mereka tidak ada yang memungkiri luapan kekuatannya. Akan tetapi, jangan
terpukau dengan jawaban mereka dan menganggap mereka sebagai seorang pecinta.
Bukankah para pemuka kafir Quraisy juga percaya bahwa Allah adalah pencipta dan
pemelihara alam semesta? Mereka percaya cinta di kepalanya tapi hatinya
dipenuhi sesuatu yang lain, seperti kursi kekuasaan, rumah yang penuh kekayaan,
keluarga yang cantik dan tampan serta populer.
Wahai
para pecinta, nyalakan api cinta di hati para pecinta dan tunggulah beberapa
tahun lagi kemenangan akan teraih.
Kota-kota
morat-marit dengan perang, kejahatan, perampokan, korupsi, penindasan atas yang
lemah. Diperparah lagi pengakuan nubuwah palsu para pecinta, musang berbulu
domba. Pecinta-pecinta sejati telah lari ke desa-desa, hutan-hutan,
lereng-lereng gunung, dan tempat-tempat sepi. Kuingatkan kembali, pecinta
sejati tidak mengutuk pecinta lain. Mereka menjalani peran cinta yang harus
diembannya dan tidak perlu berkoar-koar di depan televisi sambil menunggu
upahnya. Mereka adalah pecinta yang lelah menghadapi brengseknya dunia. Mereka
bosan meratapi pedihnya rindu untuk berjumpa dengan Kekasih. Tetapi, mereka
masih bertahan hidup di dunia. Seandainya bukan karena cinta yang mengajarkan
makna penantian, tentu pisau ajal kematian sudah memotong urat nadi mereka dan tak
terlihat lagi dunia yang memuakkan. Rasa ingin dan harapan akan bertemu dengan
kekasih diletakkan di atas pangkuan mereka dan dibelai dengan lembut. Mereka
tidak mau menikamkan pisau ke jantungnya walau kematian sangat dirindukan.
Waktu terasa pendek namun melelahkan bila dilakoni. Bertahun-tahun hingga
seratus tahun di masa lalu hanya disebut satu abad, sementara kita menjalani
waktu dalam satu hari ini saja seringkali terasa berat, terutama di saat
menghadapi gundah gulana atau dalam penantian.
Bukan
sesuatu yang sulit bila kiamat sebagai akhir dunia ditiupkan melalui angin
kering yang keluar dari Sangkakala Israfil, kemudian Tuhan berseru lantang,
“Inilah hari besar pertemuan kita.” Setelah itu, tatanan semesta raya beradu
kekuatan dan berantakan laksana kertas-kertas berhamburan.
Kalau kau sanggup menerobos waktu dan menyaksikan
dahsyatnya hari pertemuan, tentu kau mati sebelum bertemu dengan-Nya.
Sebagaimana Musa yang pingsan sewaktu memohon—demi umatnya—agar Allah berkenan
memperlihatkan Diri. Kalau kau Musa tentu kau tidak hanya pingsan.
Aduhai, betapa sombong dirimu mengaku seperti Musa.
Sadarilah dirimu lemah dibandingkan Musa, bahkan sejajar
dengan tongkatnya pun kau tidak pantas, bahkan mendengar terompahnya kau pasti
beringsut dan hanya mengikuti jejaknya. Sambil merangkak kau akan mengiba, “O,
Musa. Jangan lepaskan bakiyakmu agar aku tak kehilangan bebunyi dan jejaknya
untuk mendaki bukit Tursina.”
Aduhai, bukit Tursina masih terlalu jauh. Belum ada sesuatu
yang kau perbuat hingga kaulihat api Tursina menyala-nyala dari kejauhan. Kau
masih saja meraba-raba di mana cahaya cinta yang akan membebaskanmu dari
kegelapan hutan belantara.
Jangan
memaksa seorang pecinta menuliskan kata-kata yang gamang kemudian kalian tidak
memahaminya. Rasa cemburu membelit-belit batinnya hingga lebih baik memejamkan
mata dan membiarkan penunjuk arah lenyap itu secara perlahan-lahan. Pahamilah
dengan baik setiap kata-kata! Pahamilah dengan seksama agar tidak ada yang
lewat sehuruf pun!
Semoga
kau dapat memilah dan memilih bagian dari isyarat-isyarat rinkas ini. Lantas,
apakah ketika pecinta mengungkapkan hal ini menjadi pengetahuan? Bagaimana
cinta adalah pengetahuan? Bagaimana cinta adalah kebenaran?
Inilah
pertanyaan-pertanyaan gila yang membuat kita terjebak dalam kebingungan.
Iblis—sebelum dilaknat adalah malaikat yang alim dan ahli ibadah bahkan
dianggap paling dekat dengan Arsy—dengan congkak melontarkan pertanyaan dan
pernyataan yang terbersit di benaknya. Ia bertanya, “Masih adakah yang melebihi
cintaku pada-Mu, Tuhan? Selama ribuan tahun aku dendangkan tasbih dan pujian
kepada-Mu, mengapa Engkau ciptakan makhluk baru yang menumpahkan darah dan
membuat kerusakan di muka bumi. Mulia manakah antara api dengan tanah? Dari api
tercipta cahaya sementara dari tanah hanya lahir kegelapan dan kehinaan.”
Iblis
menganggap dirinya mulia dengan dasar asal-usul dirinya. Kemudian dia mengaku
benar dengan logikanya.
Apakah
dia kebenaran?
Tidak!
Dialah
musuh abadi. Dia memuja dan bertasbih sambil berharap mendapatkan tongkat
khalifah di muka bumi. Ia merasa takut kedudukannya bergeser dan menutupi
perasaannya dengan kesombongan. Ia kuatir kehadiran makhluk baru akan
mendapatkan kekuasaan dan menghancurkan harapannya. Karena itu, bila bisikan
ketakutan terhadap sesuatu selain cinta atau janji yang bersifat keuntungan
duniawi mengeram di dalam benakmu, berarti bala tentara iblis berhasil menyusup
ke dalam hatimu. Semua ketakutan terhadap apa pun selain Tuhan pasti berasal
dari iblis.
Pada
zaman berburu, manusia takut menjadi buruan. Pada zaman, agraris manusia takut
kelaparan. Zaman pengetahuan manusia merasa takut dianggap tidak mempunyai
pengetahuan. Zaman teknologi manusia takut bila tidak bisa mengendalikan
teknologi. Zaman komunikasi manusia takut tidak bisa berkomunikasi dengan
cepat. Zaman kebebasan manusia takut bila dianggap tidak ikut bebas atau
setidaknya toleransi terhadap kebebasan. Semua zaman memendam
ketakutan-ketakutannya sendiri.
Cinta
selalu mengobarkan gairah. Cinta yang makin membuatmu tidak berdaya bukanlah
cinta sejati, hanya cinta palsu yang diobral murah. Tidak berbeda dengan
slogan-slogan di bentangan spanduk, selebaran, atau ungkapan picisan seorang
yang ditinggal pacarnya lalu mengaku mengalami cinta sejati. Cinta remaja
ditolak kemudian ia merasa suci dan menganggap orang yang menolaknya itu tidak
setaraf dengan dirinya. Ia meminjam istilah cinta ilahiah kemudian
mempermainkan kata-kata, seperti kartu domino. Pada saat ia mendapatkan
kemenangan, gadis pujaannya itu mengiba cintanya, atau puisi-puisinya dimuat di
media masa yang melejitkan namanya, seketika itu pula ia kenakan surban dan
membuang masa lalunya sebagai seorang yang sakit hati. Ia menerka-nerka makna
cinta atau mensejajarkan gadis pujaannya dengan Tuhan; perselingkuhan yang
tidak dapat diampuni. Kemudian dia membohongi orang-orang bahwa ia menemukan
cinta. Ia bergelora bila ada pemuja di sampingnya, seakan mengatakan, “Aku bisa
mendapatkan yang lebih darimu.”
Pecinta
sejati yang rendah hati tidak pernah merasa berbuat apa-apa. Dia membaca dirinya,
bercermin, dan selalu merasa kurang jelita untuk bertemu dengan Kekasih.
Sementara pecinta palsu bersifat tinggi hati. Semakin seseorang menyakiti
dirinya semakin lantang dia berbicara, sehingga semakin jelas sakit hatinya,
apalagi bila tidak dianggap mencumbu cinta sejati. Secara diam-diam dan tanpa
disadari, seorang pecinta palsu membangun tembok-tembok keangkuhan dan
kesombongan di sekeliling dirinya. Sehingga, ia bukan mengungkapkan pantulan
hati suci melainkan kilatan-kilatan nafsu dalam kubangan dosa.
Apakah
kau seorang pecinta sejati hingga pantas aku bertanya apa yang kaulakukan untuk
membuktikan diri sebagai seorang pecinta? Apabila dirimu pecinta palsu,
hentikan perbuatan sakit hatimu sebelum kau malu ditelanjangi oleh nafsumu
sendiri.
Asal-Usul
Keberadaan Manusia
Kelahiran di dunia ini menahbiskan manusia sebagai saksi
atas peristiwa yang terjadi dan mengukuhkan sebagai pengemban kesadaran, bahwa
kelak harus meninggalkan semuanya. Manusia dilahirkan ke dunia untuk melihat
apa yang dilakukan oleh makhluk dan apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
Sayangnya, banyak yang terjebak di dunia dan terpukau oleh
fenomena macam-macam perbuatan manusia. Fenomena itu berkelebatan, tidak
memberi kesempatan kepada manusia untuk mengedipkan mata sejenak pun. Fenomena
itu terus menghisap segenap perhatiannya. Bagi seorang pecinta, fenomena itu
merupakan penguji bagi ketangguhan ke”diri”an dan kecairan ke”sadar”an dalam
menyiasati aneka rupa warna kehidupan. Kesadaran bahwa dia yang dihadirkan ke
dunia ini kelak akan meninggalkan semua yang disaksikan, tanpa ada yang sia-sia
sedikit pun. Semua berarti dan bermakna, setidaknya, untuk dirinya sendiri.
Banyak fenomena yang menunjukkan pertemuan dan perpisahan:
pada usia kanak-kanak kita bergayut di tangan orang tua, sewaktu remaja bermain
sejauh mungkin seraya menyimpan rindu terhadap belaian hangat mereka, dan
ketika dewasa harus berlepas diri dan mandiri. Seperti anak ayam yang baru
berumur beberapa hari, ia mengiringi ke mana induknya mencari makan. Setelah
anak ayam menginjak dewasa, induknya akan mengusir, bahkan mematuknya, agar si
anak menjauh dari kehangatan sayapnya.
Begitulah takdir pertemuan dan perpisahan paling sederhana
di depan mata kita. Catatan panjang sejarah manusia mengabarkan bahwa adanya
pertemuan di dunia akhirnya menjalani perpisahan.
Lantas apakah kelahiran? Biarlah yang menciptakan dan
paling mengetahui kejadian manusia yang bercerita kepadamu melalui kitabnya:
Wahai manusia, jika kalian masih ragu-ragu akan kebangkitan
manusia dari alam kubur, ketahuilah: Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari
tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian
dari segumpal daging yang sempurna dan tidak sempurna ciptaannya, agar Kami
jelaskan kepada kalian. Kami tetapkan apa yang Kami kehendaki di dalam rahim
sampai waktu tertentu, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian
perlahan-lahan kalian dewasa, di antara kalian ada yang diwafatkan di waktu itu
dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, agar ia tidak mengetahui
lagi apa yang pernah diketahuinya. Dan kalian lihat bumi ini awalnya kering,
lalu Kami turunkan air di muka bumi agar hidup dan subur untuk menumbuhkan
berbagai macam tanaman yang indah. (QS Al Hajj [22] : 5)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. al-Mu'minun
[23]: 12-14)
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari
setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada
masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu
ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai
kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). (QS. al-Mu'min
[40]: 67)
Sebelum lahir di dunia manusia tinggal di alam sebelum
menjadi saripati, kemudian alam tak terjelaskan sebelum menjadi setetes air
mani, kemudian alam tak terjelaskan sebelum masuk dalam rahim, kemudian alam
petang selama sembilan bulan dalam perut ibunya. Demikian panjang proses yang
dialami oleh manusia sebelum lahir. Kenangan apakah yang masih kita bawa dari
masa-masa itu sehingga kita dapat mendaku telah mengetahuinya?
Amboi, satu pertanyaan tentang asal-usul keberadaan manusia
saja belum terjawab, kemudian kita bersikap angkuh dengan menantang akan
menjawab pertanyaan apakah yang terjadi sesudah kehidupan? Pertanyaan tentang
“siapa sebenarnya manusia sebelum lahir?” masih berada di ambang kegelapan.
Tidak ada sedikit pun kenangan yang terbawa ketika lahir untuk menjelaskan
bagaimana asal-usul manusia. Apakah daya ingat yang begitu ringkih dan isi
kepala yang pelupa kita cambuk untuk terbang menembus alam setelah kematian?
Kasihan sekali manusia. Sungguh mereka menghiba belas
kasihan. Langkah kaki mereka terseok-seok dan terantuk batu setiap kali hendak
menembus tirai alam setelah kematian. Seandainya mereka sadar, bahwa jangankan
untuk menembus alam setelah kematian, kalau jujur pada diri sendiri, langkah
kaki mereka sering goyah setiap menghadapi kenyataan kehidupan sekarang yang
nyata di depan mata.
Satu pertanyaan akan memanggil ribuan pertanyaan. Sekali
saja kita coba menjawabnya, selamanya kita terjebak dalam kubangan pertanyaan
yang tidak pernah habis. Selalu ada pertanyaan-pertanyaan baru atau seakan-akan
baru. Satu pertanyaan kadang beralih rupa menjadi pertanyaan lain. Karena itu,
jangan terpukau dengan murid-murid Descartes yang selalu ragu, bahkan terhadap
keraguan itu sendiri lebih pantas untuk diragukan.
Rebahkan pikiranmu di atas altar kepasrahan. Bungkam
mulutnya. Ikat tangan dan kakinya. Kemudian buka matanya lebar-lebar untuk
menyaksikan apa yang terjadi:
Awal dan akhir, lahir dan mati, pertemuan dan perpisahan,
menyisakan ruang antara. Apa yang kita cari dalam ruang antara itu? Dengarkan
irama dan lakon kehidupan yang terjalin rapi ini; ada hitam-putih, baik-buruk,
iman-kufur, tauhid-syirik, benar-salah. Semua menyanyi lagu ratapan penderitaan
rindu tak tertahankan terhadap Hakikat Hidup di zaman azali, begitu sabda
Jalaludin Rumi guru yang agung. Manusia ibarat buluh bambu yang tak bosan meniup
diri mengalunkan nyanyian rindu pada rumpunnya. Ia mengerang menahan perih
setiap kali angin semilir menyentuh lubang kesadarannya. Ia ingin mengabarkan
kepada alam semesta betapa pilu menanggung rindu kepada kampung halaman.
Lagu
rindu adalah kidung persembahan sekaligus nostalgia bagi alam azali. Buluh
bambu atau manusia tidak pernah berhenti bernyanyi untuk mengungkapkan jiwanya
yang perih. Melalui lagu itu, ia ingin melarutkan semua risau galau akan carut
marut kehidupan yang semakin berantakan dan mengaduknya dalam cawan kesadaran
hakiki.
Lagu
itu senada kidung suci yang dibawa para Nabi. Semua kitab suci senantiasa
bersenandung dengan tema mudik ke kampung azali dan mengingat sang pencipta,
yang maha sempurna dalam indah, suci, kasih sayang, baik, cinta, dan segalanya.
Dari-Nya
kita berasal dan memancar untuk menerjemahkan kesempurnaan. Apapun bentukmu
adalah wujud sang Mahasempurna yang mengejewantah dalam dirimu. Dia berkenan
merasuk dalam jiwa dan tubuhmu. Karena itu, kaum suci yang selalu menelisik dan
merenung Dia dalam dirinya berpetuah, “Barangsiapa mengenal dirinya akan
mengenal Tuhannya.”
Sang
Mahasempurna berkenan membuat rumah di hati manusia untuk menunjukkan diri-Nya
lebih dekat dari urat leher, bahkan rumah itu tidak pernah ditinggalkannya.
Bila manusia mendustakan keberadaan-Nya dalam hatinya, betapa terkutuk dia yang
menafikan keberadaan tuan rumah, saat itu mata hatinya penuh dengan tentara
hawa nafsu. Sang Mahasempurna dan hawa nafsu tidak pernah bersekutu dalam satu
tempat, sehingga kausaksikan ribuan tentara itu mendirikan tenda dan membangun
barak yang menjulang ke angkasa dan menutupi rumah Sang Mahasempurna.
Bangunan-bangunan itu membuatmu terpukau dan terkesima. Mereka berlomba-lomba
membuat bangunan paling tinggi dan tidak segan-segan meruntuhkan bila telah
kalah oleh kelompok tentara lain.
Hembuskan
angin yang pernah dipinjamkan oleh Allah kepada Muhammad di saat perang Khandaq
itu sebelum mereka memenuhi hatimu dan menghancurkan rumah-Nya.
***
Manusia
yang berkesadaran sebagai ekspresi Sang Mahatunggal tentu mengerahkan segenap
perilaku kepada-Nya. Manusia yang jujur ketika bersumpah bahwa dia
menyaksikan-Nya tentu hatinya menjelma wadah agung yang dikuasai oleh-Nya,
hingga sekepal darah di perut kiri itu mampu menangkap cahaya di atas cahaya.
Hati yang sempurna dalam citra-Nya, “Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah
hati akan menjadi tenang.” Hati merasa tenteram karena Penghuni Rumah
Hakiki telah tiba dan memenuhi setiap ruangannya.
Bila
saja kau masih bimbang dan menganggap semua itu sebagai mimpi paling bohong di
siang bolong, kau telah melakukan dosa besar terhadap sejarah abad pertama
Hijriah atau VII M?
Adalah
Muhammad Nabi terakhir yang berakhlak sempurna dan dipuji karena keluasan
hatinya sanggup menerima cahaya, wahyu, sekaligus pemberi wahyu dengan sangat
sempurna. Bekal Muhammad adalah menerjemahkan dirinya menjadi sabda Tuhan. Dia
yang menerima sekaligus sabda itu sendiri. Tanpa Muhammad tentu tidak ada Al
Quran dan tanpa Al Quran tentu tidak ada Muhammad. Keduanya seperti dua sisi
mata uang yang saling mengutuhkan. Cahaya yang berkebalikan dengan cahaya. Dua
cahaya yang sedang bercermin.
Seperti
yang pernah dikatakan oleh Aisyah ketika seseorang bertanya, “Bagaimana akhlak
Muhammad?” Aisyah menjawab, “Akhlaknya adalah Al Quran.”
Akhlak
Muhammad adalah kalam sang pencipta. Dalam hatinya tidak terdapat berkas cahaya
redup akibat derita hidup yang tidak berkesudahan. Ia senantiasa menyucikan dan
merendahkan hati, sehingga Tuhan sudi bercermin dan mengejewantah melalui akhlak
perilakunya. Betapa agung Muhammad. Dia sendirian menerima amanah maha berat.
