Selasa, 14 Mei 2013

Kitab Cinta di Zaman Selingkuh











haris del hakim
Kitab Cinta
di Zaman Selingkuh



Daftar Isi
Kata Pengantar
Pembukaan
Kekuatan Pecinta
 Asal-Usul Keberadaan Manusia

Satu Episode Dunia

Arus Cinta di Zaman Khianat
Kenangan Terindah

Perang Melawan Ketidaksetiaan

Cinta dan Kebebasan

Belajar dengan Cinta

Perjalanan Cinta Mencari Tuhan
Perumpamaan-Perumpamaan Cinta
Berhati-hati dalam Cinta
Doa Penutup


Pembukaan

Dengan menyebut Asma-Mu yang Mahakasih dan Mahasayang.
Puji syukur kepada-Mu, Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami; atas aku yang Kauberikan kepadaku sebagai aku, atas tanda cinta yang Kaukaruniakan sebagai petunjuk jalan untuk merindukan-Mu, atas malam yang kelam dalam batin hingga rindu cahaya penenang, atas rembulan yang terang dari sinar matahari hingga menunggu matahari sejati, dan atas segala sesuatu yang tidak bisa diungkapkan oleh sepotong lidah.
Puji salawat kepadamu, wahai Muhammad. Engkaulah bulan purnama berseri dari kota Makkah. Aku bernyanyi untukmu tak kunjung sudah; segala huruf telah kutata, segala suara telah kuirama, dan bahkan segala lirik telah kulafal gelora kangenku tak kunjung reda dan namamu selalu kubisikkan tak pernah usai:
Aduhai matahari…matahari
Cahaya pagimu dinanti-nanti
Cahaya siangmu dipanggil-panggil
Cahaya senjamu dikaji-kaji
Cahaya malammu disuci-suci
Puji kepadamu, duhai para kekasih Allah. Engkaulah bintang-gemintang di waktu malam sebagai cahaya penuntun bagi musafir yang kehilangan arah. Engkaulah bayang-bayang dari matahari gua Hira. Peluklah aku dalam peluh olah-rasa-penghayatan-cintamu; agar dapat kutempuh rangkaian titian wejangan cinta para nabi yang kian ruwet jalinannya karena para pendusta saling berebut ujung-ujungnya, agar dapat kubabat rerimbun semak belukar keyakinan yang tumbuh di lembah kepalsuan hingga omong kosong dan pengakuan para pengkhayal tertunduk malu karena terbuka cadarnya, dan agar dapat kunyalakan obor penerang yang gagangnya laksana bara namun apinya redup tertiup angin badai.
Wahai kekasih dan para kekasih, izinkan kuurai kembali tirai-tirai sampah duniawi yang diagungkan manusia. Sampah-sampah yang berceceran di tepi jalan dan dikerubungi manusia bagaikan kawanan lalat; sampah yang pahit itu terasa manis karena hanya itu makanannya setiap hari. Sementara itu, ajaran cinta telah kumal oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab; orang-orang yang menjualnya demi sesuap makanan yang mengenyangkan perutnya, orang-orang yang berteriak lantang demi sepetak lantai tempat duduknya, orang-orang yang bunuh diri tanpa membunuh nafsu dalam dirinya.
Zaman ini mempertontonkan sampah yang terlihat seperti bayang-bayang cinta, sedangkan nyala api cinta telah surut ditimbuni debu-debu. Orang-orang yang berpegang teguh dengan moral, para penyembah berhala idealis, atau orang-orang yang bersandar dengan logika-logika pikiran yang subyektif; sibuk mengutuk sampah dan debu-debu seraya memuja api cinta yang ada di dalam guratan kaligrafi goa-goa peradaban kuno. Padahal, tanpa disadari mereka telah menyiram nyala api itu dengan air comberan dan membuatnya menjadi sampah. Nyala api cinta yang dulu berkobar-kobar diiringi senandung nyanyian manusia-manusia suci berubah menjadi onggokan kertas sampah.
Di antara sampah-sampah itulah kukorek sesuatu yang berasal dari cinta kemudian kupatri dan kujelmakan panci-panci. Kubersihkan kembali tungku cinta dari kerak-kerak mistis dan kuseberangi Laut Merah untuk memungut api di bukit Tursina.
O, api cinta pembakar segala angkara yang diselubungi api Namrood…
Kota-kota menghidangkan pisau yang merindukan luka dan gelisah abadi di hati manusia. Semua lorong dan jalan-jalannya dipenuhi manusia yang berbondong-bondong melamar menjadi tentara Namrood, raja yang memerintahkan rakyat dan prajuritnya untuk menyembah berhala dan mengumpulkan kayu bakar demi mengabadikan nyala gelora syahwat dan nafsunya. Semua manusia dengan segala jenis pakaian dan jabatan merasa takut bila tidak bergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Namrood. Mereka sembah berhala-berhala yang menjelma dalam kekayaan, jabatan, pengaruh, kekuasaan, atau segala sesuatu yang tidak benar-benar mereka butuhkan. Kota-kota telah kehilangan tuan rumah yang ramah tamah, sahabat yang paling karib, Ibrahim, dan para pengikutnya. Suara mereka, Ibrahim dan sahabat-sahabatnya, seakan siul rendah burung yang sakit-sakitan di antara derap suara kaki tentara Namrood. Bahkan, para tentara Namrood selalu mengintai setiap lubang semut tempat para pengikut Ibrahim bersembunyi, kemudian mereka siramkan minyak tanah ke dalamnya, dan api unggun telah dinyalakan bagi mereka yang berusaha meloloskan diri. Kota-kota yang hiruk pikuk dengan keramaian itu telah kehilangan penghuni dan hanya dipenuhi para perampok dan bandit yang tidak tahu tata krama.
Aduhai para penghuni kota dan tuan rumah sejati yang ramah tamah; aduhai para wali Allah, keluarlah dari persembunyianmu dan sambutlah tamu-tamu itu dengan baik, agar mereka tahu bagaimana perilaku seorang tamu. Kalianlah arus laut yang memilah air dari buih. Kepada kalian orang-orang suci itu memberikan wasiat-wasiat cinta.
Dan inilah kitab cinta yang kuletakkan di dalam panci cinta dan kubakar dalam tungku cinta dengan api cinta di bukit Tursina. Inilah kitab kesetiaan yang kuikrarkan sebagai bukti cintaku. Kesetiaan di tengah manusia-manusia yang bangga dengan perselingkuhan dan pengkhianatan pada kekasih.
Dalam gelora cinta ini kuulang apa yang pernah ada, apa yang pernah dikatakan, dan apa yang pernah dirasakan oleh para pecinta. Tidak ada yang baru di sini. Namun, ketika kutuliskan sehuruf dari batu bata bangunan cinta berarti aku telah memugar dan membangun rumah baru yang paling indah untuk kujadikan tempat tinggal bagi perjamuan dengan kekasih. Aku mengambil rekahan yang diruntuhkan oleh anak-anak zaman yang rakus, kemudian kugosok kembali hingga mengkilap dan berbinar-binar, seperti raut muka remaja yang sedang jatuh cinta.
Cinta yang membakar jiwa kami, para pecinta, tidak berbeda, namun kondisi zaman dan tempat membuat warna yang kami goreskan menjadi tampak berbeda. Sehingga, tidak pantas bila hal itu disebut sebagai perbedaan. Kata yang paling tepat untuk menjelaskannya adalah pernik pelangi cinta, sebagaimana yang akan diterangkan pada buku ini.
Kekasih, kekasih. Aku datang dan berkunjung kepadamu membawa kado ulang tahun bagimu. Perayaan ulang tahun adalah perayaan kehadiran ruh di dalam jasad dengan mengenang kembali setiupan ruh dari Tuhan yang bersemayam dalam setetes air mani kemudian menjadi segumpalan daging, setumpuk belulang, sebentuk kepala, sekelompok anggota tubuh, hingga gerakan terbatas dalam rahim yang mengganggu ibumu setiap malam. Dalam rahim itulah Tuhan mengajarkan keberadaan-Nya dengan pertanyaan: "Bukankah Aku ini adalah Tuhanmu?" Kemudian kaujawab dengan kekhusyukan, "Ya, kami bersaksi."
Hanya orang-orang yang rendah hati dan tidak sombong yang masih mengingat peristiwa itu. Mereka mengumpulkan bekal untuk perjalanan panjang sebelum bertemu dengan Tuhan dan ditanya mengenai kesaksiannya.
Semoga buku ini dapat menjadi nasehat bagi kita, terutama bagi penulis yang sering lupa.


Kekuatan Pecinta

Seorang pecinta mempunyai cara yang berbeda untuk mengguratkan cintanya di lembaran sejarah. Dia berbuat tidak mengenal kata menyerah demi mendapatkan cintanya yang hilang. Rabi’ah al-Adawiyah tidak peduli dengan deraan sebagai seorang pembantu asalkan hasrat cintanya yang menggebu-gebu tak terganggu; Jalaludin Rumi rela meninggalkan murid dan pepujian pada dirinya demi berkhalwat menyimak rahasia cinta bersama Syams dari Tabriz; Ibn al Faridh mengembara ke padang gersang dan hidup bersama kawanan hewan liar demi kuatir gelora cintanya menimbulkan fitnah di kalangan manusia; demikianlah manusia-manusia yang mendapatkan karunia cinta ilahiah.
Sedangkan manusia-manusia yang mendapatkan ilham dari cinta kemanusiaan dapat disebutkan seumpama Khalil Gibran yang menulis dan menulis bait-bait panjang untuk menunjukkan kerinduan yang tak menemukan muaranya; Qais rela melakukan apa saja demi dapat bertemu Laila pujaan hati; Rama menggempur negeri Alengka demi merebut kembali Shinta dari tangan Rahwana yang menculiknya; Ken Arok pun belajar dan tabah menyusuri garis kasta yang bertingkat-tingkat demi mempersunting Ken Dedes; dan legenda Bandung Bondowoso yang menciptakan seribu candi dalam semalaman agar mendapat cinta Roro Jonggrang.
Mereka memperoleh inspirasi dari cinta lalu berbuat sesuatu untuk menumbuhkan cinta mereka. Tidak ada yang mengingkari bagaimana cinta mengubah mereka dari manusia biasa kemudian menjelma manusia agung yang dikenang manusia sesudahnya.
Cinta adalah Subyek yang menggerakkan dan berbuat sementara pecinta adalah obyek yang digerakkan dan melakukan perbuatan cinta. Cinta akan berbicara kepada pecinta tentang dirinya dengan caranya sendiri. Ia mempunyai puluhan, ratusan, bahkan ribuan cara yang tidak dipahami oleh para pemujanya. Cinta akan setia mengajarkan bagaimana perilaku seorang pecinta bila ia benar-benar pecinta sejati.
Sepenuhnya tergantung pada pecinta sendiri bilamana cinta menunjukkan dirinya. Bila pemujanya adalah manusia yang berhati lembut dan dibesarkan dalam buaian kelembutan, tentu cinta tidak mengubahnya menjadi manusia yang bebal. Begitu pun manusia yang tegas tidak berubah menjadi ringkih. Masing-masing menjalani takdirnya sendiri-sendiri untuk mempercantik cinta. Lihatlah warna pelangi di langit yang melingkungi matahari. Jembatan para bidadari, demikian legenda menjelaskan makna pelangi, terdiri dari warna-warni yang membentuk warna merah, kuning, hijau. Masing-masing manusia dengan sifat dan karakternya akan menempati salah satu warna itu.
Oleh karena itu, tidak ada yang mengutuk dalam cinta. Seorang pecinta yang berwarna merah tidak mengutuk pecinta yang berwarna hijau. Seorang pecinta yang berwarna kuning tidak akan memaksa pecinta yang berwarna lain menjadi kuning. Pecinta merah tetaplah merah, pecinta hijau tetaplah hijau, pecinta kuning tetaplah kuning.
Wahai pecinta, apabila dalam hatimu terbersit kata kutukan, cacian, atau pemaksaan agar pecinta lain menjadi seperti yang kau inginkan, maka waspadalah bila cinta yang kaupuja adalah berhala yang harus segera kauhancurkan. Keinginan itu tidak berasal dari cinta, tetapi dari nafsu yang terpendam dalam dirimu. Seperti yang dikatakan Rabi’ah, “Hatiku telah terpenuhi oleh cinta, hingga tidak ada ruang sedikit pun bagi kebencian.” Hati yang dipenuhi kebencian atau sedikit saja menyimpannya, kemudian mengatasnamakan cinta hanya menghancurkan pecinta lain. Ia tidak merawat semesta ini, tapi memanfaatkan semua itu demi dirinya sendiri, sebagaimana secara semena-mena ia mengatasnamakan perbuatannya dengan cinta. Waspadalah terhadap pecinta palsu seperti itu, sebab ia tidak ubahnya seorang pemerkosa yang berperangai kasar dan beringas.
Kukisahkan kepadamu tentang pintu gerbang kota pengetahuan, Sayyidina Ali yang dimuliakan wajahnya oleh Allah karena tidak pernah menyekutukan cintanya dengan selain Allah. Dia mengajarkan bagaimana mewujudkan cinta; ketika beberapa orang berontak kepadanya ia justru mengirim surat yang berisi ajakan untuk berdamai. Bahkan, ketika dia hampir memenangkan suatu pertempuran dan pihak lawan mengajak berdamai dia menghentikan peperangan. Dia tidak menghiraukan reaksi dari para pengikutnya sendiri yang hampir memperoleh kemenangan.
Di saat lain ada sekelompok orang yang bingung harus bergabung ke kelompok mana, karena kedua belah pihak adalah kaum Muslimin. Ia bertanya kepada Amar bin Yasir yang sudah berusia lanjut. Amar mengatakan, “Kaulihat bendera di sebelah sana? Dulu di bawah bendera itu kami berjuang bersama Rasulullah saw untuk membela turunnya al-Qur’an (‘ala tanzîlil Qur’ân). Sekarang di bawah bendera itu kami berjuang untuk membela takwil al-Qur’an (‘ala ta’wîlil Qur’ân).
Kemudian mereka bertanya kepada Sayyidina Ali, “Anda sebut apakah mereka yang memerangi Anda?”
Seseorang menyatakan, “Itulah orang-orang kafir.”
Tapi Sayyidina Ali menimpali, “Tidak, mereka bukan orang kafir. Mereka mengucapkan syahadat dan melakukan shalat.”
“Kalau begitu, merekalah orang-orang munafik,” tanya mereka.
“Bukan,” jawab Sayyidina Ali, “orang-orang munafik sangat sedikit dzikirnya sedangkan mereka banyak berdzikir.”
Orang-orang bingung, “Kalau begitu, bagaimana kami harus memanggil mereka, Ya Amiral Mukminin.”
Sayyidina Ali menjawab, “Itulah saudara-saudara kita yang berbeda paham dengan kita.”