Tanpa seorang musuh pun. Baginya, Abu Jahal dkk. adalah kumpulan penggembira
permainan yang tidak berpengaruh terhadap permainan.
Sesekali
ia sampaikan doa kaumnya kepada Allah, agar orang-orang kafir masuk Islam dan
seluruh manusia bernaung di bawah satu tenda bersamanya. Akan tetapi, Allah
tunjukkan bahwa kelak di akhirat semua seperti yang diinginkan. Persoalan
seperti itu mudah bagi Allah, bahkan menyingkat waktu dan menyegerakan
orang-orang kafir beriman saat itu juga bukan persoalan yang sulit.
Semua
itu menyimpan rahasia.
Satu Episode Dunia
Shalawat
dan salam atas junjungan umat. Inilah aku yang merangkak pelan-pelan agar dapat
turut dalam kereta agungnya. Dari derit rodanya kusimak kata-kata paling lembut
dan samar, seperti lembut dan samarnya apa yang disampaikannya.
“Kini
kuceritakan kepadamu tentang dunia materi, sebuah identitas semu.”
Dunia
dengan segala isinya tidak sepadan ditukar dengan manusia. Dari dalam diri
manusia yang paling berharga adalah hatinya, karena di dalamnya bersemayam
rumah Allah. Sementara, dunia di samping rumah Allah hanya gundukan sampah. Apa
artinya ciptaan dibandingkan pencipta? Apa artinya kursi dibandingkan tukang
kursi? Adanya kursi tidak bisa membuat tukang kursi, tetapi adanya tukang kursi
mungkin terbuat ribuan kursi lagi. Sekali kursi itu rusak dengan mudah ia
menggantinya dengan kursi lain yang lebih baik, tetapi bila tukang kursi
meninggal tentu tidak ada kursi baru.
Satu ketika dunia terbakar dan menjelma
asap tebal yang menghalangi keakraban antara manusia dan penghuni hatinya.
Sehingga, manusia meraba-raba dalam gelap, menendang ke sana ke mari, melaju tak tentu arah, memburu
seluruh bunyi gemuruh, menangkap semua perangkap yang menjerumuskan nasibnya
sendiri. Manusia merasa resah mendengar desis ular, namun justru mengejar ular
berbisa.
Pada mulanya dunia adalah timbunan
sampah. Sekelompok malaikat yang penasaran menyaksikannya tidak dihancurkan,
segera mengorek-orek isinya sambil menduga barangkali di dalamnya terdapat
benda berharga. Setelah meluapkan rasa penasaran selama bertahun-tahun,
sekelompok malaikat itu tidak menemukan apa-apa. Mereka hanya melihat seekor
ular naga menyeruak dan mendesis ganas memamerkan racunnya.
Wahai sahabatku para pecinta, kau
saksikan bias gembira di wajah manusia saat kesedihannya ditebus dengan dunia.
Percayalah, binar bahagia itu bersifat sementara, seperti rasa kenyang yang
sesaat. Siapakah yang sanggup mengganjal rasa lapar seorang manusia selama
hidupnya…
Aduhai, biarlah kupaparkan sekilas
tentang kekejian manusia yang membeli sesamanya dengan sekepal roti orang lain…
Sebaik apa pun mutu roti yang berhasil
kaurampas dari tangan orang lain, tidak lebih dari serpihan sampah; kalau kau memakannya,
nanti akan membusuk dan kaubuang ke wadah kotor tanpa kautoleh sama sekali.
Sampah seperti itu kautawarkan kepada orang lain sambil menghiba-iba. Kaubeli
perempuan-perempuan cantik untuk menjual sekepal rotimu, kau berharap
orang-orang terpesona, dan tanpa sadar mereka merogoh sakunya untuk diberikan
kepadamu.
Bersenang-senanglah kalian yang tahu
awal dan akhir kehidupan materi alam semesta. Kalian tukarkan sepotong rotimu
dengan roti orang lain agar tidak basi. Kalian bermain-main, seperti anak-anak
yang bermain tentang pasar. Kalian ikut berteriak sambil tersenyum melihat
orang-orang terpukau pada apa yang telah kalian kumpulkan.
Celakalah kau yang menganggap sepotong
roti sebagai tujuan kehidupan ini. Roti yang bisa menjadi bekal kehidupan tak
ubahnya seperti tumpukan sampah dan menjelma dinding tebal yang menghalangi
manusia dan Penghuni hatinya. Kaukumpulkan para pengikutmu yang senang roti dan
kautaburkan madu di atas mangkuknya agar mereka memujamu duduk di kursi goyang;
kau tertawa terbahak-bahak demi menyadari bahwa roti dan madu yang dimakan oleh
para pengikutmu tidak lain adalah keringat mereka, bahkan lebih banyak roti
yang mengisi perutmu.
Aduhai sayang sekali. Sayang, kau tidak
mampu memastikan berapa lama manusia dapat bersenang-senang dengan sekepal roti
yang telah kaugerogoti itu. Sebab, suatu ketika mereka terkesima pada cahaya
yang menyeruak dari kedalaman batinnya. Pintu yang selama ini kauganjal dengan
tumpukan roti akan berderak dan menunjukkan tuan rumah yang sebenarnya. Penghuni
rumah di dalam hati itu selalu mengetuk pintu seraya berteriak, “Wahai manusia,
di sini bahagia abadi. Wahai anak, di sini ketenteraman hati!”
Saat
pintu-pintu hati manusia telah terbuka, kau tidak dapat memaksa mereka. Mereka
tidak lagi membutuhkan sedekahmu. Mereka tidak memerlukan pertolonganmu. Mereka
telah tahu apa yang lebih berarti bagi mereka. Hati mereka telah diterangi
cahaya dan tidak mungkin mereka tukar dengan kegelapan yang kauumbar ke
mana-mana.
Selama
ini kaubangga dapat membeli, memaksa, mengatur, dan berkehendak apa saja
terhadap mereka. Tetapi, di saat itu kau tidak ubahnya orang gila yang
berteriak di tengah pasar. Kauundang semua orang agar mendekat kepadamu untuk
kaujejali kata-kata kotor tentang orang gila lain. Bagaimana orang-orang yang
waras dari gila akan percaya kepadamu?
Alam
semesta berkali-kali mengirimkan isyarat dan menyeret setiap orang yang sejenak
saja memperhatikannya. Kepadanya alam menjelma cermin raksasa agar manusia
menatap dirinya. Seorang yang berhati bersih dan penghuni sejatinya telah
kerasan di sana
akan lebih senang menyimak suara alam semesta di dalam hatinya. Tidak ada yang
berbeda antara alam besar dan alam kecil. Hanya nama semata, namun sering
memukau orang-orang yang tidak melihat dengan bening.
Akan
tetapi, waspadalah menatap sesuatu yang menjadi bagian dari dunia, materi, dan
atribut kemanusiaan yang bersifat sementara. Semua juga cermin namun terbalik;
kiri menjadi kanan dan kanan menjadi kiri. Cermin itu memantulkan keseluruhan
yang diterimanya dalam posisi terbalik.
Aduhai,
mengapa malu mengaku sebagai manusia yang bermata awam daripada mengaku bermata
tajam namun hanya bermata hati biasa saja. Aduhai, betapa banyak manusia keliru
menatap dirinya.
Apabila
kau adalah manusia yang memiliki hati cermin sejati atau kaca murni tentu kau
perlihatkan sesuatu dalam keadaan apa adanya.
Waspadalah,
agar tidak terjebak dalam reaksi sementara yang membuat senang maupun kecewa.
Karena, semua itu berdasarkan realitas sementara dan bukan realitas hakiki.
Kecuali, kau sengaja menjerumuskan diri dalam gelimang kesementaraan. Kecuali,
kau dapat menertawakannya. Kecuali, kau percaya semua itu memang lelucon.
Salamku
untukmu yang telah mencapainya.
Arus Cinta di Sungai Keruh
Sekarang
akan kubisikkan kepadamu tentang rahasia cinta yang dilupakan orang:
Cinta
seperti arus sungai yang deras dan menghanyutkan mangsanya. Cinta merenggut apa
saja yang dimilikinya, baik ia dalam keadaan rela maupun terpaksa. Pecinta yang
memberikan segala miliknya dalam keadaan rela akan memetik bahagia, sementara
pecinta yang mengulurkan miliknya dengan terpaksa hatinya akan tercabik-cabik.
Pecinta yang memasrahkan dirinya dalam keadaan rela akan mengundang cinta untuk
membelainya dengan lembut, sementara pecinta yang menyerahkan dirinya dalam
keadaan terpaksa akan tersayat-sayat oleh duri cinta. Pecinta yang membuka
hatinya dengan lapang akan menemukan cinta terbaring manja di dalamnya,
sementara pecinta yang menutup pintu akan membuat cinta terpaksa menancapkan
kukunya dan mencakar-cakarnya.
Serahkan dirimu tenggelam dalam telaga
cinta. Pasrahkan dirimu hanyut dalam derasnya arus cinta. Hayatilah arti
keindahan cinta dan rasakan dirimu terseret ke laut cinta yang maha luas.
Nikmatilah rasa pedih dan perihnya menusuk jiwa. Rasakan setiap luka akibat
goresan tajamnya kayu-kayu dan bebatuan di pantai. Cintailah cinta dengan luka,
karena begitulah kehendak cinta. Seberapa besar lukamu yang kauterima darinya
sebesar itu cinta yang kau raih.
Kadangkala
cinta seperti gelombang laut; membumbungkan pecinta ke puncaknya, membiarkannya
terapung di udara, dan sekali waktu ia menelan di gemuruh gulungannya. Bila
cintamu adalah gelombang, maka biar saja ia mempermainkanmu terombang-ambing di
antara lembah dan puncak gelombangnya. Matikan dirimu dan tanpa perlawanan
terseret arus ke tengah lautan agar kau tetap bertahan hidup dalam cinta. Akan
tiba waktunya gelombang cinta itu menyelesaikan tugasnya, membekukan dirimu
dalam cinta, menyeretmu ke dasar laut, dan memperlihatkan mutiara-mutiaranya.
Diamlah
dan pasrah kepada cinta. Cinta tidak butuh pertanyaan apa-apa. Cinta hanya
ingin hanyutkan mangsanya dalam penyerahan diri secara total, mengajakmu
mengembara ke relung-relungnya yang mempesona. Nun jauh di sana kau dapat merasakan arti cinta yang
kaupetik dari luka.
Seorang
laki-laki pergi ke dokter dengan istrinya. Ia mengaduh bahwa istrinya tidak
dapat memberinya anak, padahal mereka sudah menikah selama bertahun-tahun.
Dokter memandang istrinya, memegang nadinya, dan mengatakan, "Saya tidak
dapat menangani kemandulan, karena saya tahu Anda akan mati dalam waktu
empatpuluh hari."
Istri
lelaki itu sangat kuatir memikirkan usianya, hingga ia tidak dapat makan apa
pun selama menjelang empatpuluh hari tersebut. Ketika waktu yang telah
ditentukan telah genap, ternyata ia tidak meninggal seperti yang dikatakan oleh
dokter.
Sang
suami segera menemui dokter dan menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi.
Kemudian dijelaskan oleh sang dokter, "Istrimu terlalu gemuk sehingga
mempengaruhi kesuburannya. Saya tahu satu-satunya yang dapat membuatnya jauh
dari makanan adalah rasa takut terhadap kematian. Sekarang ia sudah sembuh dan
subur."
Akan
tetapi, hati-hatilah terhadap ungkapan pasrah. Sebab, pasrah seorang pecinta
sejati dan pecinta palsu bertolak belakang. Pasrah seorang pecinta sejati
berkesadaran masa depan. Pasrah seorang pecinta sejati adalah percaya atas apa
yang terjadi dan tidak mengelak dari takdir. Ia harus menjalani takdirnya.
Sekali lagi, jangan samakan dengan putus asa karena tidak dapat berbuat apa-apa.
Seorang
pecinta sejati saat tidak melihat cahaya takdir akan tetap melakukan
perbuatan-perbuatan demi cinta dengan harapan kekasih tidak pergi
meninggalkannya. Tetapi, saat cahaya takdir masa depan terpampang di depan
matanya maka sabda Tuhan di atas kuasa manusia.
Takdir
masa lalu tidak terelakkan. Manusia hanya bisa memaafkan masa lalu sambil
waspada tidak menyia-siakan maafnya atau memberikan maaf pada kesalahan yang
sama.
Sedangkan
pasrah seorang pecinta palsu berdasarkan pada hati yang malas dan enggan
melakukan apa-apa. Ia bingung dengan dirinya sendiri yang kehilangan jejak
cinta yang disanjungnya. Ia berjalan di tempat, namun mengaku telah melintasi
Kakbah, Masjidil Aqsha, Sungai Gangga, Candi Borobudur, atau tempat suci yang
jauh dari jangkauan kakinya. Ia malu bila tidak disebut sebagai pecinta,
kemudian membual tentang balairung-balairung tempat para pecinta berkumpul.
Waspadalah
terhadap orang-orang seperti itu.
Apabila
kau sedang menyaksikan seorang pecinta memilih bisu dalam arus cinta, lihat saja
dan jangan banyak bertanya. Ia sedang terpesona sihir cinta yang tidak mudah
diterjemahkan. Biarkan ia hanyut dalam arus cinta. Dan, lihat pengaruh yang
ditimbulkannya pada pandangan matamu yang terpukau.
Tidak
ada keraguan apa pun dalam jiwa pecinta ketika itu. Bahkan, ketika kau temukan
porak porandanya hati melalui tatapan matanya. Pernahkah kaulihat sebuah telaga
di bening matanya, sedangkan di balik bening mata itu kaulihat betapa permukaan
telaga itu berusaha meredam ribuan arus yang hendak bergejolak dan muntah ke
permukaan?
Diamlah!
Ia
sedang melebur sampah ke"diri"annya. Hatinya bergejolak meredam
benturan-benturan arus nafsunya. Dia sedang berusaha mengalirkan arus cinta
yang akan menyeret serpihan-serpihan sampah itu jauh ke seberang eksistensinya.
Jangan jadikan dirimu sebagai salah satu dari sampah yang akan dibuangnya pula,
sebab ketika itu terjadi maka kau menjadi kufur dari keberadaan kekasih Sang
Cinta yang nantinya mengantarkanmu ke lembah kekafiran.
Wahai
pecinta…
Bersabarlah
mengasuh cinta ketika itu, karena dia akan kembali kepadamu dengan kemurnian
yang dimilikinya. Dia akan kembali kepadamu sebagai cinta itu sendiri dan bukan
wujud-wujud lain yang akan menjerumuskanmu ke lembah kebencian.
Sekali
lagi bersabarlah!
Barangkali
dia meminta sesuatu yang paling kaucintai, maka berikan saja apa yang
dimintanya. Bukankah Ibrahim pun mengorbankan Ismail yang paling dicintainya?
Ibrahim tahu apa yang tersimpan di balik perintah itu dan begitu pula dengan
Ismail. Cinta sangat pencemburu dan akan murka bila kau menampik permintaannya,
bahkan menganggapmu menduakannya. Cinta ingin memilikimu seutuhnya. Cinta ingin
kauberikan segala sesuatu hingga tak tersisa. Setelah itu kau akan mendapatkan
cinta sebagai kobaran api yang melahap dunia.
Kalau
masih ada yang tersisa dalam dirimu maka dia pasti menghindarimu. Sebab itu,
bila kau merasa kecewa dengan cinta maka jangan salahkan mengapa ia
memperlakukan dirimu demikian. Cobalah kaulihat dirimu dengan kerendahan hati
agar kaudapatkan sisa cinta yang belum kauperoleh selama ini. Namun ingatlah,
menganggap diri telah memenuhi keinginan cinta adalah kesombongan yang dikutuk
oleh-Nya.
Tidak
pernahkah kaudengar cerita Sulaiman?
Dialah
Nabi terkaya dan terkuasa sepanjang masa, hingga dia pernah berdoa agar kekuasaan
dan kekayaan semisalnya tidak diberikan lagi kepada orang-orang sesudahnya
sebab dia takut kesombongan pemiliknya akan menghancurkan dunia.
Suatu
ketika ia bermohon pada Tuhan, “Tuhan, perkenankan hamba membantu-Mu untuk
memberi makan makhluk-Mu!”
“Sombong
sekali, kau Sulaiman?! Jangankan seluruh makhluk-Ku, sejenis saja kau tak
mampu. Jangankan sejenis, seekor pun kau tak mampu,” kata sebuah jawaban.
“Setidaknya,
hamba mencobanya.”
“Baiklah,
kalau kau tetap memaksanya.”
Kemudian
Nabi Sulaiman mengusulkan untuk memberi makan kepada ikan, sebagai makhluk yang
tidak sulit untuk dikumpulkan; bukankah samudera raya adalah satu adanya dan
bahkan bumi ini adalah lautan adanya? Nabi Sulaiman pun mengerahkan seluruh
pasukan untuk menyediakan makanan bagi ikan. Berhari-hari kerajaan sibuk
mematangkan rencana dan menakar berapa kira-kira kebutuhan seluruh ikan dalam
sehari. Setelah dirasa selesai, semua ikan diundang Nabi Sulaiman ke pantai
yang menjorok ke tengah laut. Arak-arakan pasukan pembawa makanan berbaris di
belakang Nabi Sulaiman. Tidak terhitung berapa kilo meter panjangnya.
Begitu
semua ikan berkumpul, Nabi Sulaiman memanggil rombongan pasukan pertama.
Makanan yang mereka bawa dilempar ke laut. Sesaat saja makanan itu ludes. Nabi
Sulaiman kaget dan langsung menyuruh rombongan kedua menumpahkan persediaan
makanan yang mereka bawa. Tak sampai hitungan menit, makanan itu habis. Disusul
rombongan ketiga, keempat, kelima hingga semua pasukan pembawa makanan yang
berderet panjang itu menumpahkan semua isinya ke laut. Nabi Sulaiman
terperanjat menatap laut, memandang persediaan makanan, dan lebih-lebih melihat
seekor ikan yang telah melahap semua makanan yang dipersiapkan berhari-hari.
Ikan itu masih menggelepar seraya berteriak lapar pada Nabi Sulaiman. Nabi
Sulaiman bersujud di atas karang, memohon ampun atas ketinggian hatinya; seekor
ikan pun dia tidak sanggup membuatnya kenyang lalu bagaimana dia lantang
memberi makan semua ikan?
Semuanya
milik Tuhan. Apa yang dipersiapkannya pun milik Tuhan. Bahkan dirinya.
Begitulah
cinta. Ia menuntut luka, pasrah, sadar, dan rendah hati.
Kenangan Terindah
Berapa
kali kaujenguk masa lalumu setiap hari?
Kenangan
masa lalu selalu tampak indah dan senantiasa diingat dengan wajah berseri-seri,
seakan alam semesta telah berubah menjadi alat musik yang hanya memainkan
nada-nada bahagia. Meski perih dan luka tidak lepas dari satu kurun dalam
kenangan itu, namun tak ubahnya nada improvisasi yang menambah merdu irama. Dan
cerita tentang masa lalu lebih sering diiringi dengan tertawa dan bangga,
apalagi bila terlibat di dalamnya sebagai pelaku.