***
Cinta hadir pada hati pemujanya dengan kekuatan yang maha dahsyat dan menyentak, namun terkadang secara perlahan-lahan dan lembut. Seorang manusia yang hatinya telah berkarat dengan kebencian, sebenarnya banyak sifat lain seperti kedengkian, pemarah, ambisi, dan lain-lain, namun untuk mempermudah cukuplah disebutkan dengan kebencian saja; akan menerima cinta dengan terhentak bagaikan batu karang yang ditimbuk godam raksasa atau diledakkan oleh dinamit-dinamit. Cinta secara perlahan-lahan membuatnya menjadi lemah lembut dan tidak berdaya kemudian mengembalikannya sebagai manusia yang teguh dan berpendirian kuat. Sementara seorang manusia yang berhati lembut akan dibelai secara perlahan-lahan dan sesekali dihantam hingga dia menjadi seorang pecinta yang tangguh dan kukuh menghadapi ujian cinta.
Cinta masing-masing manusia tidak sanggup menandingi atau tertandingi oleh cinta orang lain. Cintamu berbeda dengan Cintaku. Cintamu berbeda dengan cinta orang tuamu. Cintamu berbeda dengan cinta siapa? dengan cinta siapa? dengan cinta siapa lagi? karena setiap manusia memiliki duri, perih, luka, dan rasa sakit yang digoreskan oleh cinta sendiri-sendiri. Karena, dalam bercinta pengalaman yang menentukan. Masing-masing manusia mempunyai penghayatan yang tidak sama terhadap cinta. Lidah pecinta akan mencecap manisnya segala masakan yang disentuh oleh tangan kekasihnya, sedangkan orang lain akan gebres berkali-kali karena merasa pahit, atau mengerinyit bila merasa kecut, atau berhuah-hua bila merasa pedas. Seorang pecinta takkan sanggup memaksa orang lain mencintai sebesar cinta yang dirasakannya, begitu juga pecinta lain tak mampu memaksa masuk ke dalam keagungan cinta yang menyelimutinya.
Pada mulanya cinta datang menyelinap ke dalam hati yang dipercayainya melalui suatu pengalaman yang tidak terbayangkan oleh dirinya sendiri. Setelah itu, cinta memberi kekuatan kepada pecinta agar mewujudkan cintanya. Ken Arok tidak pernah membayangkan akan melihat betis Ken Dedes, mengatur rencana menyingkirkan Tunggul Ametung, lalu sejarah mencatatnya sebagai raja pertama Singosari. Sangkuriang mengerahkan segenap kekuatan dan bala tentara dari kalangan makhluk halus demi meminang Dewi Sumbi, ibunya sendiri, kemudian muncul gunung Tangkuban Perahu. Bandung Bondowoso rela bekerja semalaman menata batu-batu satu persatu menjadi Candi Sewu demi Roro Jonggrang.
Pada zaman seperti ini, masih adakah gelora cinta yang kelak dikenang oleh manusia masa depan?
Pertanyaan itu terlalu pagi diungkapkan di sini. Biarlah itu menjadi perbincangan di kalangan paranormal yang sibuk memantau masa depan atau para pengangguran yang kehilangan arah tujuan hidup atau orang-orang yang putus asa menghadapi kenyataan hari ini. Biarlah para penyembah berhala yang memimpikannya.
Para pecinta selalu sibuk memata-matai langkah-langkahnya hari ini demi pertemuan dengan kekasih di hari yang dijanjikan dalam keadaan benar-benar menanggung rindu. Pecinta mengobarkan rasa cinta sepanjang hari sebab kekasih dapat memanggilnya sewaktu-waktu; betapa malu dirinya bila mengaku pecinta sementara saat pertemuan tidak memendam rasa cinta sedikit pun. Hanya pecinta palsu yang sibuk membanggakan diri sebagai pecinta dan menggembor-gemborkan rasa cintanya kepada semua manusia, padahal hatinya dipenuhi dengan sampah-sampah yang menghalangi hubungannya dengan cinta. Pecinta sejati sadar sepenuhnya bahwa dirinya memperoleh cinta berkat karunia dan kemurahan cinta, bukan atas usahanya sendiri sehingga ia merasa malu membanggakan sesuatu yang bukan berasal darinya sendiri.
Kesaksianku di zaman ini adalah cinta yang berulangkali mengetuk hati manusia, namun mereka memungkirinya dengan ketakutan-ketakutan yang dibuat-buatnya sendiri. Bertanyalah kepada manusia dan mereka pasti menjawab tentang keagungan cinta. Mereka tidak ada yang memungkiri luapan kekuatannya. Akan tetapi, jangan terpukau dengan jawaban mereka dan menganggap mereka sebagai seorang pecinta. Bukankah para pemuka kafir Quraisy juga percaya bahwa Allah adalah pencipta dan pemelihara alam semesta? Mereka percaya cinta di kepalanya tapi hatinya dipenuhi sesuatu yang lain, seperti kursi kekuasaan, rumah yang penuh kekayaan, keluarga yang cantik dan tampan serta populer.
Wahai para pecinta, nyalakan api cinta di hati para pecinta dan tunggulah beberapa tahun lagi kemenangan akan teraih.
Kota-kota morat-marit dengan perang, kejahatan, perampokan, korupsi, penindasan atas yang lemah. Diperparah lagi pengakuan nubuwah palsu para pecinta, musang berbulu domba. Pecinta-pecinta sejati telah lari ke desa-desa, hutan-hutan, lereng-lereng gunung, dan tempat-tempat sepi. Kuingatkan kembali, pecinta sejati tidak mengutuk pecinta lain. Mereka menjalani peran cinta yang harus diembannya dan tidak perlu berkoar-koar di depan televisi sambil menunggu upahnya. Mereka adalah pecinta yang lelah menghadapi brengseknya dunia. Mereka bosan meratapi pedihnya rindu untuk berjumpa dengan Kekasih. Tetapi, mereka masih bertahan hidup di dunia. Seandainya bukan karena cinta yang mengajarkan makna penantian, tentu pisau ajal kematian sudah memotong urat nadi mereka dan tak terlihat lagi dunia yang memuakkan. Rasa ingin dan harapan akan bertemu dengan kekasih diletakkan di atas pangkuan mereka dan dibelai dengan lembut. Mereka tidak mau menikamkan pisau ke jantungnya walau kematian sangat dirindukan. Waktu terasa pendek namun melelahkan bila dilakoni. Bertahun-tahun hingga seratus tahun di masa lalu hanya disebut satu abad, sementara kita menjalani waktu dalam satu hari ini saja seringkali terasa berat, terutama di saat menghadapi gundah gulana atau dalam penantian.