Akan
tetapi, saat sekarang yang sedang dialami dan dijalani menunjukkan bahwa dunia
ini hanya hidup yang getir, pahit, dan luka yang tak kunjung sudah. Irama saat
ini hanya lagu sendu yang sering menguras air mata, seakan tidak pernah
mendapatkan satu tangga nada yang mampu membuat gembira. Semua peristiwa saat
ini seakan tersedot dalam pusaran melelahkan dan membuat putus asa.
Sekali
waktu muncul kesempatan menyenangkan dengan hadirnya rezeki, kabar gembira,
atau kawan lama yang selama tahunan tidak bertemu, kemudian dalam keriangan
tidak bosan berujar seakan Tuhan bersamanya. Akan tetapi, bila kesempatan sulit
dan sesak menimpanya; ketika seorang juru tagih menagih piutang, penyakit yang
datang tiba-tiba, atau sesuatu yang hilang, maka yang keluar dari bibir adalah
keluhan-keluhan bahwa Tuhan telah meninggalkannya.
Sementara
itu, impian-impian membumbung tinggi hingga lupa bahwa dia masih memijakkan
kakinya di bumi. Seperti seorang pemimpi yang tidur sepanjang waktu kemudian
bangun sekadar untuk menceritakan mimpinya kepada orang lain. Mimpi itu begitu
dekat dan hampir menjelma kenyataan. Namun, begitu mimpi itu hanya igauan di
siang hari dan bahan lelucon orang-orang yang pernah mendengar ceritanya, dia
segera mengambil seutas tali dan mengikat lehernya di dahan pohon.
Begitulah
yang terjadi ketika kau terperangah dengan kehidupan yang begitu pendek dan
menganggapnya sebagai akhir dari segalanya. Ungkapan ini begitu mudah
kaunyatakan, sebagaimana mudahnya kautemukan iring-iringan orang yang mengantar
usungan keranda menuju pemakaman. Berjalanlah menyusuri tempat-tempat yang
belum kaujamah dan jangan terpukau mendapati pengiring jenazah, sebab ketika
kau terpukau pertanda kau sedang lalai bahwa dunia ini pasti berakhir. Pada
saat itu kaulihat iringan pengantar jenazah yang sama sekali tidak kaukenali,
tapi kau tak tahu bila kapan iringan itu mengantarkan jenazah tetanggamu atau
keluargamu atau bahkan dirimu sendiri.
Oleh
karena itu, akrabilah kematian agar dapat kautuntaskan semua ketakpastian dan
selamat dari kegalauan. Peristiwa dan perasaan barangkali telah membantingmu ke
sana ke mari
agar kau mengaduh dan mengeluh sekeras-kerasnya, namun akrabmu dengan kematian
akan mengajarimu untuk menjalaninya dengan tegar dan tersenyum. Bukankah semua
itu hanya sesaat dan sebentar kemudian segalanya akan berlalu? Nafas boleh
panjang namun dia pasti berujung pada maut.
Hati-hatilah
mencerna kata-kata tersebut, sebab kesalahan memahaminya dapat membuatmu
terjebak pada lembah ketidakpedulian dan keacuhan.
Sabda
Suci, “Sesungguhnya kehidupan dunia ini tidak lebih sebuah pentas permainan
dan kelalaian.” Kalimat itu menyindirmu karena serius menghadapi saat-saat
sekarang dan melupakan kehidupan hakiki yang lebih panjang tanpa ujung. Kau
keliru bila membayangkan saat sekarang hanya untuk sekarang, sebab sekarang
adalah mempersiapkan tanaman yang dapat dipetik di kelak kemudian hari; saat
ini kau mesti menyiapkan lahan keluasan iman, memilih benih yang bermanfaat,
menanam dengan ikhlas di musim yang tepat, menyiangi gulma kemusyrikan,
memelihara dari gangguan kekufuran dan kemunafikan, dan berdoa dengan harapan
dan kekuatiran.
Pandangan
jauh ke depan yang melahirkan kesadaran tentang awal dan akhir mengajarkan
kesenangan dan anggapan kenikmatan hanya berlaku dalam sepenggal waktu; mengapa
kaucuci tangan bersih-bersih dari kesusahan yang menyertainya? Belajarlah
menikmati hidup abadi agar tidak goyah dalam kurun waktu sementara.
Kehidupan
sekitar hanya cermin hati. Prasangka buruk di dalam benak seperti seorang
dirigen yang memimpin semesta untuk berteriak, “Ya, kami buruk sekali.
Lihatlah, wajah kami penuh bopeng bukan?” Kalau dalam prasangka dunia ini
tampak indah, maka gerakan tanganmu pun lincah untuk membimbing semesta
bersorak, “Oh, kami sangat indah. Sayang kau tidak pernah memperhatikan.”
Karena
itu, dusta besar bila menganggap semesta ini munafik. Katakan, dirimu yang
munafik hingga tidak sanggup memahami yang sebenarnya.
Sang
Nabi pernah bersabda, “Aku heran dengan orang mukmin. Ia tidak pernah
bersedih. Ia memandang kehidupan dunia ini dipenuhi keindahan semata.”
Ketika seorang mukmin dicaci maka dia berkata, “Alhamdulillah, dosaku
berkurang satu.” Di saat mengalami kemiskinan dia berkata, “Alhamdulillah,
aku diberi kesempatan untuk beribadah dan tidak perlu repot bertanggung jawab
mengurusi tetek bengek harta yang belum tentu bermanfaat di akhirat nanti.”
Ketika kaya dia berujar, “Alhamdullah, aku diberi kelapangan oleh Tuhan
untuk menunaikan hak mereka yang terampas.”
Takarlah
semua yang menimpamu dengan takaran seimbang, agar perasaan kecewa tak
menyergapmu. Kau hanya setitik makhluk kecil di antara tatanan semesta dan kau
tidak pernah tahu apa yang terbaik untuk dirimu sendiri; apakah kau masih berpikir
mampu berbuat yang terbaik untuk alam semesta ini? Apa yang kaukira kebaikan
bisa saja keburukan yang suatu saat akan meletus dan apa yang kausangka
keburukan ternyata kebaikan yang menyelamatkanmu.
Jenguklah
masa lalumu sekadar saja di saat yang tepat agar kau tidak terseret oleh
siksaan yang tidak kausangka-sangka. Sebagaimana yang dialami oleh istri Lut.
Pada malam-malam buta orang-orang beriman diajak hijrah oleh Lut, sebab negeri
mereka sebentar lagi dihujani batu-batu api dan dibalik tanahnya. Lut merasa
sayang dengan istrinya yang sering berpihak pada kekufuran dan mengajaknya ikut
hijrah. Seperti yang dipesankan oleh Tuhan melalui malaikat, dia pun berpesan
kepada istrinya bila melakukan perjalanan jangan sekali-kali menoleh ke
belakang, meskipun rasa ingin tahu begitu kuat untuk melihat apa yang terjadi.
Begitu pula yang disampaikannya kepada orang-orang beriman. Dan pada malam itu
janji siksa Tuhan benar-benar datang. Lut beserta istri dan orang-orang mukmin
telah meninggalkan negerinya. Malam itu bintang-bintang api jatuh. Suara
berdebum-debum diiringi teriakan kesakitan dan mengerikan. Jeritan dan tangis
penyesalan sudah tidak berarti lagi. Lut menggigit bibir merasa kasihan pada
kaumnya yang tidak mempercayainya. Sedangkan istrinya lupa dengan pesan
suaminya. Dia menoleh ke belakang dan melihat siksaan yang didustakan
benar-benar datang. Dia tertegun dan tertinggal jauh di belakang hingga tanah
yang dipijaknya pun ikut terbalik atau sebongkah batu panas menimpuknya?!
Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dan bantahan.
Maha
suci Tuhan yang menciptakan lupa.
***
Maulana
Jalaludin Rumi mendendangkan wejangan dalam Matsnawi tentang seseorang
yang gemar menaburkan deduri di tengah jalan.
Kata-kata
itu ditujukan bagi orang bebal yang senang dengan makhluk. Dia mempunyai
kebiasaan menanam duri di tengah jalan. Orang-orang yang telah melewati jalan
itu mencaci makinya dan banyak pula yang menyuruh untuk mencabut duri-duri itu,
tetapi ia tidak juga melakukan. Duri-duri yang ditanam itu semakin hari semakin
tumbuh, bahkan telapak kaki manusia dapat mengucurkan darah karena tergores.
Duri-duri itu pula yang merobek pakaian makhluk; sedangkan telapak kaki para
darwisy; alangkah kuatnya menanggung rasa sakit. Seorang bijak memanggilnya dan
berkata, “Cabutlah duri yang kautanam di tengah jalan itu!” Namun, ia menjawab,
“Ya, aku akan mencabutnya pada suatu hari nanti.”
Hari-hari
telah berlalu. Sementara itu ia akan mencabut duri-duri itu besok sehingga
batang duri pun tumbuh menjadi semakin besar.
Orang
bijak berkata lagi padanya, “Wahai yang memungkiri janjinya sendiri, segera
lakukan apa yang kuperintahkan. Jangan biarkan duri-duri itu melukai dirimu
kembali.”
Ia
mengatakan, “Hari-hari itu tengah kita jalani, paman!”
Orang
bijak melanjutkan bicaranya yang sempat disela tadi, “Segera lakukan! Jangan
hanyak berangan-angan untuk menunaikan agama kita.”
Wahai,
kalian yang suka mengutip kata “besok”, ketahuilah bahwa hari dan zaman pasti
berlalu. Pohon duri yang buruk rupa ini akan tumbuh semakin kuat dan ulet; dan
hanya seorang syaikh yang kuat sanggup mencabutnya. Pohon duri itu pun semakin
kuat dan tinggi, sementara yang akan mencabutnya pun bertambah renta dan
ringkih. Pohon duri, setiap hari dan setiap saat, makin menghijau dan elok
dipandang mata. Adapun mencerabut duri makin bertambah susah dan berat. Ia
semakin dewasa sementara dirimu semakin tua, maka segeralah, dan jangan
menyia-siakan waktumu.
Ketahuilah,
semua perilaku buruk dalam dirimu merupakan pohon duri, sementara kalian
mendapatkan tusukan duri-duri di telapak kakimu itu adalah persoalan lain.
Betapa banyak yang terluka karena perilakumu: kau benar-benar tidak mempunyai
perasaan, bahkan sebenarnya dirimu tujuan dari peniadaan. Apabila dirimu
menghadapi orang lain yang terluka karenamu—yang menjauhimu karena perilakumu
yang buruk—kadangkala kau lupakan perbuatanmu; bahkan, kau lalai dari luka yang
terjadi pada dirimu sendiri? Kau adalah azab bagi dirimu sendiri dan semua
orang selainmu.
Ambil
kapak dan tebang pohon duri itu, seperti yang dilakukan orang-orang gagah.
Cabutlah dengan segenap kekuatanmu, seperti yang dilakukan Ali ketika mencabut
pintu Khaibar.
Kalau
saja kau tidak mampu, maka jadikan duri sebagai sahabat bunga mawar dan jadikan
api sebagai sahabat cahaya kekasih. Hingga cahayanya pun menaungi api yang ada
pada dirimu dan menjadikan sarana duri-durimu sebagai taman mawar. Kau seumpama
api neraka Jahim adapun mursyidmu adalah orang mukmin; hanya seorang mukmin
yang mampu membekukan api.
Apa
saja yang kau tanam pasti akan berbuah dan sekaligus mengundang kehadiran
burung prenjak, burung gagak, atau merpati bagimu. Kita telah kembali untuk
memotong jalan lurus dengan benda; kita harus kembali, tuan. Di manakah jalan
kami?
Kami
telah menjelaskan kepadamu, wahai pendengki. Keledaimu telah lepas sementara
rumahmu masih jauh, maka segera berangkat! Tahun telah kehilangan separuh
hari-harinya dan sekarang bukan lagi musim tanam, sehingga hari-hari tersisa
ini hanya berisi muka hitam dan perbuatan buruk. Seekor ulat telah mengeram di
akar pohon jasad, maka suatu keharusan untuk mencabut dan melemparkannya ke
neraka.
Jasad
yang mati tak lebih gumpalan adonan roti—ketika bersahabat dengan ruh—menjadi
hidup, bahkan menjadi mata kehidupan. Kayu bakar yang hitam ketika bersahabat
dengan api—akan melenyapkan warna hitamnya dan menyulapnya—menjadi
cercah-cercah cahaya. Bangkai keledai—ketika jatuh di gugusan bintang yang
terang—akan terselungsungi dari kekeledaian dan terhalalkan jasadnya. Sibghatallah menjadi bejana warna wahdaniyah.
Berbagai warna di dalamnya menjadi warna tunggal. Apabila ada seseorang berada
di dalam bejana itu dan kau katakan, “berdirilah”, maka ia akan menjawabmu
dengan suara genderang, “aku adalah wadah maka jangan mencaciku.” Ungkapannya
“aku adalah wadah” merupakan esensi pernyataan “aku adalah Kebenaran”. Apakah
selain besi dapat mengambil warna api untuk dirinya? Warna besi terhapus dalam
warna api. Besi seakan-akan dalam kebisuan menampakkan kesenangan dengan sifat
api. Saat ia telah menjadi—dalam warna bara merah—seumpama emas berpijar, maka
ia merasa bahagia seraya menyatakan tanpa lisan, “akulah api!”
Aku adalah api.
Kalau kau ragu maka ulurkan tanganmu ke tubuhku.
Aku adalah api.
Kalau kau sama denganku maka tempelkan wajahmu pada
wajahku.
Seorang
manusia ketika meminjam cahaya dari Allah menjadi sandaran; para malaikat sujud
kepadanya karena Allah telah mengijabahinya. Begitu pula ia menjadi sandaran
bersujud manusia; ketika ia telah memurnikan ruhnya dari keraguan dan tirani,
seperti malaikat.
Apakah
api?
Apakah
besi?
Tutup
kedua bibirmu dan jangan banggakan jenggot karena mirip dengan kaum berjenggot.
Jangan langkahkan kaki ke laut dan kurangi bicaramu tentang laut. Berdirilah di
pantai dalam keadaan diam demi menjaga kedua bibirmu dari kebingungan.
Hati
adalah telaga yang terhijab, karena itu ia memiliki cara rahasia menuju laut.
Penyucianmu yang terbatas membutuhkan kurun waktu; jika tidak, maka hitungan
akan bertentangan dengan sedekah.
Perang
Melawan Ketidaksetiaan
Pernahkah
kaudengar bunyi genderang perang bertalu-talu mengobarkan semangat perang para
prajurit yang sudah berhadap-hadapan? Jangan jauh-jauh membayangkan medan-medan
perang yang pernah kauketahui, tetapi simaklah gejolak hatimu yang serupa
dengan medan
perang itu. Segumpal hati menjelma kelir pewayangan di mana pementasan para
wayang berlangsung; dalang selalu bercerita tentang perang yang menggetarkan
hati manusia, sebab pahlawan masih disanjung di mana-mana.
Di
depan kelir terlihat puluhan wayang berderet di samping kiri dan kanan.
Masing-masing telah menduduki tempatnya bersama para sekutunya. Mereka telah
siap bertempur.
Begitulah
yang berlangsung di dalam hati setiap manusia. Ketika usia akil balig sudah
menjelang, maka genderang perang sudah ditabuh. Prajurit yang dititipkan Tuhan
dalam hati berhadapan dengan prajurit yang lahir dari keinginan jasadiah.
Pasukan ruh bertempur melawan pasukan jasad; betapa pelik susunan prajurit itu
bila harus diceritakan satu persatu dan cukuplah dua kelompok besar yang
disebutkan.
Kisah
tentang perang tidak pernah selesai, sebab satu medan perang terkuasai berarti gerbang medan berikutnya telah
terbuka. Pasukan tidak pernah berhenti dari perang dan perang. Sejenak dapat
istirahat di waktu kumandang adzan untuk menunaikan shalat; begitulah yang
tersirat dalam sabda sang nabi: "Wahai Bilal, istirahatkanlah kami
dengan kumandang adzanmu" atau "Kerangkeng Dajjal akan menguat
kembali ketika adzan berkumandang."
Jangan
berbangga diri dengan kemenangan atas pasukan jasad ketika adzan berkumandang,
sebab kau ternyata bersekutu dengan pasukan jasad sehingga kumandang adzan
hanya sekilas suara yang melintas di telingamu. Bila adzan berkumandang dan
suaranya tidak memanggilmu berarti kau sedang berada di tengah-tengah pasukan
jasad, maka bersegeralah mengambil air wudhu. Namun bila sebelum kumandang
adzan kau telah berada di rumah Tuhan, maka beristirahatlah sejenak untuk
bercengkerama dengan kekasihmu dan prajurit-prajuritnya.
Seribu
medan perang
mesti dikuasai dan dilalui hingga berhasil mencapai gerbang terakhir tempat
pertemuan dengan kekasihmu. Waspadalah, prajurit-prajurit yang telah
kaukalahkan tidak berarti mereka punah dan tidak membalaskan kekalahannya.
Mereka mati suri kemudian menunggu kelemahanmu sambil berancang-ancang
menyerangmu dan merebut kembali kekuasaannya yang hilang. Begitulah, satu pintu
gerbang terbuka tidak serta merta mengantarkanmu ke pintu gerbang selanjutnya,
sebab prajurit di medan
perang pertama mungkin saja melihat kelengahanmu kemudian menyerangmu dan
mengalahkanmu hingga kau pun tertawan di medan
perang pertama, padahal hampir saja kaukuasai seratus medan pertempuan.
Akan
tetapi, karunia kekasih di luar jangkauan pikiran manusia. Kadang sekali saja
kaukalahkan prajurit di medan
pertempuran seketika itu pula sembilan ratus medan pertempuran terkuasai. Karunia itu
sangat luar biasa dan tidak diberikan kepada orang-orang yang sombong dan tidak
pantas mendapatkannya. Sayang sekali, kau tidak termasuk orang yang mendapatkan
karunia itu.
Lupakah
kau pada kisah Thariq sang penakluk? Dia membakar kapal-kapal perangnya setelah
para prajuritnya mendarat di pulau itu. Kemudian dia berkhutbah lantang,
"Kapal di belakang telah kita hancurkan dan kita tidak mungkin pulang
kembali. Sementara itu, di depan kita adalah musuh yang menghalangi langkah
kita. Mundur ke belakang berarti kematian dan kutukan anak cucu kita, sedangkan
maju ke depan adalah kemenangan dan senandung pujian anak cucu kita. Maka,
hanya satu pilihan: maju dan meraih kemenangan."
Thariq
mengambil keputusan seperti itu karena dia belajar berkali-kali dari sejarah.
Sang Nabi bersabda, “Seorang mukmin tidak akan terperosok ke dalam lubang
sebanyak dua kali apalagi berkali-kali.” Satu lubang kesalahan yang sama
dan berkali-kali dimasuki, akan menjadi rutinitas yang sukar diubah.
***
Tidak
ada yang lebih menyengsarakan selain bayang-bayang prasangka. Prasangka tidak
lebih bayangan yang diciptakan oleh pikiran atau nafsu dan sering tidak
menemukan pijakan kenyataan. Anehnya, prasangka selalu tampak sebagai yang
terbaik dari keyakinan. Padahal, “jauhilah prasangka karena prasangka adalah
berita paling dusta.” Bergulat dengan prasangka adalah bergulat dengan
bayang-bayang atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada namun kita paksakan
keberadaannya. Buanglah prasangka ke ketiadaan dan dia akan pulang seraya
melambaikan tangan dengan ucapan selamat kepadamu.
Prasangka
tidak lebih dari singa lapar yang menerkam orang yang berprasangka, seperti
kisah Nabi Isa dengan muridnya. Nabi Isa memiliki mantra penghidup tulang
belulang tidak dapat diragukan lagi. Beberapa kali muridnya telah menyaksikan
secara langsung mukjizat itu. Kemudian terbersit di hatinya untuk memiliki
mantra tersebut. Dia berkata kepada Nabi Isa, "Wahai guru, semua ilmu
telah kautunjukkan kepada kami. Namun, mengapa mantra penghidup tulang belulang
belum kauajarkan kepada kami."
"Kamu
tidak sanggup menguasainya," jawab Nabi Isa.
"Aku
yakin bukan itu jawabannya," kata murid memasang jerat. "Kau tentu
tidak mau mengajarkannya sebab kami akan menandingimu."
Nabi
Isa memberikan pemahaman bahwa muridnya tidak pantas memiliki mantra tersebut,
sebab pengetahuannya tidak mencukupi. Akan tetapi, murid itu terus mendesak
sehingga Nabi Isa pun mengalah dan mengajarkannya. Murid itu sangat kegirangan
dan merasa telah setanding dengan gurunya. Dia mengembara ke padang pasir untuk membuktikan mukjizat
mantra barunya itu. Maka, betapa senangnya dia menemukan tulang belulang
berserakan di atas batu. Dia mengumpulkan tulang belulang itu dan membayangkan
pemiliknya akan berterimakasih banyak telah dihidupkan kembali.
Kemudian
dia melafalkan mantranya dengan hikmat. Sesaat kemudian tulang belulang itu
dibalut dengan daging dan berubah sempurna menjadi seekor singa besar yang
mengaum keras. Rupanya, singa tersebut mati kelaparan di atas batu. Dan betapa
senangnya dia melihat mangsa di hadapannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi,
singa itu menerkam murid Nabi Isa yang menghidupkannya kembali.
***
Kalau
kaupercaya pada hati, tengoklah kedalamannya agar kaulihat kehendakmu yang
sebenarnya. Pada saat tertentu kau mesti menutup mata dari kelebat benda-benda
materi yang berubah bentuk menjadi pemenuh kebutuhan; di mana besi berubah
menjadi kendaraan menggiurkan, pepohonan dan bebatuan menjelma rumah, dan
tanaman-tanaman kebunmu sendiri dibungkus kemewahan. Benda-benda telah diubah
dan para pengubahnya telah menahbiskan untuk menukarnya dengan hasil
keringatmu; secara meyakinkan mereka menyatakan bahwa manusia memerlukannya
namun tidak serta merta kau membutuhkannya. Petiklah buah di kebunmu dan
makanlah hingga kenyang kemudian berangkatlah ke toko-toko lantas tanyakan pada
perutmu apakah lagi yang masih dikehendakinya? Dia akan menyimpannya untuk esok
dan esok hingga tanpa sadar kau telah membuat busuk makanan yang masih dapat
dinikmati oleh orang yang memerlukannya.
Tataplah
hatimu dengan teliti hingga kaulihat penghuni hatimu yang sejati bersinggasana
di sana ;
semesta tidak sanggup menggapai-Nya sementara Dia leluasa meraih semesta.
“Apabila seorang hamba berdekat-akrab dengan-Ku, maka tangannya adalah
tangan-Ku, penglihatannya adalah penglihatan-Ku, pendengarannya adalah
pendengaran-Ku. Aku menjadi wakilnya paling dekat.”
Kaudengar
ratapan cacian mengenai sunyi sebagai rumah para kekasih penguasa hati? Mereka
mencaci karena dengki tak memiliki sunyi sebagai tempat berpulang. Mereka
mengembara ke mana-mana seraya berseru tentang nasib dan kenyataan yang mereka
lihat dan bukan yang tidak mereka lihat. Mereka mengutuk kesunyian seraya
berbisik di manakah kesunyian itu? Mereka berperang melawan senjata-senjata
yang diasah di batu gerinda setan. Aduhai, setan telah menjelma menjadi seorang
dalang yang lihai. Dia mengadu domba wayang-wayang yang menjadi sekutunya agar
menafikan dirinya, namun bersegera mempersekutukan para tentaranya untuk
menentang para kekasih penguasa hati.
Hati-hatilah
dengan kebencianmu, sebab hal itu dapat menjadi cermin di mana kau sedang
berpihak. Bila kebencianmu pada kekasih penguasa hati berarti kau sedang
bersekutu dengan setan dan Iblis, sama ketika kecintaanmu terletak pada
benda-benda pusaka setan maka kau adalah musuh bagi kekasih penguasa hati.
Tidak,
belum waktunya kuungkapkan perilaku seorang yang dekat dengan penguasa hati,
sebab hatimu masih kotor untuk mengkajinya. Alih-alih berguru dan bercermin,
kau justru menjebakkan diri untuk menilai orang lain dan mengatakan dia adalah
teman atau musuh setan kemudian kaulupakan dirimu sendiri. Selamatkan dirimu
sebelum kau terhina dan dihinakan. Kelak di kemudian hari kauhadapi hari
pengadilan sendiri-sendiri. Orang-orang yang selama di dunia kauanggap teman
atau musuh setan pun tidak kauketahui kedudukannya di hari itu.
Di
sini mari bergabung demi keselamatan bersama di alam nanti. Biarkan orang-orang
mencaci dan memakimu sebanyak perbendaharaan kata yang mereka miliki. Selama
kau aman dari perilaku dan kejahatan mereka, biarkan mereka menghirup nafas
pinjaman Pencipta.
Namun,
sekali saja mereka mengganggu keyakinan, keluarga, dan nyawamu; maka, tidak ada
yang mencegahmu untuk membela diri. Lawanlah perampas kebebasan beragama yang
menghinakan Penciptamu; perangilah mereka yang menerjang kehormatan keluargamu;
kembalikan harga dirimu yang dirampas hingga cangkul bertanimu bila direnggut
orang maka kau berhak untuk menuntut dan mengambilnya; sebab dari situlah
keberlangsungan kehidupan dan tanggungjawabmu sebagai manusia yang berakal.
Kesabaran
dalam keadaan-keadaan itu adalah kesabaran anjing pengecut. Ketahui dan jagalah
hakmu sebagai hamba Pencipta dan bukan hamba sesamamu. Ketahui dan lakukan
kewajibanmu sebagai hamba pencipta dan bukan budak sesamamu. Belajarlah
mengukur kekuatan musuhmu agar kautahu kelemahanmu dan belajarlah kelemahan
musuhmu agar kautahu kekuatanmu.
Waspadalah
terhadap kata-kata lembut cerdik cendikia. Mereka menghabiskan umurnya untuk
belajar mengelabui orang-orang yang bekerja keras. Mereka ingin mencicipi dan
bahkan mereguk keringatmu yang akan kautimbangkan dengan air dan tanah; air di
mana dengannya kausambungkan nafas kehidupanmu dan tanah adalah rumah tempat
asalmu. Mereka mengenakan pakaian paling mewah dengan tangan membelai rambutmu
sambil menangis meratapi nasibmu, namun di baliknya mereka mengemis cucuran
keringatmu seraya mengikatkan temali yang hanya dikenali oleh sesamanya.
Malangnya, kau bangga dengan belaian yang lembut itu dan tanpa sadar
mempersembahkan semua keringatmu dalam guci yang paling indah dan kaubiarkan
anak-anakmu menangis kelaparan.
Haruskah
kukatakan bahwa seorang petani yang dirampas tanah atau cangkul atau alat
bajaknya harus mempertahankan haknya, sebagaimana dia berhak untuk
mempertahankan kehidupan demi tanggung jawab di hadapan Pencipta? Seharusnya
kukatakan seperti itu. Bila mereka meninggal dalam mempertahankan haknya maka
aku tak segan-segan menyebutnya sebagai syahid; syahid atas tanggung jawab
sebagai manusia yang bekerja salih, syahid atas kemungkaran yang terjadi pada
dirinya, dan syahid atas kebenaran yang dilakukannya.
***
Kemudian,
pendapatan yang kauperoleh dan kaumasukkan ke dalam mulutmu adalah mengandung
hak-hak alam semesta. Hak semesta adalah membagikannya kepada sesama makhluk atau
orang yang membutuhkannya.
Kaukelola
semesta untuk mendapatkan hasilnya, padahal semesta tidak tercipta untukmu
seorangan. Orang-orang di sekitarmu juga berhak memperolehnya. Hanya saja
mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengelolanya. Maka, berendah
hatilah untuk memberikan pendapatan yang paling kaucintai kepada yang berhak.
Sisihkan hak mereka. Selain itu, berikan kemewahan yang kausandang agar tidak
melalaikan dirimu pada kematian. Dan jangan sekali-kali memberikan makananmu
hari ini agar kau tidak menghinakan dirimu sendiri sebagai peminta-minta.
Pemberian
kepada orang-orang yang berhak menerimanya adalah sedekah bagi keselamatan di
dunia dan alam nanti. Sedangkan, pemberian kepada orang yang lebih mampu adalah
bentuk kesombongan. Bagi orang yang memerlukan, sebungkus nasi adalah pemberian
yang mengharukan dan tidak akan terlupakan sepanjang usianya. Sedangkan bagi
orang yang mampu adalah penghinaan, sebab dia merasa mampu mendapatkannya
dengan kekayaannya dan bukan melalui pemberian.
Wahai
para pekerja keras berhati dermawan, ambillah kekayaan semesta agar dapat
dimanfaatkan sebanyak orang yang mampu memanfaatkannya. Wahai orang-orang
kikir, hentikan keserakahanmu sebelum murka dan laknat Pencipta semesta
menimpamu.
Wahai
pecinta yang menelisik hatinya, bertanyalah siapakah hamba Penyayang dan Sang
Maha Penyayang pun memberikan jawaban:
Dan
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
Dan
orang yang menghabiskan malam dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
Dan orang-orang yang berkata: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami,
jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang
kekal". Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat
kediaman.
Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian.
Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan
orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat
kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan
orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu
dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah,
mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. Dan
orang-orang yang berkata: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka
itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena
kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di
dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan
tempat kediaman. (QS.
al-Furqan: 63-76)
Sayang
sekali, kau justru termasuk orang-orang yang diajak bicara oleh kalimat
sesudahnya: Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): Tuhanku tidak
mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu
beribadah kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu
kelak (azab) pasti (menimpamu)". (QS. al-Furqan: 77)
Maha
suci Allah dari segala macam prasangka makhluknya.
Cinta dan Kebebasan
Kebebasan
bagaikan ruangan maha luas tanpa batas. Di sana segala keinginan dapat terlaksana dan
tercapai. Seorang yang merindukan kebebasan seakan benar-benar tanpa pengaruh
orang lain dapat melakukan apa saja yang diinginkannya. Begitulah, kebebasan
adalah cakrawala tempat menyematkan impian dan angan-angan.
Sebenarnya,
seorang manusia yang merindukan kebebasan tidak lebih seorang yang menghendaki
ikatan-ikatan baru. Norma-norma dan aturan yang selama ini dirasa mengekangnya
dianggap lapuk dan tidak sesuai dengan keinginannya kemudian ia hendak
menggantinya dengan norma-norma baru. Kebebasan sendiri tidak ada. Sebab,
ketika seseorang menjelaskan kebebasan yang dimaksudkannya berarti dia telah
membatasi diri dan memasuki ruang aturan baru. Dia keluar dari satu ruang untuk
menuju ruang lain. Peristiwa itu akan berulang terus-menerus hingga dia
menemukan aturan-aturan yang sesuai dengan dirinya; pernyataan
"aturan-aturan yang sesuai dengan dirinya" mesti dipertanyakan
berulang-ulang karena tidak ada seorang pun yang lahir ke dunia kemudian
membuat ketentuan hukum yang akan menjadi aturan bagi dirinya.
Aturan
dan hukum merupakan ketentuan yang dapat kausebut membatasi dirimu, namun dapat
pula kaukatakan penyelamat dirimu. Hukum secara lahiriah adalah kontrak
perjanjian antara seseorang dengan yang lain agar tidak saling melanggar hak.
Maka, seorang pelanggar hukum berhak mendapat hukuman sebagai balasan atas
kesalahannya.
Ketika
kaubunuh seseorang tentu kau mesti dibunuh sebagai balasan yang setimpal.
Ketika kau membunuh seseorang berarti kau berhutang nyawa, menelantarkan
orang-orang yang menjadi tanggungan terbunuh, menciptakan dendam di hati
mereka, dan menciptakan ketakutan bagi orang-orang selainmu, lantas apa yang
pantas membuat orang-orang itu aman selain kematianmu?
Ketika
kauambil hak milik orang lain yang didapatkannya secara susah payah hukuman
yang lebih pantas adalah potong tangan. Cacat fisikmu sebagai pertanda atas
perbuatan yang kaulakukan. Perbuatan mencuri sendiri adalah penyakit yang
sering kambuh bila kesempatan muncul. Sekali kata maaf diberikan maka seribu
pencurian akan terjadi; lantas apakah yang pantas dijadikan hukuman atas
seorang yang melakukan korupsi, merampas hak orang lain, mengambil upah yang
menjadi hak bagi buruhnya, dan berbagai bentuk pengambilan hak orang lain lagi.
Ketika
kau berzina berarti kaurenggut kehormatan keluarga lain dan sepantasnya rajam
bagi yang menikah dan cambukan beserta pengusiran bagi yang belum menikah.
Masihkah kauragukan bahwa kesaksian peristiwa zina adalah kesaksian yang
muskil; empat orang secara bersama-sama melihat langsung peristiwa
tersebut—kecuali pada perbuatan zina yang dilakukan secara sengaja—sebab
seorang pezina pun merasa berdosa sehingga melakukan perbuatannya seraya
sembunyi-sembunyi dan sedapat mungkin tidak dilihat oleh orang lain. Karena
itu, hukuman rajam hanya terjadi bila pelakunya mengakui. Di kemudian hari
adakah anak-anak hasil perzinaan tidak bangga bila menyatakan, "orang
tuaku bukan pengecut dengan mengaku sebagai pendosa."
Nabi
Muhammad didatangi oleh seorang wanita dalam keadaan hamil yang mengaku telah
berbuat zina dan meminta hukuman atas dirinya. "Pergilah, tunggulah janin
dalam kandunganmu lahir," sabda Rasulullah saw. Beliau tidak membunuh
nyawa yang dikandung wanita itu, meskipun jelas-jelas anak haram. Setelah
melahirkan wanita tersebut datang lagi dan Rasulullah saw. bersabda,
"Tunggulah hingga selesai masa menyusui." Kejamkah hukum yang
mengizinkan seorang ibu menyusui anaknya dan menunda hukumannya; barangkali
juga wanita itu berpikir ulang bila melihat anaknya dewasa dan tidak ada yang
dapat menjatuhkan hukuman rajam bila dia mencabut kesaksiannya sementara empat
orang saksi tidak pernah hadir. Dua tahun kemudian wanita itu datang lagi dan
Rasulullah saw. menanyakan berkali-kali kebenarannya, hingga beliau tidak
mendapatkan jalan lain selain melaksanakan hukuman tersebut.
"Adakah
di antara kalian yang tidak berdosa sehingga pantas memulai pelaksanakan
hukuman rajam ini?" tanya Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Begitu
berat pelaksanaan hukuman, sebab pelaku hukuman memiliki banyak tanggungan.
Kisah itu sangat berbeda dengan kisah seorang syaikh ternama dan terkenal
zuhudnya di masa salah satu khilafah Bani Umayyah. Khalifah telah melakukan
pelanggaran hukum yang sangat besar, yaitu berhubungan badan dengan salah
seorang selirnya di bulan ramadhan. Khalifah menyesali perbuatannya dan ingin
menghukum dirinya. Maka, dia mengumpulkan semua alim ulama di ibukota untuk
mengemukakan hukuman yang harus dijalaninya. Adalah syekh Fulan yang dikenal
zuhud dan paling tua sehingga para ulama mengangkatnya sebagai juru bicara.
Pada
hari yang disepakati semua ulama hadir dan khalifah pun mengajukan pertanyaan
perihal hukumannya. Syekh Fulan segera menjawab dengan tegas, "Hukuman
bagi khalifah adalah puasa dua bulan berturut-turut."
"Apakah
tidak ada hukuman yang lain yang lebih ringan?" tanya Khalifah.
"Tidak
ada sama sekali," jawab Syekh. "Terserah Khalifah melaksanakannya
sebagai bentuk ketaatan seorang muslim atau Khalifah meninggalkannya. Kami
hanya memberitahu."
Keputusan
itu tentu sangat mengagetkan para ulama yang lain. Sebab, dalam pengetahuan
mereka hukuman bagi pelanggaran hukum demikian ada tiga tingkatan; melakukan
puasa dua bulan berturut-turut, memerdekakan seorang budak, dan memberi makan
enampuluh fakir miskin. Maka, begitu Khalifah mengizinkan mereka keluar dari
balairung istana, mereka segera mengajukan pertanyaan kepada syekh.
"Mengenai
hukuman memberi makan enampuluh orang fakir miskin," kata Syekh
menjelaskan, "bukan persoalan yang berat bagi Khalifah. Dia dapat
mengundang seribu orang fakir miskin dan memberinya makan sebulan
berturut-turut. Begitu pula dengan hukuman memerdekakan budak adalah hukuman
sepele, sebab Khalifah dapat memerdekakan seratus budak sekaligus. Sedangkan
puasa dua bulan berturut-turut tentu sangat berat bagi Khalifah, sehingga dia
berpikir berulang kali untuk melanggar hukum Allah tersebut."
Secara
diam-diam orang-orang bertanya tentang hukuman yang pantas bagi seorang
koruptor dan penyeleweng kekuasaan, maka dengan rendah hati kusejajarkan dengan
perampokan yang meniscayakan hukuman kematian. Bukankah seorang penguasa dengan
kekuasaannya sangat menakutkan, sehingga Sayyidina Ali menyatakan:
"Kebenaran yang tidak tertata secara sistemik dan terencana akan kalah dengan
kesesatan yang tertata secara sistemik dan terencana."
***
Aku
sengaja menjelaskan sekilas saja mengenai hukum dengan sebuah pertanyaan:
percayakah kau pada hukum Penciptamu atau hukum buatan manusia?