Bukan sesuatu yang sulit bila kiamat sebagai akhir dunia ditiupkan melalui angin kering yang keluar dari Sangkakala Israfil, kemudian Tuhan berseru lantang, “Inilah hari besar pertemuan kita.” Setelah itu, tatanan semesta raya beradu kekuatan dan berantakan laksana kertas-kertas berhamburan.
Kalau kau sanggup menerobos waktu dan menyaksikan dahsyatnya hari pertemuan, tentu kau mati sebelum bertemu dengan-Nya. Sebagaimana Musa yang pingsan sewaktu memohon—demi umatnya—agar Allah berkenan memperlihatkan Diri. Kalau kau Musa tentu kau tidak hanya pingsan.
Aduhai, betapa sombong dirimu mengaku seperti Musa.
Sadarilah dirimu lemah dibandingkan Musa, bahkan sejajar dengan tongkatnya pun kau tidak pantas, bahkan mendengar terompahnya kau pasti beringsut dan hanya mengikuti jejaknya. Sambil merangkak kau akan mengiba, “O, Musa. Jangan lepaskan bakiyakmu agar aku tak kehilangan bebunyi dan jejaknya untuk mendaki bukit Tursina.”
Aduhai, bukit Tursina masih terlalu jauh. Belum ada sesuatu yang kau perbuat hingga kaulihat api Tursina menyala-nyala dari kejauhan. Kau masih saja meraba-raba di mana cahaya cinta yang akan membebaskanmu dari kegelapan hutan belantara.
Jangan memaksa seorang pecinta menuliskan kata-kata yang gamang kemudian kalian tidak memahaminya. Rasa cemburu membelit-belit batinnya hingga lebih baik memejamkan mata dan membiarkan penunjuk arah lenyap itu secara perlahan-lahan. Pahamilah dengan baik setiap kata-kata! Pahamilah dengan seksama agar tidak ada yang lewat sehuruf pun!
Semoga kau dapat memilah dan memilih bagian dari isyarat-isyarat rinkas ini. Lantas, apakah ketika pecinta mengungkapkan hal ini menjadi pengetahuan? Bagaimana cinta adalah pengetahuan? Bagaimana cinta adalah kebenaran?
Inilah pertanyaan-pertanyaan gila yang membuat kita terjebak dalam kebingungan. Iblis—sebelum dilaknat adalah malaikat yang alim dan ahli ibadah bahkan dianggap paling dekat dengan Arsy—dengan congkak melontarkan pertanyaan dan pernyataan yang terbersit di benaknya. Ia bertanya, “Masih adakah yang melebihi cintaku pada-Mu, Tuhan? Selama ribuan tahun aku dendangkan tasbih dan pujian kepada-Mu, mengapa Engkau ciptakan makhluk baru yang menumpahkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi. Mulia manakah antara api dengan tanah? Dari api tercipta cahaya sementara dari tanah hanya lahir kegelapan dan kehinaan.”
Iblis menganggap dirinya mulia dengan dasar asal-usul dirinya. Kemudian dia mengaku benar dengan logikanya.
Apakah dia kebenaran?
Tidak!
Dialah musuh abadi. Dia memuja dan bertasbih sambil berharap mendapatkan tongkat khalifah di muka bumi. Ia merasa takut kedudukannya bergeser dan menutupi perasaannya dengan kesombongan. Ia kuatir kehadiran makhluk baru akan mendapatkan kekuasaan dan menghancurkan harapannya. Karena itu, bila bisikan ketakutan terhadap sesuatu selain cinta atau janji yang bersifat keuntungan duniawi mengeram di dalam benakmu, berarti bala tentara iblis berhasil menyusup ke dalam hatimu. Semua ketakutan terhadap apa pun selain Tuhan pasti berasal dari iblis.
Pada zaman berburu, manusia takut menjadi buruan. Pada zaman, agraris manusia takut kelaparan. Zaman pengetahuan manusia merasa takut dianggap tidak mempunyai pengetahuan. Zaman teknologi manusia takut bila tidak bisa mengendalikan teknologi. Zaman komunikasi manusia takut tidak bisa berkomunikasi dengan cepat. Zaman kebebasan manusia takut bila dianggap tidak ikut bebas atau setidaknya toleransi terhadap kebebasan. Semua zaman memendam ketakutan-ketakutannya sendiri.
Cinta selalu mengobarkan gairah. Cinta yang makin membuatmu tidak berdaya bukanlah cinta sejati, hanya cinta palsu yang diobral murah. Tidak berbeda dengan slogan-slogan di bentangan spanduk, selebaran, atau ungkapan picisan seorang yang ditinggal pacarnya lalu mengaku mengalami cinta sejati. Cinta remaja ditolak kemudian ia merasa suci dan menganggap orang yang menolaknya itu tidak setaraf dengan dirinya. Ia meminjam istilah cinta ilahiah kemudian mempermainkan kata-kata, seperti kartu domino. Pada saat ia mendapatkan kemenangan, gadis pujaannya itu mengiba cintanya, atau puisi-puisinya dimuat di media masa yang melejitkan namanya, seketika itu pula ia kenakan surban dan membuang masa lalunya sebagai seorang yang sakit hati. Ia menerka-nerka makna cinta atau mensejajarkan gadis pujaannya dengan Tuhan; perselingkuhan yang tidak dapat diampuni. Kemudian dia membohongi orang-orang bahwa ia menemukan cinta. Ia bergelora bila ada pemuja di sampingnya, seakan mengatakan, “Aku bisa mendapatkan yang lebih darimu.”
Pecinta sejati yang rendah hati tidak pernah merasa berbuat apa-apa. Dia membaca dirinya, bercermin, dan selalu merasa kurang jelita untuk bertemu dengan Kekasih. Sementara pecinta palsu bersifat tinggi hati. Semakin seseorang menyakiti dirinya semakin lantang dia berbicara, sehingga semakin jelas sakit hatinya, apalagi bila tidak dianggap mencumbu cinta sejati. Secara diam-diam dan tanpa disadari, seorang pecinta palsu membangun tembok-tembok keangkuhan dan kesombongan di sekeliling dirinya. Sehingga, ia bukan mengungkapkan pantulan hati suci melainkan kilatan-kilatan nafsu dalam kubangan dosa.
Apakah kau seorang pecinta sejati hingga pantas aku bertanya apa yang kaulakukan untuk membuktikan diri sebagai seorang pecinta? Apabila dirimu pecinta palsu, hentikan perbuatan sakit hatimu sebelum kau malu ditelanjangi oleh nafsumu sendiri.

 Asal-Usul Keberadaan Manusia

Kelahiran di dunia ini menahbiskan manusia sebagai saksi atas peristiwa yang terjadi dan mengukuhkan sebagai pengemban kesadaran, bahwa kelak harus meninggalkan semuanya. Manusia dilahirkan ke dunia untuk melihat apa yang dilakukan oleh makhluk dan apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri.
Sayangnya, banyak yang terjebak di dunia dan terpukau oleh fenomena macam-macam perbuatan manusia. Fenomena itu berkelebatan, tidak memberi kesempatan kepada manusia untuk mengedipkan mata sejenak pun. Fenomena itu terus menghisap segenap perhatiannya. Bagi seorang pecinta, fenomena itu merupakan penguji bagi ketangguhan ke”diri”an dan kecairan ke”sadar”an dalam menyiasati aneka rupa warna kehidupan. Kesadaran bahwa dia yang dihadirkan ke dunia ini kelak akan meninggalkan semua yang disaksikan, tanpa ada yang sia-sia sedikit pun. Semua berarti dan bermakna, setidaknya, untuk dirinya sendiri.
Banyak fenomena yang menunjukkan pertemuan dan perpisahan: pada usia kanak-kanak kita bergayut di tangan orang tua, sewaktu remaja bermain sejauh mungkin seraya menyimpan rindu terhadap belaian hangat mereka, dan ketika dewasa harus berlepas diri dan mandiri. Seperti anak ayam yang baru berumur beberapa hari, ia mengiringi ke mana induknya mencari makan. Setelah anak ayam menginjak dewasa, induknya akan mengusir, bahkan mematuknya, agar si anak menjauh dari kehangatan sayapnya.
Begitulah takdir pertemuan dan perpisahan paling sederhana di depan mata kita. Catatan panjang sejarah manusia mengabarkan bahwa adanya pertemuan di dunia akhirnya menjalani perpisahan.
Lantas apakah kelahiran? Biarlah yang menciptakan dan paling mengetahui kejadian manusia yang bercerita kepadamu melalui kitabnya:
Wahai manusia, jika kalian masih ragu-ragu akan kebangkitan manusia dari alam kubur, ketahuilah: Sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna dan tidak sempurna ciptaannya, agar Kami jelaskan kepada kalian. Kami tetapkan apa yang Kami kehendaki di dalam rahim sampai waktu tertentu, kemudian Kami keluarkan kalian sebagai bayi, kemudian perlahan-lahan kalian dewasa, di antara kalian ada yang diwafatkan di waktu itu dan ada pula yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, agar ia tidak mengetahui lagi apa yang pernah diketahuinya. Dan kalian lihat bumi ini awalnya kering, lalu Kami turunkan air di muka bumi agar hidup dan subur untuk menumbuhkan berbagai macam tanaman yang indah. (QS Al Hajj [22] : 5)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (QS. al-Mu'minun [23]: 12-14)
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes, air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). (QS. al-Mu'min [40]: 67)
Sebelum lahir di dunia manusia tinggal di alam sebelum menjadi saripati, kemudian alam tak terjelaskan sebelum menjadi setetes air mani, kemudian alam tak terjelaskan sebelum masuk dalam rahim, kemudian alam petang selama sembilan bulan dalam perut ibunya. Demikian panjang proses yang dialami oleh manusia sebelum lahir. Kenangan apakah yang masih kita bawa dari masa-masa itu sehingga kita dapat mendaku telah mengetahuinya?
Amboi, satu pertanyaan tentang asal-usul keberadaan manusia saja belum terjawab, kemudian kita bersikap angkuh dengan menantang akan menjawab pertanyaan apakah yang terjadi sesudah kehidupan? Pertanyaan tentang “siapa sebenarnya manusia sebelum lahir?” masih berada di ambang kegelapan. Tidak ada sedikit pun kenangan yang terbawa ketika lahir untuk menjelaskan bagaimana asal-usul manusia. Apakah daya ingat yang begitu ringkih dan isi kepala yang pelupa kita cambuk untuk terbang menembus alam setelah kematian?
Kasihan sekali manusia. Sungguh mereka menghiba belas kasihan. Langkah kaki mereka terseok-seok dan terantuk batu setiap kali hendak menembus tirai alam setelah kematian. Seandainya mereka sadar, bahwa jangankan untuk menembus alam setelah kematian, kalau jujur pada diri sendiri, langkah kaki mereka sering goyah setiap menghadapi kenyataan kehidupan sekarang yang nyata di depan mata.
Satu pertanyaan akan memanggil ribuan pertanyaan. Sekali saja kita coba menjawabnya, selamanya kita terjebak dalam kubangan pertanyaan yang tidak pernah habis. Selalu ada pertanyaan-pertanyaan baru atau seakan-akan baru. Satu pertanyaan kadang beralih rupa menjadi pertanyaan lain. Karena itu, jangan terpukau dengan murid-murid Descartes yang selalu ragu, bahkan terhadap keraguan itu sendiri lebih pantas untuk diragukan.
Rebahkan pikiranmu di atas altar kepasrahan. Bungkam mulutnya. Ikat tangan dan kakinya. Kemudian buka matanya lebar-lebar untuk menyaksikan apa yang terjadi:
Awal dan akhir, lahir dan mati, pertemuan dan perpisahan, menyisakan ruang antara. Apa yang kita cari dalam ruang antara itu? Dengarkan irama dan lakon kehidupan yang terjalin rapi ini; ada hitam-putih, baik-buruk, iman-kufur, tauhid-syirik, benar-salah. Semua menyanyi lagu ratapan penderitaan rindu tak tertahankan terhadap Hakikat Hidup di zaman azali, begitu sabda Jalaludin Rumi guru yang agung. Manusia ibarat buluh bambu yang tak bosan meniup diri mengalunkan nyanyian rindu pada rumpunnya. Ia mengerang menahan perih setiap kali angin semilir menyentuh lubang kesadarannya. Ia ingin mengabarkan kepada alam semesta betapa pilu menanggung rindu kepada kampung halaman.
Lagu rindu adalah kidung persembahan sekaligus nostalgia bagi alam azali. Buluh bambu atau manusia tidak pernah berhenti bernyanyi untuk mengungkapkan jiwanya yang perih. Melalui lagu itu, ia ingin melarutkan semua risau galau akan carut marut kehidupan yang semakin berantakan dan mengaduknya dalam cawan kesadaran hakiki.
Lagu itu senada kidung suci yang dibawa para Nabi. Semua kitab suci senantiasa bersenandung dengan tema mudik ke kampung azali dan mengingat sang pencipta, yang maha sempurna dalam indah, suci, kasih sayang, baik, cinta, dan segalanya.
Dari-Nya kita berasal dan memancar untuk menerjemahkan kesempurnaan. Apapun bentukmu adalah wujud sang Mahasempurna yang mengejewantah dalam dirimu. Dia berkenan merasuk dalam jiwa dan tubuhmu. Karena itu, kaum suci yang selalu menelisik dan merenung Dia dalam dirinya berpetuah, “Barangsiapa mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya.
Sang Mahasempurna berkenan membuat rumah di hati manusia untuk menunjukkan diri-Nya lebih dekat dari urat leher, bahkan rumah itu tidak pernah ditinggalkannya. Bila manusia mendustakan keberadaan-Nya dalam hatinya, betapa terkutuk dia yang menafikan keberadaan tuan rumah, saat itu mata hatinya penuh dengan tentara hawa nafsu. Sang Mahasempurna dan hawa nafsu tidak pernah bersekutu dalam satu tempat, sehingga kausaksikan ribuan tentara itu mendirikan tenda dan membangun barak yang menjulang ke angkasa dan menutupi rumah Sang Mahasempurna. Bangunan-bangunan itu membuatmu terpukau dan terkesima. Mereka berlomba-lomba membuat bangunan paling tinggi dan tidak segan-segan meruntuhkan bila telah kalah oleh kelompok tentara lain.
Hembuskan angin yang pernah dipinjamkan oleh Allah kepada Muhammad di saat perang Khandaq itu sebelum mereka memenuhi hatimu dan menghancurkan rumah-Nya.
***
Manusia yang berkesadaran sebagai ekspresi Sang Mahatunggal tentu mengerahkan segenap perilaku kepada-Nya. Manusia yang jujur ketika bersumpah bahwa dia menyaksikan-Nya tentu hatinya menjelma wadah agung yang dikuasai oleh-Nya, hingga sekepal darah di perut kiri itu mampu menangkap cahaya di atas cahaya. Hati yang sempurna dalam citra-Nya, “Ketahuilah hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.” Hati merasa tenteram karena Penghuni Rumah Hakiki telah tiba dan memenuhi setiap ruangannya.
Bila saja kau masih bimbang dan menganggap semua itu sebagai mimpi paling bohong di siang bolong, kau telah melakukan dosa besar terhadap sejarah abad pertama Hijriah atau VII M?
Adalah Muhammad Nabi terakhir yang berakhlak sempurna dan dipuji karena keluasan hatinya sanggup menerima cahaya, wahyu, sekaligus pemberi wahyu dengan sangat sempurna. Bekal Muhammad adalah menerjemahkan dirinya menjadi sabda Tuhan. Dia yang menerima sekaligus sabda itu sendiri. Tanpa Muhammad tentu tidak ada Al Quran dan tanpa Al Quran tentu tidak ada Muhammad. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang saling mengutuhkan. Cahaya yang berkebalikan dengan cahaya. Dua cahaya yang sedang bercermin.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Aisyah ketika seseorang bertanya, “Bagaimana akhlak Muhammad?” Aisyah menjawab, “Akhlaknya adalah Al Quran.”
Akhlak Muhammad adalah kalam sang pencipta. Dalam hatinya tidak terdapat berkas cahaya redup akibat derita hidup yang tidak berkesudahan. Ia senantiasa menyucikan dan merendahkan hati, sehingga Tuhan sudi bercermin dan mengejewantah melalui akhlak perilakunya. Betapa agung Muhammad. Dia sendirian menerima amanah maha berat. Tanpa seorang musuh pun. Baginya, Abu Jahal dkk. adalah kumpulan penggembira permainan yang tidak berpengaruh terhadap permainan.
Sesekali ia sampaikan doa kaumnya kepada Allah, agar orang-orang kafir masuk Islam dan seluruh manusia bernaung di bawah satu tenda bersamanya. Akan tetapi, Allah tunjukkan bahwa kelak di akhirat semua seperti yang diinginkan. Persoalan seperti itu mudah bagi Allah, bahkan menyingkat waktu dan menyegerakan orang-orang kafir beriman saat itu juga bukan persoalan yang sulit.
Semua itu menyimpan rahasia.