Penciptamu
memahami apa yang menjadi kebutuhan asasimu, manusia-manusia menciptakan hukum
sejauh mana mereka memahami kemaslahatan; dan yang lebih parah lagi adalah
banyak manusia yang menciptakan hukum untuk melanggengkan kekuasaannya
menguasai orang lain, atau menciptakan hukum agar kekayaannya tidak digerogoti
orang lain dan dia sepuasnya mengeruk kekayaan orang lain, atau dia aman
melakukan apa saja tanpa ada yang menyatakannya sebagai pelanggar hukum sebab
sebelumnya dia telah membuat undang-undangnya. Hanya pencipta yang terbebas
dari keinginan-keinginan sesaat yang menciptakan hukum benar-benar demi
kemaslahatan manusia. Apakah yang menjadi kepentingan Pencipta selain
membebaskan ciptaan-Nya dari kehancuran?
Bernaunglah
di bawah bayangan payung hukum Penciptamu dan patuhlah pada para kekasihnya
agar kau selamat. Seorang nabi menyatakan, "Carilah kolong langit yang
tidak diciptakan oleh Sang maha Pencipta bila kau tidak berhukum pada
hukumnya."
***
Berhadapan
dengan hukum manusia adalah berhadapan dengan kepentingan-kepentingan, sehingga
kau mesti banyak belajar tentang manusia dan kepentingannya. Bertanyalah kepada
ahlinya dan kau pun akan menemukan jawaban yang lebih tepat.
Sedangkan
berhadapan dengan hukum ketentuan Pencipta, maka kerjakan semampu kekuatan dan
jangan menentangnya meskipun sekadar dalam niatan. Berdoalah seperti yang
diajarkan oleh-Nya: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah
Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang
tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah
kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang
kafir".
Kukutipkan
juga senandung doa yang diajarkan Sayyidina Ali kepada Kumail:
Aduhai
Tuhanku Pelindungku, Engkau panggulkan hukum di atas pundakku tetapi aku justru
mengikuti keinginan hawa nafsuku. Aku tidak waspada dan berhati-hati terhadap
tipuan setan dalam keindahan hawa nafsuku, sehingga aku pun tergelincir dalam
dorongan hasratku; maka, berlakulah ketentuan hukum atas diriku ketika
kulanggar batas hukum yang Engkau tentukan padaku dan kutentang beberapa
perintah-Mu.
Akan
tetapi, kusenandungkan segenap pepujian kepada-Mu dalam segala hal. Tidak ada
alasan bagiku untuk menentang ketentuan-Mu, begitu pula dengan hukum dan
ujianmu.
Kini
aku datang mengahadap-Mu, wahai Tuhanku, dengan segala kekurangan dan sikap
berlebihanku mengikuti nafsu. Kusampaikan kepada-Mu pengakuan dan penyesalanku.
Dengan hati yang hancur luluh kuberanikan menghadap-Mu. Berbekal permohonan
ampun dan kepasrahan diri. Segenap kerendahan hati kuakui nistaku. Aku tidak
dapat melarikan diri ke kolong langit yang bukan ciptaan-Mu dan kuserahkan
urusanku. Hanya kepada-Mu kupersembahkan urusanku dan masukkanlah aku ke dalam
keluasan semesta kasih sayangmu.
Ya
Allah, terimalah pengakuanku. Kasihanilah atas beratnya derita yang kusandang
dan lepaskanlah aku dari belenggu yang mengikatku.
Ya
Allah, kasihanilah kelemahan badanku, ketipisan kulitku, kerapuhan tulangku.
Aduhai
yang mula-mula menciptaku, menyebut namaku, mendidikku, memperlakukanku dengan
baik, dan memberiku kehidupan. Karena kemuliaan yang Engkau berikan di
permulaan dan kebaikan-Mu yang terdahulu, maka berikanlah karunia-Mu.
Ya
Allah Tuan dan Pemeliharaku, tegakah Engkau menyiksaku dengan api nerakamu
setelah aku mengesakan-Mu?
Belajar
dengan Cinta
Seorang wanita India mengadu kepada Mahatma Ghandi,
pemimpin bangsa India
yang agung.
"Mahatma," kata wanita itu. "Anakku senang
sekali dengan manisan, sampai-sampai uang belanja kebutuhan lain berkurang
karena untuk memenuhi kesenangannya itu. Saya sudah bosan melarangnya, namun
dia sama sekali tidak peduli. Karena itu, saya minta Mahatma
menasehatinya."
Ghandi mengangguk-angguk tanda mengerti seraya memandang
anak di hadapannya. Dia mengatakan, "Datanglah minggu depan. Barangkali
saya dapat menasehatinya."
Seminggu kemudian wanita itu datang kembali bersama
anaknya. Mahatma Ghandi belum memberikan sarannya, tapi menyuruhnya datang
kembali dua minggu kemudian. Pada hari yang dijanjikan wanita itu datang
kembali. Mahatma Ghandi tampak berseri-seri dan mengelus kepala anak yang suka
manisan itu. Dia meminta anak itu meninggalkan kesenangannya, sebab manisan
menimbulkan banyak keburukan baginya.
"Terimakasih, Mahatma," kata wanita itu seraya
mengajak anaknya pulang.
Sesampainya di rumah, anak wanita itu tidak mau lagi makan
manisan. Wanita itu pura-pura membujuknya dan anak itu tetap pada pendiriannya.
Wanita itu heran, bagaimana anaknya dapat menaati Mahatma Ghandi padahal dia
dinasehati hanya sekali saja sedangkan dia yang menasehatinya berkali-kali
tidak pernah dihiraukan.
Keesokan harinya dia mendatangi Mahatma Ghandi sendirian
dan menanyakan bagaimana dia ditaati oleh anaknya.
"Ketika Anda datang kemari," kata Mahatma Ghandi,
"Saya sedang senang-senangnya dengan manisan. Saya memberi tempo kepada
Anda dengan harapan saya dapat meninggalkan kebiasaan itu. Ternyata, seminggu
tidak cukup sehingga saya meminta tempo kembali. Pada hari itu saya benar-benar
terlepas dari ketergantungan pada manisan."
Seorang pendidik yang mendidik dengan cinta adalah dia yang
mengajar dengan hati, sebab dia telah mengalami dan benar-benar memahaminya.
Bahkan, perbedaan antara seorang guru adalah pengalaman dan pemahaman. Kemudian
meluas menjadi perilaku, kewibawaan, dan kecakapan mengajar. Seorang pendidik
yang arif mesti memahami tujuan mengajar, apa yang diajarkan, dan cara mengajar
seorang murid.
Sebagaimana dalam
kisah lain mengenai seorang petani dengan anak-anaknya yang malas. Petani itu
adalah seorang pekerja keras dan berhati dermawan. Akan tetapi, kedua sifat itu
sama sekali tidak dimiliki oleh anak-anaknya. Mereka adalah anak-anak yang
malas dan kikir. Pada hari-hari tuanya, petani itu merasa risau dengan
sifat-sifat anaknya. Selama bertahun-tahun dia merenungkan bagaimana cara yang
tepat untuk mendidik anaknya. Maka, ketika dalam keadaan sakit-sakitan dan
umurnya semakin dekat, dia mengudang anak-anaknya. Dia berwasiat, "Aku
meninggalkan batangan emas di sawah kita. Aku sendiri lupa di mana tepatnya.
Tetapi, kalian dapat mencarinya di dalam sawah kita."
Beberapa lama setelah petani itu meninggal, mereka
bersama-sama ke sawah dan menggalinya dari satu sudut ke sudut lain. Meskipun
sangat letih dan hampir putus asa, mereka tetap menggali sebab tabungan mereka
benar-benar menipis. Namun, selama berminggu-minggu mereka menggali tetap saja
tidak menemukan emasnya.
Salah seorang dari mereka memberikan usul, "Daripada
kita membiarkan saja tanah galian ini, lebih baik kita menanaminya. Hasilnya
untuk persiapan sebelum harta warisan kita benar-benar habis."
"Lalu bagaimana dengan emasnya?" Tanya yang lain.
"Kita tidak tahu seberapa dalam emas itu ditanam dan
di mana letaknya. Saya setuju untuk menanaminya sekaligus kita bisa
beristirahat."
Mereka menanam gandum, merawat, dan tidak sia-sia ketika
menghasilkan panen yang melimpah. Mereka menjualnya dan mereka menikmati
kesejahteraan pada tahun itu.
Ketika masa panen telah usai, anak-anak petani itu
memikirkan kembali tentang batangan emas yang tertimbun. Kemudian mereka
menggali sawah kembali, menanam gandum, dan memanennya dengan hasil yang masih
melimpah ruah.
Setelah beberapa tahun menggali dan menanam gandum, mereka
pun terbiasa bekerja keras. Mereka pun mengerti tentang perputaran musim yang
tidak mereka pahami sebelumnya. Mereka baru menyadari cara ayah mereka membuat
mereka menjadi pekerja keras. Mereka telah berkeluarga dan menjadi
petani-petani yang jujur dan sukses. Mereka memiliki kekayaan yang lebih dari
cukup, bahkan lebih baik dari batangan emas yang dijanjikan oleh ayah mereka.
Perubahan sikap atau sifat bukan persoalan yang sulit,
meskipun tidak dapat dikatakan mudah. Dalam kisah berikut pernyataan tersebut
mendapatkan pembenaran.
Seorang Syekh Sufi terkemuka mendapatkan pengaduhan dari
tetangganya mengenai sifat salah seorang dari mereka yang sering membuat resah.
Tetangga tersebut seorang yang kaya raya, namun terkenal dengan kekikiran dan
sikapnya yang tidak ramah kepada siapa pun. Mereka sudah merelakannya untuk
kehilangan tetangganya tersebut.
Syekh Sufi menjanjikan untuk menangani persoalan tersebut.
Keesokan harinya dia menemui tetangga tersebut. Tetangga yang dibenci
masyarakat itu menyambutnya dengan ogah-ogahan.
Syekh tidak menghiraukan sikapnya. Dia bersikap sopan
layaknya seorang tamu. Dia mengatakan, "Kita ini hidup bertetangga. Kita
mesti berbuat baik kepada mereka. Kemarin tetangga-tetangga kita berjunjung ke
rumahku dan mengaduhkan persoalan anda."
"Apa yang mereka adukan?" Tanya tetangga itu.
"Mereka sayang kepada Anda dan meminta Anda untuk
mengubah sikap yang kurang tepat dalam hidup bertetangga."
"Syekh, Anda tidak perlu banyak basa-basi. Katakan saja
apa yang mereka keluhkan."
Syekh Sufi itu tersenyum kemudian mengatakan, "Anda
terlalu menyintai harta benda Anda sehingga anda merasa berat untuk
mengeluarkannya demi kepentingan orang lain."
"Itu urusan saya," jawab tetangga kikir itu.
"Saya sudah bekerja keras untuk mendapatkannya dan saya tidak akan
mengeluarkannya secara cuma-cuma. Lalu apa lagi?"
"Kalau Anda bersikukuh tidak mau mengubah sikap Anda,
para tetangga kita merelakan Anda untuk meninggalkan tempat ini."
"Rumah ini rumah saya. Saya tidak akan
meninggalkannya."
"Saya akan membelinya," jawab Syekh lembut.
"Saya tidak akan menjualnya!"
Merasa tidak ada gunanya lagi berlama-lama di rumah itu,
Syekh pun berpamitan pulang. Dia terus merenung semalaman untuk menghindarkan
para tetangganya dari perilaku buruk tetangganya itu.
Maka, pada malam berikutnya dia mendatangi tetangga itu
yang disambut dengan muka masam dan kata-kata kurang enak, "Syekh datang
kemari untuk mengatakan hal yang sama dengan kemarin? Lebih baik Syekh segera
pulang, sebab tidak ada gunanya lagi. Meskipun Syekh datang berkali-kali
meminta saya untuk pindah dari sini, saya tidak akan mengabulkannya."
"Tidak," jawab Syekh dengan lembut. "Saya
kemari hanya meminta maaf atas perilaku saya kemarin. Sekarang saya mohon
pamit."
Tetangga itu heran melihat sikap Syekh. "Tunggu,"
katanya. "Mengapa Syekh berubah pikiran seperti ini?"
Syekh Sufi itu memperhatikannya. "Semalam saya
bermimpi ditemui oleh seseorang yang tidak saya kenal. Saya mengadukan perihal
Anda kepadanya, namun dia justru menyuruh saya membiarkan Anda tetap tinggal di
tempat ini sebab Anda adalah salah seorang kekasih Allah."
Kemudian Syekh itu pun benar-benar meninggalkan rumahnya.
Beberapa hari kemudian tetangga itu mendatangi Syekh dan menyerahkan kunci
rumahnya. Dia mengatakan, "Saya menyerahkan kunci rumah saya untuk
dimanfaatkan tetangga kita. Saya akan meninggalkannya tanpa ganti sedikit pun.
Saya merasa malu kepada Allah, bagaimana saya yang bersifat demikian dinyatakan
sebagai kekasih Allah."
Beberapa tahun kemudian Syekh Sufi bertemu lagi dengannya
ketika sedang menunaikan ibadah haji. Tetangga itu meninggal dunia di sana dengan cara yang
sangat mulia.
Perjalanan
Cinta Mencari Tuhan
Sekiranya saja aku mampu menulis sajak atau kisah yang
paling tepat untuk menggambarkan perjalanan spiritual, tentu aku akan
melakukannya. Sayang sekali, aku terlalu hina untuk menempuh jalan itu dan
hanya dapat menghidangkan wewangiannya melalui karya Faridudin Attar. Inilah
kutipan dari Manthiq ath-Thair:
Sekawanan
burung bermaksud mencari raja mereka yang bernama Simurgh. Mereka bermusyawarah
dan menunjuk Hud-hud sebagai penunjuk jalan, karena dia dianggap paling
mengerti perjalanan menuju Simurgh. Sebelum melakukan perjalanan banyak burung
yang sudah menyerah dan memilih tetap tinggal di tempatnya semula, namun tidak
sedikit yang bermaksud melanjutkan perjalanan.
Setelah
dibaiat menjadi pembimbing perjalanan, Hud-hud menjelaskan bahwa perjalanan
mereka akan melewati lembah-lembah dengan rintangan masing-masing.
“Kita harus melintasi tujuh lembah. Setelah melintasi
lembah-lembah itu barulah kita menemukan Simurgh. Barang siapa menempuh jalan
ini tidak akan kembali lagi ke dunia. Sulit mengatakan berapa mil jarak di
hadapan kita. Bersabarlah wahai penakut, sebab semua yang melintasi jalan ini
merasakan ketakutan yang sama
seperti dirimu.
Lembah pertama adalah Lembah
Pencarian. Pada lembah
pencarian ada seratus
kesulitan yang menyergapmu
dari berbagai penjuru dan kau mengalami seratus cobaan. Di sana burung merak sama dengan seekor lalat.
Kau harus melewatkan beberapa tahun di sana .
Kau harus berjuang keras dan mengubah keadaanmu. Kau harus
meninggalkan sesuatu yang tampak berharga bagimu dan memandang semua milikmu
tidak berarti apa-apa. Bila kauyakin tidak memiliki sesuatu pun, kau harus
melepaskan dirimu dari segala sesuatu yang ada. Barulah kemudian hatimu
terselamatkan dari kehancuran.
Kau akan melihat
cahaya suci ilahiah dan hasrat-hasrat sejati dilipatgandakan menjadi tak
terbatas. Barangsiapa memasuki lembah ini, hatinya dipenuhi kerinduan sehingga
mengabdikan segenap jiwanya untuk mencari perlambang lembah ini. Dia akan
meminta seteguk anggur kepada pelayan pembawa piala dan setelah meminumnya,
tidak ada lagi permasalahannya selain mengejar tujuan sejati. Dia tidak takut
kepada naga penjaga pintu yang ingin menelannya. Ketika pintu terbuka dan dia
memasukinya, maka ajaran agama, keimanan dan kekufuran itu tidak ada lagi.
Bila kau tidak dapat
menemukan dan memahami rahasia ungkapanku ini, bukan berarti tidak ada tetapi
karena kau tidak mau mencarinya dengan sungguh-sungguh. Bila kausuka memilah
dan memilih sesuatu yang berasal dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan
ruhani. Bila kau memandang dirimu dimuliakan dengan intan dan dihinakan dengan
batu kerikil, maka Tuhan tidak menyertaimu. Perhatikanlah, jangan kaucintai
intan seraya menampik batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Bila karena
amarah kekasihmu melemparimu dengan batu, itu lebih baik daripada intan yang
dilempar oleh wanita
lain.
Di jalan ruhani, cinta dan harapan
sama-sama diperlukan. Bila kau tidak memiliki kedua hal ini, lebih baik kau
tinggalkan pencarian. Kita harus berusaha dan bersabar. Tetapi apakah seorang
pecinta pernah bersabar? Bersabar dan berusahalah dengan harapan mendapatkan
petunjuk jalan. Kuasailah dirimu dan jangan sampai kehidupan lahiriah
menawanmu.
Kesabaran luar biasa sangat
diperlukan bagi mereka yang menderita, tetapi jarang sekali yang bersabar. Jika
pencarian itu beralih dari sisi batiniah ke sisi lahiriah, bahkan sampai
meliputi alam semesta, pencarian itu belum juga memuaskan. Yang tidak terlibat
pencarian batin seperti seekor binatang, demikianlah aku mengatakannya. Bahkan
dia tidak ada, sesuatu yang tidak berarti, bentuk tanpa jiwa."
Kemudian
Burung Hud-hud menjelaskan mengenai lembah kedua: "Lembah ini adalah
lembah cinta. Untuk memasukinya kita harus menjadi api yang menyala, begitulah
aku menyebutnya. Kita sendiri harus menjadi api. Wajah pecinta harus menyala,
berkilauan, dan berkobar. Cinta sejati tidak mengenal pikiran nanti. Di dalam
cinta tidak ada lagi baik dan buruk.
Tetapi
kau adalah makhluk bebal sehingga ucapanku sama sekali tidak menyentuh hatimu,
bahkan tidak menelusup ke celah gigimu. Siapakah yang bersedia mempertaruhkan
uang tunai dan kepalanya agar menyatu dengan sahabatnya? Yang lainnya merasa
puas dengan janji akan melakukan sesuatu untukMu pada besok hari.
Bila
makhluk sudah berniat melakukan perjalanan ini namun belum total, ia akan
dilanda duka dan kemurungan. Sebelum burung elang mencapai tujuannya, dia
gelisah dan bersedih. Jika seekor ikan dilemparkan ombak ke tepi pantai, dia
menggelepar-gelepar ingin kembali ke lautan.
Di
lembah ini, cinta dilambangkan dengan api menyala sementara pikiran bagaikan
asap. Apabila cinta sudah datang, pikiran pun lenyap. Pikiran tidak bisa
menyatu dengan keluguan cinta dan cinta tidak berurusan dengan akal pikiran
manusia. Bila kau memiliki pengetahuan batin, inti dari dunia lahiriah akan
tersingkapkan. Tetapi bila kau memandang segala sesuatu dengan mata lahiriah,
kau tidak akan pernah mengerti apa artinya mencintai. Hanya yang teruji dan
terbebaskan merasakan keadaan ini. Penempuh perjalanan spiritual hendaknya
memiliki seribu hati sehingga setiap saat dia bisa mengorbankan salah satu
hatinya.