 


 Satu Episode Dunia


Shalawat dan salam atas junjungan umat. Inilah aku yang merangkak pelan-pelan agar dapat turut dalam kereta agungnya. Dari derit rodanya kusimak kata-kata paling lembut dan samar, seperti lembut dan samarnya apa yang disampaikannya.
“Kini kuceritakan kepadamu tentang dunia materi, sebuah identitas semu.”
Dunia dengan segala isinya tidak sepadan ditukar dengan manusia. Dari dalam diri manusia yang paling berharga adalah hatinya, karena di dalamnya bersemayam rumah Allah. Sementara, dunia di samping rumah Allah hanya gundukan sampah. Apa artinya ciptaan dibandingkan pencipta? Apa artinya kursi dibandingkan tukang kursi? Adanya kursi tidak bisa membuat tukang kursi, tetapi adanya tukang kursi mungkin terbuat ribuan kursi lagi. Sekali kursi itu rusak dengan mudah ia menggantinya dengan kursi lain yang lebih baik, tetapi bila tukang kursi meninggal tentu tidak ada kursi baru.
Satu ketika dunia terbakar dan menjelma asap tebal yang menghalangi keakraban antara manusia dan penghuni hatinya. Sehingga, manusia meraba-raba dalam gelap, menendang ke sana ke mari, melaju tak tentu arah, memburu seluruh bunyi gemuruh, menangkap semua perangkap yang menjerumuskan nasibnya sendiri. Manusia merasa resah mendengar desis ular, namun justru mengejar ular berbisa.
Pada mulanya dunia adalah timbunan sampah. Sekelompok malaikat yang penasaran menyaksikannya tidak dihancurkan, segera mengorek-orek isinya sambil menduga barangkali di dalamnya terdapat benda berharga. Setelah meluapkan rasa penasaran selama bertahun-tahun, sekelompok malaikat itu tidak menemukan apa-apa. Mereka hanya melihat seekor ular naga menyeruak dan mendesis ganas memamerkan racunnya.
Wahai sahabatku para pecinta, kau saksikan bias gembira di wajah manusia saat kesedihannya ditebus dengan dunia. Percayalah, binar bahagia itu bersifat sementara, seperti rasa kenyang yang sesaat. Siapakah yang sanggup mengganjal rasa lapar seorang manusia selama hidupnya…
Aduhai, biarlah kupaparkan sekilas tentang kekejian manusia yang membeli sesamanya dengan sekepal roti orang lain…
Sebaik apa pun mutu roti yang berhasil kaurampas dari tangan orang lain, tidak lebih dari serpihan sampah; kalau kau memakannya, nanti akan membusuk dan kaubuang ke wadah kotor tanpa kautoleh sama sekali. Sampah seperti itu kautawarkan kepada orang lain sambil menghiba-iba. Kaubeli perempuan-perempuan cantik untuk menjual sekepal rotimu, kau berharap orang-orang terpesona, dan tanpa sadar mereka merogoh sakunya untuk diberikan kepadamu.
Bersenang-senanglah kalian yang tahu awal dan akhir kehidupan materi alam semesta. Kalian tukarkan sepotong rotimu dengan roti orang lain agar tidak basi. Kalian bermain-main, seperti anak-anak yang bermain tentang pasar. Kalian ikut berteriak sambil tersenyum melihat orang-orang terpukau pada apa yang telah kalian kumpulkan.
Celakalah kau yang menganggap sepotong roti sebagai tujuan kehidupan ini. Roti yang bisa menjadi bekal kehidupan tak ubahnya seperti tumpukan sampah dan menjelma dinding tebal yang menghalangi manusia dan Penghuni hatinya. Kaukumpulkan para pengikutmu yang senang roti dan kautaburkan madu di atas mangkuknya agar mereka memujamu duduk di kursi goyang; kau tertawa terbahak-bahak demi menyadari bahwa roti dan madu yang dimakan oleh para pengikutmu tidak lain adalah keringat mereka, bahkan lebih banyak roti yang mengisi perutmu.
Aduhai sayang sekali. Sayang, kau tidak mampu memastikan berapa lama manusia dapat bersenang-senang dengan sekepal roti yang telah kaugerogoti itu. Sebab, suatu ketika mereka terkesima pada cahaya yang menyeruak dari kedalaman batinnya. Pintu yang selama ini kauganjal dengan tumpukan roti akan berderak dan menunjukkan tuan rumah yang sebenarnya. Penghuni rumah di dalam hati itu selalu mengetuk pintu seraya berteriak, “Wahai manusia, di sini bahagia abadi. Wahai anak, di sini ketenteraman hati!”
Saat pintu-pintu hati manusia telah terbuka, kau tidak dapat memaksa mereka. Mereka tidak lagi membutuhkan sedekahmu. Mereka tidak memerlukan pertolonganmu. Mereka telah tahu apa yang lebih berarti bagi mereka. Hati mereka telah diterangi cahaya dan tidak mungkin mereka tukar dengan kegelapan yang kauumbar ke mana-mana.
Selama ini kaubangga dapat membeli, memaksa, mengatur, dan berkehendak apa saja terhadap mereka. Tetapi, di saat itu kau tidak ubahnya orang gila yang berteriak di tengah pasar. Kauundang semua orang agar mendekat kepadamu untuk kaujejali kata-kata kotor tentang orang gila lain. Bagaimana orang-orang yang waras dari gila akan percaya kepadamu?
Alam semesta berkali-kali mengirimkan isyarat dan menyeret setiap orang yang sejenak saja memperhatikannya. Kepadanya alam menjelma cermin raksasa agar manusia menatap dirinya. Seorang yang berhati bersih dan penghuni sejatinya telah kerasan di sana akan lebih senang menyimak suara alam semesta di dalam hatinya. Tidak ada yang berbeda antara alam besar dan alam kecil. Hanya nama semata, namun sering memukau orang-orang yang tidak melihat dengan bening.
Akan tetapi, waspadalah menatap sesuatu yang menjadi bagian dari dunia, materi, dan atribut kemanusiaan yang bersifat sementara. Semua juga cermin namun terbalik; kiri menjadi kanan dan kanan menjadi kiri. Cermin itu memantulkan keseluruhan yang diterimanya dalam posisi terbalik.
Aduhai, mengapa malu mengaku sebagai manusia yang bermata awam daripada mengaku bermata tajam namun hanya bermata hati biasa saja. Aduhai, betapa banyak manusia keliru menatap dirinya.
Apabila kau adalah manusia yang memiliki hati cermin sejati atau kaca murni tentu kau perlihatkan sesuatu dalam keadaan apa adanya.
Waspadalah, agar tidak terjebak dalam reaksi sementara yang membuat senang maupun kecewa. Karena, semua itu berdasarkan realitas sementara dan bukan realitas hakiki. Kecuali, kau sengaja menjerumuskan diri dalam gelimang kesementaraan. Kecuali, kau dapat menertawakannya. Kecuali, kau percaya semua itu memang lelucon.
Salamku untukmu yang telah mencapainya.