Cinta
harus mengkoyak kehati-hatian. Cinta akan mengubah sikapmu. Mencintai adalah
mengorbankan kesenangan yang mencolok mata dan kehidupan biasa. Hendaknya kau
langkahkan kakimu maju ke depan. Bila kau tidak mau, ikuti saja angan-angan
kosongmu. Tetapi bila kau menginginkan rahasia cinta, korbankanlah segalanya.
Kau akan kehilangan semua milikmu yang kau anggap berharga, namun setelah itu
kau mendengar kata khidmat, “Masuklah!”
Sedangkan
mengenai lembah ketiga Hud-hud menjelaskan: “Setelah lembah yang kubicarakan
tadi, menyusullah lembah berikutnya, yakni lembah keinsafan. Lembah ini tanpa
permulaan dan tanpa akhir. Tidak ada jalan serupa dengan jalan ini. Jaraknya
tidak dapat diperkirakan jauhnya. Keinsafan bersifat kekal bagi penempuh jalan
ini sementara pengetahuan hanya sebentar. Jiwa, seperti halnya raga, mengalami
keadaan maju dan mundur. Dan jalan ruhani menampakkan dirinya setelah
penempuhnya melampaui kesalahan dan kelemahannya, tidur dan kemalasannya.
Setiap penempuh perjalanan semakin dekat dengan tujuannya sesuai dengan
usahanya masing-masing. Meskipun seekor lalat terbang dengan segenap
kekuatannya, dapatkah dia menyamai kecepatan angin?
Tetapi
banyak yang tersesat dalam pencarian petunjuk jalan. Diperlukan keinginan kuat
dan mantap agar berhasil melintasi lembah sulit ini. Sekali saja kau merasakan
kenikmatan rahasia itu, kau memahami semuanya. Tetapi sejauh mana pencapaianmu,
jangan sekali-kali melupakan ayat Tuhan, “Masih adakah yang lain?”
Duhai
kau yang masih tertidur, aku tidak dapat memuji kelakuanmu ini; mengapa tidak
juga bersedih? Kau belum melihat keindahan sahabat maka bangun dan carilah!
Sampai kapankah kau bertahan dengan keadaan ini, seperti seekor keledai liar
tanpa kendali."
Tentang
lembah keempat Hud-hud menjelaskan: “Lembah ini adalah lembah kebebasan. Di
sini tidak ada lagi nafsu memiliki atau keinginan menemukan. Dalam keadaan
seperti ini, angin dingin bertiup dengan ganas sehingga dalam sejenak angin
menghancurkan semesta yang luas. Tujuh lautan sama dengan sebuah lubang air.
Tujuh galaksi sama dengan setitik kembang api. Tujuh langit sama dengan
bangkai. Tujuh neraka hanyalah es yang mencair. Kemudian sebaliknya, sesuatu
tidak bisa dinalar manusia! Seekor semut sama seperti seratus gajah dan seratus
kafilah tewas sementara seekor gagak memakan bangkainya.
Agar
Adam dapat menerima cahaya langit, barisan malaikat berpakaian hijau dicekam
duka. Agar Nuh menjadi tukang kayu dan pembuat perahu, ribuan makhluk mati di
telan air. Puluhan ribu nyamuk menyerang raja Abrahah agar dia terguling dari
kursi kekuasaannya. Ribuan bayi harus mati agar Musa dapat melihat Tuhan.
Ribuan orang memakai zunnar agar Isa memiliki rahasia Tuhan. Ribuan hati
dan jiwa terampas agar Muhammad dapat mi’raj ke langit.
Di
lembah ini, baru dan lama tidak berharga. Kau diperbolehkan berbuat atau tidak
berbuat bila kaulihat seluruh dunia terbakar dan semua hati tidak lebih dari
kapas. Semua hanya khayalan bila dibandingkan kenyataan sebenarnya. Jika
puluhan ribu jiwa tenggelam ke dalam lautan tak terbatas, itu seperti setitik embun.
Bila langit dan bumi harus meledak menjadi serpihan-serpihan, itu tidak berbeda
dengan setangkai daun luruh. Apabila segalanya harus dimusnahkan, sejak dari
ikan penyangga bumi sampai bulan di langit, masihkah ada kaki semut lumpuh di
dalam sumur? Jika tidak ada lagi jejak manusia dan jin, rahasia setitik air
asal sesuatu harus direnungkan kembali.
Lembah
ini tidak mudah dilalui sebagaimana prasangka lugumu. Meskipun darah hatimu
memenuhi lautan, kau baru memulai tahap pertama. Meskipun kau telah menjelajahi
semua jalan di dunia, namun kau masih saja di langkah pertama. Tidak ada
musafir yang mengetahui akhir perjalanan ini dan tidak ada yang menemukan
penawar cinta. Jika kau berhenti, kau membeku atau bahkan mati. Jika
kaulanjutkan langkahmu, kaudengar seruan, “Majulah terus lebih jauh lagi!” Kau
tidak dapat berjalan atau berhenti. Tidak ada manfaatnya lagi hidup maupun
mati.
Tinggalkan
tujuanmu yang tidak berguna dan kejarlah hakikat. Sekedarnya saja kau berurusan
dengan dunia lahiriah, tetapi kerahkan semua untuk hal-hal batin. Perbuatan
benar mengalahkan kemalasan. Tetapi, yang tidak menemukan penawar kemalasan
lebih baik tidak berbuat apa-apa karena kautahu kapan harus berbuat dan kapan
menahan diri. Bagaimana mengetahui sesuatu yang tidak kauketahui? Berbuatlah
yang semestinya kaulakukan, meskipun tidak kausadari. Lupakan segala yang
pernah kaulakukan hingga saat ini, berusahalah bebas dan cukup dengan dirimu
sendiri, meskipun kau harus menangis dan tertawa."
“Di
lembah ini,” kata Hud-hud selanjutnya, “jangan ada yang bermalas-malasan.
Barangsiapa hendak memasuki lembah ini terlebih dahulu mencapai tahapan-tahapan
tertentu. Sekarang saatnya bekerja keras, bukan terdiam di dalam ketidakpastian
dan menghabiskan waktu sia-sia. Bangunlah dari sikap masa bodoh. Tinggalkan
keterikatan lahir dan batin kemudian lintasilah lembah sulit ini, sebab bila
kau belum bisa meninggalkan semuanya, kau lebih bebal dibandingkan para pemuja
dewa. Kau tidak akan pernah merasa puas dengan dirimu sendiri.
Mengenai
lembah kelima Hud-hud mengatakan: “Kalian sedang melintasi lembah Keesaan. Di
lembah ini semua yang pecah terurai menyatu kembali. Semua yang mendongakkan
kepalanya berleher satu. Meskipun kelihatannya banyak, namun hakikatnya satu.
Semuanya esa dalam kesempurnaan Yang Esa. Dan sekali lagi, yang terlihat esa
tidak berbeda dengan yang banyak. Karena wujud yang kubicarakan melampaui
keesaan dan bilangan, janganlah memikirkan keabadian dulu dan kemudian. Karena
kedua keabadian ini telah lenyap, tidak perlu lagi membicarakannya. Apabila
segala yang tampak telah tiada, apalagi yang perlu direnungkan?
Tidak
ada Kabah maupun Pagoda. Pelajarilah pengetahuan sejati tentang Wujud Abadi
dari kata-kataku ini. Jangan melihat apapun selain dia. Kita di dalam Dia.
Milik Dia. Bersama Dia. Kita mungkin berada di luar lingkaran ini. Barang siapa
tidak berendam dalam Lautan Keesaan tidak layak sebagai umat manusia.
Akan
tiba waktunya ketika matahari menyingkapkan cadar yang menyelubunginya. Selama
kau terpisah darinya, baik dan buruk bersamamu. Tetapi apabila kau meniadakan
diri dalam Matahari hakikat Ilahiah, baik dan buruk terlampaui oleh cinta.
Selama kau masih berjalan lamban, kau tertahan kesalahan dan kelemahanmu
sendiri.
Tidakkah
kausadari kesombongan, kecongkakan, kebanggaan, egois dan sifat-sifat kotor
lainnya di dalam dirimu? Meskipun ular dan kalajengking kelihatannya sudah
mati, mereka sebenarnya hanya tidur sejenak. Apabila tersentuh sedikit saja,
mereka bangkit dengan kekuatan seratus naga. Di dalam diri kita masing-masing ada
neraka sarang ular. Bila kau dapat menyelamatkan diri dari makhluk kotor ini,
kauperoleh ketenangan. Jika tidak, mereka menggigitmu dengan bisanya meskipun
kau sudah berada di tanah kubur menunggu hari kiamat."
Hud-hud
pun melanjutkan pembicaraannya, “Apabila pengembara spiritual memasuki lembah
ini, dia akan hilang dan lenyap dari penglihatan karena Wujud tanpa tandingan
menampilkan diriNya. Pengembara terdiam karena Wujud itu berfirman.
Parsial
menjadi universal, atau tepatnya, tidak ada lagi parsial dan universal. Di
dalam kelompok ini, ribuan orang cerdas hanya bisa ternganga keheranan dan
terdiam. Apalah artinya kecerdasan dan fikiran di lembah ini? Dia berhenti
menunggu di ambang pintu seperti seorang anak buta. Barangsiapa menemukan
rahasia ini, dia akan memalingkan dirinya dari dua dunia. Wujud yang
kubicarakan ini ‘ada’ tidak terpisah. Segalanya adalah Wujud ini. Ada dan tidak
ada adalah wujud ini."
Tentang
lembah keenam Hud-hud mengatakan: "Setelah lembah keesaan tadi, lembah
keheranan dan kebingungan pun membayangi. Kita menjadi mangsa duka dan sedih.
Setiap hembusan nafas adalah keluhan kepedihan dan setiap keluhan bagaikan
pedang. Hanyalah duka, ratapan, dan kerinduan mendendam. Siang dan malam hadir
dengan serempak. Api menyala-nyala namun kita merasa tertekan dan tak lagi
memiliki harapan. Dalam lembah kebingungan ini muncul pertanyaan, ‘Mungkinkah
kita melanjutkan perjalanan ini?’ Akan tetapi yang melampaui lembah keesaan
lupa segalanya bahkan dirinya sendiri. Jika dia ditanya, ‘Kau ada ataukah
tidak? Adakah kau ataukah tidak ada? Apakah kau berada di tengah ataukah
tepian? Apakah kau fana ataukah kekal?
Ia
akan menjawab dengan tegas, ‘Aku tidak tahu apa-apa, aku tidak mengerti
apa-apa. Aku tidak sadar atas diriku sendiri. Aku tengah bercinta, namun dengan
siapa, aku tidak tahu. Hatiku dipenuhi cinta sekaligus hampa.”
Mereka
yang memasuki lembah keheranan ini akan bersedih memikirkan seratus dunia.
Bagiku mereka kebingungan dan tersesat. Ke manakah aku harus melangkah?
Berdoalah agar aku tahu apa yang harus kulakukan! Tetapi ingatlah, ratapan
manusia menurunkan rahmat langit.
Sedangkan
tentang lembah ketujuh Hud-hud menjelaskan: “Lembah terakhir yang akan kita
lalui adalah lembah keterampasan dan kematian, hampir tidak bisa dijelaskan.
Hakikat lembah ini adalah lupa, buta, tuli dan kebingungan. Seratus
bayang-bayang yang menghalangimu lenyap dibuyarkan secercah cahaya matahari
langit. Apabila laut maha raya bergelora maka permukaannya kehilangan bentuk.
Bentuk tidak lain adalah dunia kini dan dunia nanti. Siapakah yang menganggap
dirinya tidak memperoleh kemuliaan agung? Setitik air lautan akan tetap tinggal
di sana, abadi dan damai. Di laut maha tenang, pada mulanya kita terhina dan
terbuang, tetapi setelah terangkat dari keadaan ini, kita memahaminya sebagai
makhluk dan banyak sekali rahasia tersingkap.
Banyak
sekali makhluk salah di langkah pertama sehingga gamang di langkah kedua,
mereka seperti benda-benda tambang. Apabila kayu dan duri terbakar menjadi abu,
keduanya terlihat sama namun mutunya berbeda. Benda najis dimasukkan ke dalam
air mawar tetap najis karena sifat dasarnya. Akan tetapi benda suci dimasukkan
ke dalam lautan kehilangan wujudnya dan menyatukan diri dengan gerak ombak
lautan. Ketika berhenti dan terpisah dari lautan, dia memancarkan keindahannya
sendiri. Dia ada dan tidak ada. Bagaimana hal ini terjadi, akal pikiran tidak
dapat membayangkannya.
Apabila
kau ingin mencapai tempat luhur, bebaskan dirimu dahulu kemudian keluarlah
bagaikan Buraq[1].
Kenakanlah khirqah ketiadaan dan minumlah dari piala kemusnahan diri.
Ikatlah pinggangmu dengan sabuk penafian dan pakailah mahkota ketiadaan.
Pijakkan kakimu di altar ketak-terikatan dan paculah kuda ragamu menuju
tak-bertempat. Tetapi bila dirimu masih memiliki nafsu kepentingan, tujuh langit
akan menyiksamu."
Setelah
para burung melewati dan mendengarkan penjelasan Hud-hud tentang lembah-lembah,
kepala mereka terkulai lemas dan hatinya terpatuk kesedihan. Selama
bertahun-tahun mereka mengembara, melintasi gunung dan lembah dan sebagian besar
umur mereka dihabiskan dalam perjalanan itu. Pada akhirnya hanya sedikit yang
dapat sampai ke tempat mulia yang ditunjukan Hud-hud. Ribuan burung telah
lenyap. Mereka hilang di lautan, binasa di puncak gunung. Mereka kehausan di
padang sahara, terbakar sayapnya sementara hatinya kekeringan. Sebagian
dimangsa macan tutul, sebagian mati kelelahan di hutan belantara dan gurun,
bibir mereka mengering sementara tubuhnya kepanasan. Sebagian lagi saling
membunuh untuk memperebutkan sebutir juwawut. Sebagian lagi dilemahkan oleh
penderitaan dan keletihan perjalanan sehingga tidak sanggup melanjutkan
perjalanan lagi. Ada yang kebingungan dalam satu tempat dan berhenti di sana.
Dan banyak sekali yang berangkat dengan niat ingin tahu atau bersenang-senang
tewas tanpa mendapatkan pengetahuan pencarian yang mereka tempuh.
Karena
itulah, ribuan burung yang berangkat hanya tersisa tiga puluh ekor di tempat
tujuan. Mereka merasa kebingungan, letih dan sedih tanpa bulu dan sayap. Mereka
sedang berada di depan pintu gerbang istana Yang Mulia, sangat indah dan tak
terpahami hakikatnya. Wujudnya melampaui pikiran dan pengetahuan makhluk.
Kilat-kilat kepuasan menyambar-nyambar dan semuanya terbakar musnah dalam waktu
sekejap. Mereka melihat ribuan matahari, ribuan bulan dan bintang yang lebih
terang daripada yang lain. Semuanya indah.
Tiba-tiba,
pintu istana terbuka dan kepala rumah tangga istana, salah satu abdi raja,
menampakkan kepala. Dia memeriksa para burung dan menyaksikan ribuan burung
yang berniat ke istana hanya menyisakan tiga puluh ekor. Dia berkata, “wahai
kalian para burung, dari manakah kalian datang dan mengapa datang
kemari? Siapakah nama kalian? Wahai yang tak memiliki apa-apa lagi, di manakah
rumah kalian? Kalian dijuluki apa di dunia sana? Apakah yang bisa dilakukan
oleh sebutir debu seperti kalian ini?
“Kami
datang,” kata mereka, “untuk mengakui Simurgh sebagai raja kami. Kami telah
kehilangan akal pikiran dan kedamaian karena hasrat cinta kami kepadanya.
Ketika kami berangkat kemari, jumlah kami beribu-ribu dan sekarang hanya
tinggal tigapuluh ekor yang tersisa. Kami tidak percaya sang raja akan murka
pada kami demi melihat penderitaan kami.”
Abdi
raja berkata, “Wahai kalian yang risau, ribuan makhluknya tidak lebih seperti
seekor semut di depan pintu gerbang. Kalian datang hanya membawa
keluhan dan ratapan. Kalau demikian, kembalilah ke negeri asal kalian, wahai
debu yang hina!”
Mendengar
ucapan seperti itu, para burung pun kejang dan kaku karena heran. Namun tidak
lama mereka sadar kembali dan mengatakan, “Mungkinkah baginda raja akan menolak
kami dengan cara yang demikian hina? Jika begitu sikapnya terhadap kami,
tentulah Dia juga tidak akan bersikap lembut pada kekasihnya yang mulia?"
Kilat
keagungan-Nya akan memancar,” kata kepala rumah tangga, “ia akan melepaskan
semua pikiran dari jiwa.”
Para
burung yang terbakar cinta berkata, “Bagaimana seekor laron akan melepaskan
dirinya dari nyala api apabila dia ingin menyatu dengan nyala api itu? Sahabat
yang kami cari akan memuaskan kami dan memperkenan kami menyatu dengannya.
Apabila sekarang kami ditolak, apalah daya kami? Kami tidak ubahnya seekor
laron yang menginginkan nyala api. Banyak sekali yang meminta laron tidak
meneruskan niatnya yang konyol dan jarang terjadi, namun laron hanya mengatakan
terimakasih. Dia menyatakan bahwa dirinya telah diserahkan kepada nyala api,
maka apalagi yang perlu dipersoalkan.”
Setelah
menguji para burung, kepala rumah tangga pun membukakan pintu untuk mereka.
Ketika dia menyingkapkan tabir satu per satu, sebuah dunia baru di balik tabir
dapat dilihat dengan jelas. Cahaya dari segala cahaya memancar. Semua burung
duduk di atas bangku panjang istana, tempat yang mulia dan agung. Mereka diberi
teks dan diminta untuk membaca dan merenungkan. Mereka pun memahami keadaan
mereka.
Ketika
mereka merasa senang dan terbebaskan dari segala sesuatu, mereka sadar bahwa
Simurgh berada diantara mereka. Segala perbuatan mereka di masa lalu telah
terhapus. Matahari agung memancarkan sinarnya. Dalam keadaan saling merenung,
ketiga puluh burung merasa telah menatap Simurgh dari dunia dalam diri mereka.
Ini sangat menakjubkan sehingga mereka tidak tahu apakah mereka masih tetap
seperti sedia kala ataukah mereka telah berubah menjadi Simurgh. Dalam keadan
ini mereka menyadari bahwa mereka adalah Simurgh dan Simurgh adalah ketiga
puluh burung itu. Ketika mereka melihat diri mereka, mereka melihat bahwa
dirinya adalah Simurgh. Mereka mengamati diri mereka serempak, dirinya dan
Simurgh. Mereka menyadari bahwa mereka dan Simurgh adalah wujud satu dan itu juga.
Tidak ada seorang pun yang mendengar kisah seperti ini sebelumnya.
Mereka
tenggelam dalam perenungan. Sejenak kemudian mereka memohon kepada simurgh
untuk menyingkapkan rahasia kemajemukan dan keesaan segala wujud. Mereka
memohon tanpa kata-kata. Sang Simurgh menjawab pertanyaan tanpa kata-kata.
Beginilah maksudnya, “Matahari agung adalah cermin. Barang siapa bercermin akan
melihat jiwa dan raganya sekaligus. Karena kalian datang sebagai
tiga puluh burung simurgh kecil, maka kalian pun menyaksikan tiga puluh burung
di dalam cermin. Bila empat puluh atau lima puluh yang datang, sejumlah itu
pula yang kalin lihat. Meskipun kalian telah berubah, namun kalian masih sama
saja seperti dahulu.
“Kalian
tiga puluh burung ini sudah sepantasnya merasa kagum dan keheranan. Akan
tetapi, aku lebih dari tiga puluh burung. Aku hakikat Simurgh sejati. Leburkan
diri kalian ke dalam diriku dengan gembira dan bahagia sehingga kalian
menemukan diri di dalam diriku.”
Sesudah
itu para burung meniadakan diri dalam Simurgh. Bayang-bayang telah lenyap ke
dalam cahaya matahari. Begitulah semestinya.
Perumpamaan-Perumpamaan Cinta
Tidakkah kamu perhatikan
bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang
baik; akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu
dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang
lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim [14]: 24-27)
Allah (Pemberi) cahaya
(kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah
lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun
yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat
(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh
api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya
siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi
manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. an-Nur [24] : 35)
***
Setelah
itu, aku tidak bisa berkata apa-apa selain mengutip kata-kata pecinta yang
pernah ada mengenai apa pun yang menurutku pantas untuk dikutipkan di sini:
Imam Ja'far ash-Shadiq dalam Mishbah asy-Syarî'ah mengatakan:
"Dunia bagaikan seorang sosok; kepalanya adalah kesombongan, matanya
adalah ambisi, telinganya adalah keserakahan, lidahnya adalah sifat pamer,
tangannya adalah syahwat, kakinya adalah 'ujub, kalbunya adalah kelalaian,
anggota tubuhnya adalah kesirnaan dan amal perbuatannya adalah kefanaan. Barangsiapa
yang mencintainya akan mewarisi sifat sombong; barangsiapa yang menganggapnya
baik akan diberi jubah kerakusan; barangsiapa yang menginginkannya akan
dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang tamak; barangsiapa yang memuliakannya
akan dijubahi sifat pamer; barangsiapa yang menghendakinya akan diberi sifat
ujub; barangsiapa yang merasa tentram dengannya akan diberi kelalaian. Akan
tetapi, barangsiapa yang mengagumi perhiasannya maka semua itu akan
disirnakannya; barangsiapa yang menumpuk harta kekayaannya dan bersifat kikir
maka dia akan dihempaskan ke dalam api neraka."
***
Rabi’ah
al-Adawiyah menyatakan cintanya;
Aku
mencintaimu dengan dua cinta, cinta hasrat (hubb al-hawa)
Dan
cinta karena engkau layak (ahl) bagi yang menyucikan dirinya
Yang
kumaksud cinta hasrat
Adalah
kesibukanku dengan mengingatmu dari selainmu
Adapun
yang membuat-Mu layak diperlakukan demikian
Penyingkapanmu
akan hijabku hingga aku dapat melihatmu
Maka
bukan pujian dalam keadaan ini dan itu bagiku
Tetapi
milik-Mulah segala puji dalam keadaan ini dan itu
***
Al-Ghazali menafsirkan bahwa cinta penuh hasrat adalah
cinta kepada Allah karena kebaikanNya kepada Rabi’ah dan kenikmatan-kenikmatan
yang dikaruniakan kepadanya dengan segera. Sedangkan yang dimaksudkan dengan
cinta selayaknya adalah cinta karena keindahan dan keperkasaan (jalal)-Nya
yang tersingkapkan bagi Rabi’ah. Ia merupakan cinta yang lebih transenden dan
kuat diantara keduanya. Kenikmatan menatap munculnya keindahan rububiyah
seperti yang dipaparkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau bercerita tentang
Tuhannya yang Maha Transenden, “Aku telah mempersiapkan karunia untuk
hamba-hambaku yang shalih sesuatu yang kasat mata, belum pernah terdengar di
telinga dan belum pernah terlintas sama sekali di hati manusia.” Sebagian kenikmatan
ini telah dikaruniakan di dunia kepada orang-orang yang selalu menyucikan hati
pada tujuannya.”
***
Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam Adab as-Suluk wa at-Tawassul ila
Manazil al-Muluk menyatakan:
Kalangan ahli mujahadah, muhasabah, dan kaum ulul ‘azmi
memiliki sepuluh perangai yang telah mereka terapkan pada diri mereka. Ketika
mereka melaksanakan dan menyempurnakannya, insyaAllah mereka akan
dibawa-Nya menuju tempat-tempat yang mulia.
Pertama,
tidak bersumpah demi Allah Azza wa Jalla, baik benar atau tidak, sengaja
atau tidak. Sebab, apabila hal itu telah menjadi kebiasaan bagi dirinya dan
lidah pun terbiasa, maka hal itu membawanya pada suatu kondisi yang di dalamnya
mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak.
Apabila
ia berhasil membiasakan perilaku demikian, maka Allah membukakan pintu
cahaya-Nya. Ia mengetahui manfaat demikian dalam hatinya. Begitu pula akan
dibukakan pintu kedudukan mulia, kekuatan dalam langkah dan sabar,
disanjung-sanjung di kalangan sahabat, kemuliaan di kalangan tetangga, sehingga
yang mengenalnya akan menaruh hormat dan yang melihatnya akan segan kepadanya.
Kedua,
menghindar dari bicara tidak benar, baik dengan serius atau bercanda. Sebab,
bila ia melakukan dan menjadikan keteguhan pada dirinya sendiri serta lidah pun
terbiasa, maka dengannya Allah berkenan membuka hati dan menjernihkan
pengetahuan, sehingga seakan-akan ia tidak tahu kepalsuan. Apabila mendengar
dari orang lain maka ia memandangnya sebagai noda besar dan mencela dalam
dirinya. Apabila ia memohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka baginya
pahala.
Ketiga,
hendaklah berhati-hati apabila berjanji pada seseorang kemudian menyalahi dan
memutuskan janji dengan seketika. Sifat demikian akan menguatkan keteguhan dan
meluruskan jalan spiritual. Mengingkari janji termasuk berdusta. Apabila ia
telah berhasil menepati janji, maka terbuka baginya pintu kedermawanan dan rasa
malu, dikaruniakan rasa cinta dalam hati para shiddiq, dan diangkat
kedudukannya di hadapan Allah.
Keempat,
menghindari mengutuk makhluk, merusak bagian terkecil dari alam semesta, bahkan
yang lebih kecil darinya. Karena, semua itu termasuk perilaku orang-orang baik
dan para shiddiqin. Ia berhak mendapatkan balasan yang baik dalam naungan
penjagaan Allah di dunia serta kedudukan yang tinggi di akhirat. Allah juga
melindunginya dari segala macam bencana yang menghancurkan, menyelamatkannya
dari makhluk, mengaruniakan rezeki kasih sayang, dan kedekatan dengan-Nya.
Kelima,
menjauhi doa yang buruk terhadap makhluk. Apabila dilalimi hendaklah tidak
diputuskan dengan lidah atau membalas dendam dengan perbuatan dan ucapan.
Seseorang yang sanggup melakukan hal itu akan mengantarkannya pada kedudukan
yang tinggi.
Apabila
ia melakukan hal itu maka ia akan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat, rasa
cinta dan sayang di hati semua makhluk, baik yang dekat maupun yang jauh,
terkabulnya doa dan terlindungi dari makhluk, mendapatkan kemuliaan di hati
orang-orang mukmin.
Keenam,
tidak membatalkan syahadat orang-orang yang sekiblat dengan menjerumuskan
mereka ke dalam syirik, kufur, dan munafik. Perbuatan itu mendekatkannya pada
rahmat, kedudukan yang tinggi, mengikuti sunnah secara sempurna, menjauhkan
tercampurnya pengetahuan Allah, menjauhkan dari siksa-Nya, mendekatkan pada
ridha dan kasih sayang-Nya, pintu mulia dan terhormat dari Allah Yang
Mahamulia, sehingga ia mewarisi rahmat atas semua orang.
Ketujuh,
menjauhi melihat kemaksiatan dan menahan anggota tubuh darinya. Sebab, hal itu
merupakan amalan yang paling cepat mendapatkan balasan bagi hati dan anggota
tubuh di dunia ini dan pahala di akhirat nanti.
Kita
memohon semoga Allah menganugerahi kita dan memberi kekuatan agar dapat
melakukan yang demikian, dan mengeluarkan nafsu dari hati kita.
Kedelapan,
menghindari menjadikan salah satu makhluk terbebani, baik beban ringan atau
berat. Tetapi, hendaklah melepaskan mereka dari beban, baik diminta atau tidak.
Perbuatan tersebut menyempurnakan kemuliaan para hamba dan keutamaan
orang-orang yang bertakwa, mendorong beramar makruf nahi munkar, dan memandang
semua makhluk di sampingnya dalam satu kedudukan yang sama.
Apabila
ia telah melakukan amalan demikian, maka Allah memindahkan kedudukannya pada
kecukupan, keyakinan, sangat percaya terhadap Allah. Allah hanya mengangkat
dirinya semata, sementara kedudukan makhluk dalam kebenaran sama saja. Dapat
dipastikan bahwa sebab-sebab tersebut merupakan kemuliaan orang-orang mukmin
dan keutamaan orang-orang yang bertakwa serta dekat dengan pintu keikhlasan.
Kesembilan,
hendaknya ia menghentikan rasa tamaknya terhadap manusia, tidak membiarkan
nafsunya bersikap rakus terhadap apa yang ada di tangan mereka. Barangsiapa
berbuat demikian termasuk orang yang mulia dan agung, kelompok khusus, penguasa
agung, megah dan mulia, yakin dan murni, bertawakal dengan daya penyembuh yang
luar biasa, salah satu dari pintu kepercayaan Allah Azza wa Jalla, salah
satu dari pintu zuhud, dan dengannya dapat teraih sifat wara' dan
menyempurnakan jalan spiritualnya, serta bagian dari tanda-tanda orang-orang
yang telah memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah.
Kesepuluh,
bersikap rendah hati. Dengan sifat tersebut seorang hamba akan dimuliakan dan
sempurna di hadapan Allah dan makhluk, serta ditentukan apa yang diinginkannya
dari dunia dan akhirat. Sifat tersebut merupakan ketaatan sempurna, mulai dari
cabang hingga sempurnanya; dengannya seorang hamba dapat meraih kedudukan
orang-orang shalih yang diridhai Allah baik di waktu suka maupun duka dan
itulah takwa yang sempurna.
Sikap
rendah hati adalah mendudukkan seorang hamba merasa rendah daripada orang lain,
karena melihat keutamaan padanya. Dia mengatakan, "Barangkali orang ini
lebih baik dariku di hadapan Allah dan lebih tinggi kedudukannya."
Mengenai
orang kecil hamba itu mengatakan, "Orang ini tidak bermaksiat terhadap
Allah, sedangkan aku telah banyak melakukan maksiat kepada-Nya. Tidak diragukan
lagi bahwa ia lebih baik dariku." Mengenai orang yang lebih tua darinya,
ia mengatakan, "Orang ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku."
Mengenai orang alim, ia mengatakan, "Orang ini dianugerahi yang tidak ada
padaku dan memperoleh yang tidak kuperoleh. Ia tahu yang tidak kuketahui dan
bertindak berdasarkan pengetahuan." Mengenai orang bodoh ia mengatakan,
"Orang ini tidak taat kepada-Nya karena tidak tahu, sementara aku tidak
mematuhi-Nya dengan pengetahuan. Aku tidak tahu akhir hayatku dan akhir
hayatnya." Mengenai orang kafir ia mengatakan, "Barangkali ia akan
menjadi seorang muslim dan hidupnya berakhir dengan amalan yang baik, sementara
aku mungkin menjadi kufur dan kehidupanku berakhir dengan amalan buruk."
Demikianlah pintu pintu kasih sayang dan bergetar karena Allah. Yang paling
utama adalah yang senantiasa menjalaninya sepanjang kehidupan melekat di jasad
hamba.
Apabila
seorang hamba Allah berbuat demikian niscaya Allah menyelamatkannya dari segala
bencana, mengangkatnya dalam kedudukan memperoleh nasehat dari Allah, termasuk
pilihan dan kekasih Yang Maha Pengasih, dan menjadi musuh bagi Iblis, musuh dan
dikutuk oleh Allah. Sekaligus pintu rahmat.
Oleh
karena itu, terkadang sifat tersebut dapat menutup pintu kesombongan dan
menghancurkan gunung ujub, serta menghantarkannya menuju kedudukan yang tinggi
dalam agama, dunia, dan spiritual. Tawadhu merupakan intisari ibadah, tujuan
paling mulia dari para zahid, pertanda bagi para penempuh jalan spiritual, dan
tidak ada yang lebih utama darinya.
Dengan
meraih keadaan tersebut lidah akan terhenti menyebut kepentingan manusia di
dunia dan yang tidak pantas, amalnya tidak sempurna tanpa hal itu. Kemudian
benci, sombong, dan melebih batas terhapus dari hatinya dalam segala keadaan.
Lidahnya mengatakan hal yang sama secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan. Langkahnya sama baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan, pembicaraannya pun demikian; semua makhluk mendapatkan nasehat
yang sama sementara ia bukan termasuk para pemberi nasehat. Apabila ia menyebut
salah satu dari makhluk Allah dengan buruk atau mencelakai dengan satu
perbuatan atau merasa senang apabila ada seseorang yang menyebutkannya dengan
buruk; semua itu merupakan keburukan bagi para hamba, perusak para penempuh
jalan spiritual, penghancur keteguhan orang-orang zuhud; kecuali yang ditolong
oleh Allah dan dijaga lidah dan hatinya dengan rahmat, keutamaan, dan kebaikan
Allah.
***
Manshur al-Hallaj menempuh jalan
spiritual yang berbeda dari jalan masyarakat umum dan dianggap sebagai aliran wahdat
al-wujud—dikatakan oleh Muhammad Iqbal sebagai keluar dari surga yang
diangankan oleh orang-orang. Oleh penyair filsuf dari India tersebut dalam Javid
Namah al-Hallaj telah digambarkan menyatakan demikian:
"Jiwa merdeka mengetahui mana yang
baik dan buruk serta tidak dibatasi oleh dinding surga. Tetapi, surga para
Mullah memiliki anggur, budak, dan bidadari: yang disediakan bagi mereka yang
bebas mencapai kebahagiaan dalam perjalanan abadi. Surga Mullah adalah makanan,
nyanyian, dan tidur, tetapi perenungan terhadap eksistensi Pencipta adalah
surga para pecinta. Pecahnya hari kiamat ditandai dengan tiupan sangkakala dan
terbukanya kuburan-kuburan, tetapi di mata seorang pecinta hari kiamat adalah
kedatangan fajar yang dijanjikan.
Pada makrifat ribuan harapan dan
ketakutan menyandarkan dirinya, sedangkan pada cinta tidak ada ketakutan atau
harapan. Makrifat dalam semesta raya dan
kemegahannya akan bergetaran, sedangkan cinta akan menyejukkan kehausan dengan
keindahannya. Sejak zaman dahulu hingga sekarang makrifat memperhatikan sesuatu
dengan tajam, sedangkan cinta memberikan sapaan dengan lembut: "Lihatlah
apa yang datang?" pengetahuan terikat oleh rerantai takdir dan siapakah
yang dapat menyelamatkannya? Sedangkan cinta tidak mengenal kesabaran, tidak
bergejolak, dan tidak terbatas; cinta merenungkan eksistensi secara utuh: tidak
pernah mengeluh maupun mengerang walaupun irama nada musiknya mencucurkan air
mata. Hatiku terbebas dari perbudakan: sebab berkas cahaya yang membakar di
dalam diri kami bukan berasal dari tatapan mata bidadari, karena perpisahan
justru menghanguskan gejolak api kami dan memberikan nada yang harmoni dalam
jiwa kami.
Tidak ada kehidupan dalam penghayatan
tanpa rahasia; pahamilah bagaimana caranya menyalakan api dari mata kaki,
karena dari sanalah keakuan lahir dan berkembang. Sehingga, setiap partikel
debu akan merasa cemburu dengan matahari. Ketika rindu meluaskan segenap
ruangan maka sembilan langit segera mengisi dadanya. Ketika cinta telah
mengelahkan benteng yang lama maka hanya tawanan dan waktu yang berjalan
abadi."
***
Ibn al-Faridh, imam para pecinta dan
perindu, dalam bait-bait puisi Tâiyah al-Kubrâ menyatakan bagaimana menjalin
cinta dengan Kekasih:
Tak akan kukeluhkan keadaanku yang
bermuram durja dalam cintaMu,
sebagaimana cobaan yang menghempaskan
malapetakaku
Dia membalas kebaikan ketika kutunjukkan
kesabaran saat menghadapi cobaan,
meskipun berbuat buruk bukan hal berat
bagi kekasih
Dia mencegahku mengeluh sebagai bukti
ketulusan kesabaranku
o, kalau boleh kukeluhkan musuhku tentu
akan kukeluhkan
Buah dari kesabaranku dalam hasrat
cintamu adalah pepujian
untukmu, tetapi yang darimu bukanlah
pujian
Cobaan padaku adalah karunia
yang membebaskanku dari belenggu
keinginan
Setiap rasa sakit dari cinta yang
berasal darimu
mengajariku menyatakan sukur yang
menggantikan keluhanku
***
Imam Khomeini dalam al-Adâb al-Ma'nawiyah li ash-Shalât menyatakan:
"Sesungguhnya noda maknawi yang paling besar dan tidak bisa disucikan
meskipun dibasuh dengan tujuh lautan, bahkan para nabi pun tidak mampu
menghilangkannya, adalah noda kebodohan ganda (jâhil murakkab) yang
merupakan sumber penyakit yang sangat berbahaya. Kebodohan itu tampak dalam
bentuk pengingkaran terhadap kedudukan spiritual (maqâm) para kekasih
Allah dan ahli makrifat serta berprasangka buruk terhadap para penguasa hati
yang suci tersebut. Selama manusia masih tercemari oleh noda tersebut, ia tidak
akan maju selangkah pun dalam memahami dan menjalankan ajaran-ajaran Pencipta.
Bahkan, noda yang keruh tersebut muskin memadamkan cahaya fitrah yang merupakan
pelita petunjuk jalan dan meredupkan api rindu yang merupakan kendaraan paling
cepat (buraq) untuk bermikraj demi menapai berbagai kedudukan spiritual.