Arus Cinta di Sungai Keruh

Sekarang akan kubisikkan kepadamu tentang rahasia cinta yang dilupakan orang:
Cinta seperti arus sungai yang deras dan menghanyutkan mangsanya. Cinta merenggut apa saja yang dimilikinya, baik ia dalam keadaan rela maupun terpaksa. Pecinta yang memberikan segala miliknya dalam keadaan rela akan memetik bahagia, sementara pecinta yang mengulurkan miliknya dengan terpaksa hatinya akan tercabik-cabik. Pecinta yang memasrahkan dirinya dalam keadaan rela akan mengundang cinta untuk membelainya dengan lembut, sementara pecinta yang menyerahkan dirinya dalam keadaan terpaksa akan tersayat-sayat oleh duri cinta. Pecinta yang membuka hatinya dengan lapang akan menemukan cinta terbaring manja di dalamnya, sementara pecinta yang menutup pintu akan membuat cinta terpaksa menancapkan kukunya dan mencakar-cakarnya.
Serahkan dirimu tenggelam dalam telaga cinta. Pasrahkan dirimu hanyut dalam derasnya arus cinta. Hayatilah arti keindahan cinta dan rasakan dirimu terseret ke laut cinta yang maha luas. Nikmatilah rasa pedih dan perihnya menusuk jiwa. Rasakan setiap luka akibat goresan tajamnya kayu-kayu dan bebatuan di pantai. Cintailah cinta dengan luka, karena begitulah kehendak cinta. Seberapa besar lukamu yang kauterima darinya sebesar itu cinta yang kau raih.
Kadangkala cinta seperti gelombang laut; membumbungkan pecinta ke puncaknya, membiarkannya terapung di udara, dan sekali waktu ia menelan di gemuruh gulungannya. Bila cintamu adalah gelombang, maka biar saja ia mempermainkanmu terombang-ambing di antara lembah dan puncak gelombangnya. Matikan dirimu dan tanpa perlawanan terseret arus ke tengah lautan agar kau tetap bertahan hidup dalam cinta. Akan tiba waktunya gelombang cinta itu menyelesaikan tugasnya, membekukan dirimu dalam cinta, menyeretmu ke dasar laut, dan memperlihatkan mutiara-mutiaranya.
Diamlah dan pasrah kepada cinta. Cinta tidak butuh pertanyaan apa-apa. Cinta hanya ingin hanyutkan mangsanya dalam penyerahan diri secara total, mengajakmu mengembara ke relung-relungnya yang mempesona. Nun jauh di sana kau dapat merasakan arti cinta yang kaupetik dari luka.
Seorang laki-laki pergi ke dokter dengan istrinya. Ia mengaduh bahwa istrinya tidak dapat memberinya anak, padahal mereka sudah menikah selama bertahun-tahun. Dokter memandang istrinya, memegang nadinya, dan mengatakan, "Saya tidak dapat menangani kemandulan, karena saya tahu Anda akan mati dalam waktu empatpuluh hari."
Istri lelaki itu sangat kuatir memikirkan usianya, hingga ia tidak dapat makan apa pun selama menjelang empatpuluh hari tersebut. Ketika waktu yang telah ditentukan telah genap, ternyata ia tidak meninggal seperti yang dikatakan oleh dokter.
Sang suami segera menemui dokter dan menanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi. Kemudian dijelaskan oleh sang dokter, "Istrimu terlalu gemuk sehingga mempengaruhi kesuburannya. Saya tahu satu-satunya yang dapat membuatnya jauh dari makanan adalah rasa takut terhadap kematian. Sekarang ia sudah sembuh dan subur."
Akan tetapi, hati-hatilah terhadap ungkapan pasrah. Sebab, pasrah seorang pecinta sejati dan pecinta palsu bertolak belakang. Pasrah seorang pecinta sejati berkesadaran masa depan. Pasrah seorang pecinta sejati adalah percaya atas apa yang terjadi dan tidak mengelak dari takdir. Ia harus menjalani takdirnya. Sekali lagi, jangan samakan dengan putus asa karena tidak dapat berbuat apa-apa.
Seorang pecinta sejati saat tidak melihat cahaya takdir akan tetap melakukan perbuatan-perbuatan demi cinta dengan harapan kekasih tidak pergi meninggalkannya. Tetapi, saat cahaya takdir masa depan terpampang di depan matanya maka sabda Tuhan di atas kuasa manusia.
Takdir masa lalu tidak terelakkan. Manusia hanya bisa memaafkan masa lalu sambil waspada tidak menyia-siakan maafnya atau memberikan maaf pada kesalahan yang sama.
Sedangkan pasrah seorang pecinta palsu berdasarkan pada hati yang malas dan enggan melakukan apa-apa. Ia bingung dengan dirinya sendiri yang kehilangan jejak cinta yang disanjungnya. Ia berjalan di tempat, namun mengaku telah melintasi Kakbah, Masjidil Aqsha, Sungai Gangga, Candi Borobudur, atau tempat suci yang jauh dari jangkauan kakinya. Ia malu bila tidak disebut sebagai pecinta, kemudian membual tentang balairung-balairung tempat para pecinta berkumpul.
Waspadalah terhadap orang-orang seperti itu.
Apabila kau sedang menyaksikan seorang pecinta memilih bisu dalam arus cinta, lihat saja dan jangan banyak bertanya. Ia sedang terpesona sihir cinta yang tidak mudah diterjemahkan. Biarkan ia hanyut dalam arus cinta. Dan, lihat pengaruh yang ditimbulkannya pada pandangan matamu yang terpukau.