Pada akhirnya, manusia yang demikian akan tetap tinggal di alam bendawi untuk
selamanya.
***
Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam al-Wabil
al-Shayb min al-Kalim al-Thayib menyatakan tiga kunci bahagia: Sukur,
Sabar, dan Istighfar:
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan izin Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung. Allah subhanahu wata’ala sebagai
tempat bermohon dan berharap agar terselamatkan di dunia dan di akhirat. Dia
mengaruniakan nikmat kepada kalian baik secara lahiriah maupun batiniah. Dialah
yang menjadikan kalian bersukur bila dikaruniai nikmat, bersabar bila diuji dan
beristighfar bila melakukan dosa. Tiga sikap tersebut merupakan tanda-tanda
bahagia bagi seorang hamba. Tanda kebahagiaan tersebut melekat dan senantiasa
mengiringinya di dunia dan di akhiratnya. Seorang hamba seperti itu selalu
mondar-mandir di tiga anak tangga tersebut.
Pertama, nikmat Allah ta’ala yang harus diikat dengan tali
sukur. Ungkapan rasa sukur dibangun atas tiga sarat: mengetahui hakikat nikmat
secara batiniah, menyatakannya secara lahir, dan membelanjakannya demi
keridlaan Pemilik dan Pemberinya. Jikalau demikian yang dilakukannya, ungkapan
sukur yang disertai rasa puas menunjukkan rasa bersukur terhadap nikmatNya.
Kedua, ujian Allah yang ditimpakan kepada
hamba dan Allah mewajibkannya untuk bersabar dan menghibur diri. Sabar adalah
menahan diri dari emosi menghadapi takdir yang ditentukan atas dirinya dan
mencegah lidah agar tidak mengeluh serta mencegah anggota badan melakukan
maksiat seperti menampar, merobek-robek pakaian, menjambak rambut dan
lain-lain. Poros kesabaran terletak pada tiga sarat tersebut. Apabila seorang
hamba telah melaksanakan sarat kesabaran seperti yang dikehendaki olehNya, maka
ujian tersebut akan tersingkir dengan sendirinya sebagai karunia yang berhak
didapatkannya, diubah menjadi karunia dan yang dibenci menjadi disenangi.
Allah Swt. menguji seorang hamba dengan
cobaan bukan untuk menghancurkan melainkan untuk menguji kesabaran dan
ibadahnya. Allah swt. menghendaki seorang hamba tetap beribadah walaupun dalam
keadaan susah seperti halnya ketika dalam keadaan senang. Dia ingin memiliki
ibadah hambaNya walaupun tidak disukai seperti halnya Dia ingin memiliki ibadah
yang disukai. Dan sebagian besar makhluk beribadah untuk kesenangannya sendiri.
Kondisi spiritual seorang hamba terletak
pada saat mempersembahkan ibadah di waktu yang tidak menyenangkan. Di situlah
perbedaan tingkatan seorang hamba. Dan di situ pula kedudukan makhluk di sisi
Allah. Melakukan wudlu dengan air yang dingin di cuaca yang sangat panas
merupakan ibadah. Menggauli istri nan cantik yang dicintai juga ibadah.
Memberikan nafkah kepada istri, keluarga, dan kepada dirinya sendiri juga
ibadah. Melakukan wudlu dengan air yang dingin di cuaca yang sangat dingin juga
ibadah. Meninggalkan maksiat yang sangat dihasrati oleh gejolak nafsu bukan
karena takut dipandang manusia juga ibadah. Bersedekah di kala sengsara juga
ibadah. Tetapi perlu diingat adanya perbedaan yang besar di antara dua bentuk
ibadah yang berlainan.
Barangsiapa melakukan ibadah untuk Allah
dalam keadaan senang maupun tidak senang demi melaksanakan hakNya, maka dia
berhak memperoleh firman Allah “Tidakkah Allah saja sudah cukup bagi
hambaNya”? dalam pembacaan yang lain “para hambaNya”. Kedua
pembacaan tersebut sama saja karena bentuk tunggal (mufrad) adalah
genitif (mudlaf) lalu digeneralisasikan menjadi plural (jama’).
Pencukupan yang sempurna menyertai ibadah yang sempurna. Begitu juga dengan
pencukupan yang kurang sempurna menyertai ibadah yang kurang sempurna.
Barangsiapa menemukan kebaikan hendaklah memuji Allah dan barangsiapa
mendapatkan keburukan maka salahkanlah diri sendiri. Mereka itulah para
hambaNya yang tidak dapat diperdaya oleh musuhNya. Allah berfirman, “Sesungguhnya
kepada para hambaKu kamu (Iblis) tidak mempunyai daya kekuatan.”
Ketika Iblis musuh Allah mengetahui
bahwa Allah tidak menyerahkan para hambaNya pada dirinya dan ia juga tidak
berdaya menghadapi mereka, ia bersumpah, “Demi keagunganMu, akan kusesatkan
mereka semua kecuali para hambaMu yang ikhlas.” Kemudian Allah berfirman, “Iblis
telah membuktikan prasangkanya. Maka mereka mengikutinya kecuali sekelompok
orang mukmin. Ia tidak mempunyai kekuatan atas mereka kecuali agar kami
mengetahui siapa yang beriman dengan hari akhirat di antara yang masih
meragukannya.”
Allah tidak memberikan kekuatan kepada
Iblis untuk menyesatkan para hambaNya yang beriman karena mereka berada dalam
lindungan, pemeliharaan, penjagaan, dan naungan Allah. Jika musuhNya berhasil
menculik salah satu dari para hambaNya seperti seorang perampok menculik
seseorang yang lalai, maka hal itu menjadi suatu keharusan karena seorang hamba
diuji dengan sifat lalai, syahwat, dan emosi. Iblis dapat merasuk ke dalam diri
hamba melalui ketiga pintu tersebut, walaupun sang hamba berusaha sekuat tenaga
untuk menutupnya, ia tidak bisa mengingkari kelalaian, syahwat, dan emosi di
dalam dirinya. Adam as. yang menjadi nenek moyang manusia, makhluk paling
cerdas, paling genius dan cerdik akalnya, tidak terlepas dari godaan musuh Allah
dan terjadilah apa yang telah terjadi. Bukankah prasangka, firasat, kecerdasan,
dan kegeniusan manusia dibandingkan dengan kemampuan akal nenek moyangnya
seperti ludah dalam lautan? Musuh Allah tidak pernah terima dengan orang
mukmin. Ia senantiasa menggoda manusia agar tertipu dan lalai. Lalu orang
mukmin tersebut mengira dirinya tidak akan menghadap Allah nantinya. Kejadian
tersebut akan menjadi bencana dan menghancurkan dirinya sendiri. Fadlilah,
rahmat, maaf, dan ampunan Allah di balik semuanya.
Ketiga, jika Allah menghendaki kebaikan
bagi hambaNya, Dia akan membukakan pintu tobat, penyesalan,[2]
keremukan hati, kerendahan diri, membutuhkan, dan memerlukan pertolongan
kepadaNya. Hal itu dibuktikan dengan bergegasnya hamba kepadaNya dan selalu
berendah hati, berdoa, mendekatkan diri kepadaNya, melakukan kebaikan untuk
menghapuskan keburukan yang menyebabkan rahmatNya, sehingga musuh Allah berseru
kecewa : andaikan kutinggalkan dirinya dan tidak menggodanya.
Penjelasan di atas semakna dengan
ungkapan sebagian Salaf bahwa “Seorang hamba masuk surga karena melakukan dosa
dan masuk neraka karena melakukan kebaikan.” Orang-orang bertanya dengan
keheranan, “Bagaimana bisa seperti itu?”
“Ia melakukan dosa dan matanya
senantiasa mengucurkan air mata karena rasa takut dan gelisah. Tubuhnya bergetar karena menangis
penuh penyesalan dan malu kepada Tuhannya. Kepalanya menunduk di hadapanNya
dengan hati yang remuk redam. Dosa yang dilakukannya memberikan manfaat dengan
membuatnya semakin taat dan mengangkat kedudukannya kepada tanda-tanda bahagia
dan kegembiraan. Begitulah perbuatan dosa yang menyebabkannya masuk surga.
Ia melakukan kebaikan dan mengungkitnya
di hadapan Tuhannya. Ia bersikap sombong dan melihat dirinya sendiri dengan
perasaan takjub berkepanjangan serta mengatakan aku telah berbuat demikian
demikian. Ia mewarisi sifat ujub, bangga, dan sombong yang menyebabkan
kehancuran dirinya. Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri makhluk miskin
tersebut, Dia akan mengujinya dengan persoalan yang dapat menghilangkan
sifat-sifatnya, menekan punggungnya dan mengecilkan arti dirinya di sisiNya.
Apabila Allah menghendaki keburukan baginya, Dia akan meninggalkannya dan kian
membuatnya ujub dan sombong, dua sifat rendah yang mengakibatkan kehancurannya
sendiri.”
Orang arif menuju Allah ta’ala dengan
bekal dua sayap : instropeksi diri dan kesaksian. Tidak mungkin dia dapat
berangkat tanpa keduanya. Apabila salah satu sayap tersebut patah, maka dia tak
ubahnya seekor burung yang kehilangan salah satu sayapnya.
Syaikh al-Islam[3]
menyatakan : seorang arif menghadap Allah dengan perasaan antara kesaksian atas
karunia dan intropeksi diri dan perbuatannya.
Demikian pula makna ungkapan Nabi Saw.
dalam hadis shahih dari Buraidah radliallah, “Sayyid al-istighfar
adalah saat seorang hamba mengungkapkan : Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada
tuhan selain Engkau, Engkau menciptakanku dan aku adalah hambaMu, aku berada
pada janji-Mu dan ancaman-Mu sekuat kemampuanku, aku berlindung kepada-Mu dari
keburukan yang telah kulakukan, aku kembali pada-Mu dengan nikmat-Mu dan kubawa
pula dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa
kecuali Engkau.”[4]
Dalam sabda Rasulullah tersebut “aku kembali pada-Mu dengan nikmat-Mu
dan kubawa pula dosaku,” digabungkan
menjadi satu. Artinya kesaksian akan karunia dan intropeksi diri dan amal
perbuatan.
Menyaksikan karunia mengharuskan adanya
cinta, pujian, dan sukur untuk mendapatkan nikmat dan kebaikan. Sedangkan
intropeksi diri dan perbuatan mengharuskan adanya rendah diri, remuk redam, kefakiran,
dan tobat setiap saat. Ia tidak melihat dirinya sendiri kecuali dilanda
kerugian. Pintu terdekat yang harus dimasuki seorang hamba untuk bertemu Allah
adalah merasa rugi dan tidak memandang dirinya memiliki keadaan spiritual (hal),
tahap spiritual (maqam), sebab dan sarana yang membuatnya memperoleh
karunia. Ia masuk ke rumah Allah ta’ala melalui pintu persembahan kefakiran
padaNya dan semata-mata merasa rugi, masuk melalui remuknya hati, fakir, dan
kemiskinan hati sehingga remuk redamnya perasaan tersebut menuju kepada tuannya
lalu Dia menyingsingkan dan menepiskan kesusahan tersebut dari segala penjuru.
Hamba juga menyaksikan keharusan menghadap Tuhan azza wajalla, kesempurnaan
menjadi keperluan dan kefakiran pada dirinya, ia benar-benar memerlukan setiap
permata dariNya baik yang zahir maupun batin. Akhirnya ia terlepas dari esensi
kehancuran dan kerugian tidak mampu menguasainya karena ia kembali kepada Allah
dan Allah mengaruniainya dengan rahmatNya. Tidak ada jalan paling dekat menuju
Allah selain dengan amal ibadah dan tidak ada hijab paling berat selain
prasangka.
Amal ibadah bersumbu pada dua kaidah :
mencintai kesempurnaan dan benar-benar rendah diri. Kedua pondasi tersebut
tumbuh dari aibmu yang telah dikemukakan : menyaksikan karunia yang mewarisi
rasa cinta dan instropeksi diri dan merenungi amal perbuatan yang mewarisi
kerendahan diri. Jika seorang hamba menjalani laku spiritual (suluk)
kepada Allah ta’ala melalui kedua pondasi tersebut, musuhnya tak mampu
mencengkeram dirinya kecuali ia tertipu dan terpedaya. Betapa cepatnya Allah azza
wajalla mengangkat hambaNya, memiliki, dan menuntun kepada rahmatNya.
Berhati-hati dalam Cinta
Apabila kau bertanya, maka kausaksikan seribu iblis yang
congkak menyusup ke dalam hatimu. Ia membisikkan benih pemberontakan untuk
menunjukkan dirinya di dalam egomu. Kemudian timbul pertengkaran dan pertikaian
yang tidak pernah selesai.
Keinginan untuk berpikir sebagai manusia tunggal yang
agung, sehingga matamu buta dan tidak menyaksikan keagungan lain atau telingamu
tuli dan tidak sanggup mendengar pendapat lain atau lidahmu lancang melanturkan
kata-kata tanpa pijakan di dalam hati, adalah kunci iblis untuk membuka gerbang
pengetahuannya yang menyesatkan.
Meskipun tidak seorang pun layak mencegah seseorang
bertanya; berhati-hatilah terhadap pertanyaanmu sendiri ketika melakukan
perenungan, sebab pertanyaan keliru hanya memperoleh jawaban yang keliru.
Doa Penutup
Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, ampuni kami yang tidak berdaya melawan ganasnya
bayang-bayang gelap diri-Mu. Ampuni kami yang samar dalam temaram malam-Mu.
Ampuni kami yang tidak bisa berbuat apa-apa mewujudkan Cinta-Mu. Ampuni kami
yang gagap mengeja cinta sejati-Mu. Ampuni kami yang lemah.
Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, karena kami bukan apa-apa maka apa yang dari kami
juga bukan apa-apa. Sesuatu yang berasal dari ketiadaan tentu bukan apa-apa.
Adakah bayang-bayang pantas memiliki bayangan? Adakah yang diciptakan layak
mengaku menciptakan sesuatu? Adakah yang lebih pantas mengaku pencipta atau
pecinta selain Engkau? Adakah sesuatu selain Engkau?
Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, jangan cerabut keyakinan kami setelah Engkau
kukuhkan hati kami dalam iman. Jangan goyahkan keteguhan kami setelah sekian
lama kami mencari pegangan. Jangan singkapkan mutiara kepada mereka yang iri
dan dengki.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kukuhkanlah pendirian
kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa
kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, kami berusaha menjadi penolong agama Allah. Kami beriman
kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
berserah diri. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami telah beriman kepada
apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu
masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi tentang
keesaan-Mu.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam
neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada seorang penolong pun
bagi orang-orang yang lalim.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, sesungguhnya kami mendengar seruan yang menyeru kepada iman:
"Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah
kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
berbakti.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami
melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat.
Sesungguhnya Engkau tidak memungkiri janji.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, keluarkanlah kami dari negeri yang lalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang
yang menjadi saksi atas kebenaran al-Qur'an dan kenabian Muhammad saw.
Bagaimana kami tidak akan beriman kepada-Mu dan kepada kebenaran yang datang
kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Pencipta kami memasukkan kami ke
dalam golongan orang-orang yang saleh?
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak
mengampuni an memberi rahmat kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang
merugi.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, limpahkan kesabaran kepada kami dan wafatkan kami dalam
keadaan berserah diri kepada-Mu. Kepada-Mu kami bertawakal! Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang
lalim,
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan
apa yang kami tampakkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Mu,
baik yang ada di bumi maupun di langit.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, jadikanlah kami dan anak cucu kami orang-orang yang tetap
mendirikan salat.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, ampunilah kami dan kedua ibu bapak kami dan sekalian
orang-orang mukmin pada hari perhitungan.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami
rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu
adalah kebinasaan yang kekal.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah
ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan
peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau
janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih dari kalangan bapak mereka,
istri mereka, dan keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana dan peliharalah mereka dari kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau
pelihara dari kejahatan pada hari itu, maka sesungguhnya telah Engkau anugerahi
rahmat dan itulah kemenangan yang besar.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, ampuni kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih
dahulu dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi
orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau,
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Aduhai Pencipta dan
Pemelihara kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami;
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Wahai Tuhan kami
berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami
petunjuk yang lurus dalam urusan kami.
Aduhai
Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah kesalahan doa kami.
Haris del Hakim, termasuk 10 cerpenis muda
versi PEKSIMIDA Yogyakarta tahun 1999. Cerpen-cerpennya sering dimuat di media massa . Penulis naskah
teater dan team kreatif setiap pentas Sanggar Nuun, bahkan pernah menjabat
sebagai lurahnya periode 1999-2001.
Beberapa tahun menerjuni dunia penerjemahan dan tulis
menulis. Pernah menjadi editor free lance penerbit Hijrah dan editor
tetap Pustaka Sufi Yogyakarta. Kemudian berproses kreatif di tanah
kelahirannya, Lamongan, bersama Forum Sastra Lamongan serta menjabat sebagai dewan
redaksi jurnal kebudayaan The Sandour dan Jurnal Sastra Timur Jauh.
Cerpen Perempuan Kupu-Kupu dinobatkan sebagai cerpen terbaik
utama versi FLP Jawa Timur tahun 2006. Puisinya terantologi dalam Absurditas
Rindu dan cerpennya terantologi dalam Gemuruh Ruh.
Karya terjemahannya yang sudah terbit: Jalan Lain Ke
Surga, karya Al Sya’rani (Belukar : Juni 2003), Makelar, Dirham, dan
Penguasa, Ed. Husein Ahmad Amien (Tinta : Juli 2003), Masnawi Kitab Suci
dari Persia
buku pertama karya Jalaludin Rumi (Belukar : Juli 2003), Janji Sejati karya
Thoha Husein (Tinta : Juli 2003), Perjalanan Menuju Tuhan karya
Faridudin Attar (Hijrah : Desember 2003). Masnawi Kisah-kisah Fantastis dari
Persia
buku kedua karya Jalaludin Rumi (Hijrah : 2004), Majelis Dzikir karya
Al Bayumi (Hijrah : 2004)
Selain itu, menulis Kado ulang tahun : Wejangan Cinta dan
Kasih sayang (Manyar: Juni, 2004) dan novel Kau Nodai Cintaku
(Manyar: November 2004), Odi dan Kucing Belang Tiga (Cahaya: 2005).
Karya-karya yang menunggu penerbit adalah Perempuan di Atas Mata Pusaran dan
Laras-Liris.
Alamat:
Jl. Medokan Sawah no. 9-11. Rungkut – Surabaya .
No. HP. 081-553 632 853 dan 031-70056796
[1] Artinya,
yang terang benderang. Nama kendaraan nabi Muhammad ketika melakukan Mi’raj ke Sidratul
Muntaha.
[2] Telah
kami kemukakan di muka bahwa tingkatan
bahagia ada tiga : sukur nikmat, sabar menghadapi cobaan, dan bertobat
dari dosa adalah tingkatan terakhir.
[3] Taqi
al-Din Abu al-Abas Ahmad bin Taymiyah rahimahullah wa ridla anhu.
[4]
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan al-Nasai.