Tidak ada keraguan apa pun dalam jiwa pecinta ketika itu. Bahkan, ketika kau temukan porak porandanya hati melalui tatapan matanya. Pernahkah kaulihat sebuah telaga di bening matanya, sedangkan di balik bening mata itu kaulihat betapa permukaan telaga itu berusaha meredam ribuan arus yang hendak bergejolak dan muntah ke permukaan?
Diamlah!
Ia sedang melebur sampah ke"diri"annya. Hatinya bergejolak meredam benturan-benturan arus nafsunya. Dia sedang berusaha mengalirkan arus cinta yang akan menyeret serpihan-serpihan sampah itu jauh ke seberang eksistensinya. Jangan jadikan dirimu sebagai salah satu dari sampah yang akan dibuangnya pula, sebab ketika itu terjadi maka kau menjadi kufur dari keberadaan kekasih Sang Cinta yang nantinya mengantarkanmu ke lembah kekafiran.
Wahai pecinta…
Bersabarlah mengasuh cinta ketika itu, karena dia akan kembali kepadamu dengan kemurnian yang dimilikinya. Dia akan kembali kepadamu sebagai cinta itu sendiri dan bukan wujud-wujud lain yang akan menjerumuskanmu ke lembah kebencian.
Sekali lagi bersabarlah!
Barangkali dia meminta sesuatu yang paling kaucintai, maka berikan saja apa yang dimintanya. Bukankah Ibrahim pun mengorbankan Ismail yang paling dicintainya? Ibrahim tahu apa yang tersimpan di balik perintah itu dan begitu pula dengan Ismail. Cinta sangat pencemburu dan akan murka bila kau menampik permintaannya, bahkan menganggapmu menduakannya. Cinta ingin memilikimu seutuhnya. Cinta ingin kauberikan segala sesuatu hingga tak tersisa. Setelah itu kau akan mendapatkan cinta sebagai kobaran api yang melahap dunia.
Kalau masih ada yang tersisa dalam dirimu maka dia pasti menghindarimu. Sebab itu, bila kau merasa kecewa dengan cinta maka jangan salahkan mengapa ia memperlakukan dirimu demikian. Cobalah kaulihat dirimu dengan kerendahan hati agar kaudapatkan sisa cinta yang belum kauperoleh selama ini. Namun ingatlah, menganggap diri telah memenuhi keinginan cinta adalah kesombongan yang dikutuk oleh-Nya.
Tidak pernahkah kaudengar cerita Sulaiman?
Dialah Nabi terkaya dan terkuasa sepanjang masa, hingga dia pernah berdoa agar kekuasaan dan kekayaan semisalnya tidak diberikan lagi kepada orang-orang sesudahnya sebab dia takut kesombongan pemiliknya akan menghancurkan dunia.
Suatu ketika ia bermohon pada Tuhan, “Tuhan, perkenankan hamba membantu-Mu untuk memberi makan makhluk-Mu!”
“Sombong sekali, kau Sulaiman?! Jangankan seluruh makhluk-Ku, sejenis saja kau tak mampu. Jangankan sejenis, seekor pun kau tak mampu,” kata sebuah jawaban.
“Setidaknya, hamba mencobanya.”
“Baiklah, kalau kau tetap memaksanya.”
Kemudian Nabi Sulaiman mengusulkan untuk memberi makan kepada ikan, sebagai makhluk yang tidak sulit untuk dikumpulkan; bukankah samudera raya adalah satu adanya dan bahkan bumi ini adalah lautan adanya? Nabi Sulaiman pun mengerahkan seluruh pasukan untuk menyediakan makanan bagi ikan. Berhari-hari kerajaan sibuk mematangkan rencana dan menakar berapa kira-kira kebutuhan seluruh ikan dalam sehari. Setelah dirasa selesai, semua ikan diundang Nabi Sulaiman ke pantai yang menjorok ke tengah laut. Arak-arakan pasukan pembawa makanan berbaris di belakang Nabi Sulaiman. Tidak terhitung berapa kilo meter panjangnya.
Begitu semua ikan berkumpul, Nabi Sulaiman memanggil rombongan pasukan pertama. Makanan yang mereka bawa dilempar ke laut. Sesaat saja makanan itu ludes. Nabi Sulaiman kaget dan langsung menyuruh rombongan kedua menumpahkan persediaan makanan yang mereka bawa. Tak sampai hitungan menit, makanan itu habis. Disusul rombongan ketiga, keempat, kelima hingga semua pasukan pembawa makanan yang berderet panjang itu menumpahkan semua isinya ke laut. Nabi Sulaiman terperanjat menatap laut, memandang persediaan makanan, dan lebih-lebih melihat seekor ikan yang telah melahap semua makanan yang dipersiapkan berhari-hari. Ikan itu masih menggelepar seraya berteriak lapar pada Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman bersujud di atas karang, memohon ampun atas ketinggian hatinya; seekor ikan pun dia tidak sanggup membuatnya kenyang lalu bagaimana dia lantang memberi makan semua ikan?
Semuanya milik Tuhan. Apa yang dipersiapkannya pun milik Tuhan. Bahkan dirinya.
Begitulah cinta. Ia menuntut luka, pasrah, sadar, dan rendah hati.

 


Kenangan Terindah

Berapa kali kaujenguk masa lalumu setiap hari?
Kenangan masa lalu selalu tampak indah dan senantiasa diingat dengan wajah berseri-seri, seakan alam semesta telah berubah menjadi alat musik yang hanya memainkan nada-nada bahagia. Meski perih dan luka tidak lepas dari satu kurun dalam kenangan itu, namun tak ubahnya nada improvisasi yang menambah merdu irama. Dan cerita tentang masa lalu lebih sering diiringi dengan tertawa dan bangga, apalagi bila terlibat di dalamnya sebagai pelaku.
Akan tetapi, saat sekarang yang sedang dialami dan dijalani menunjukkan bahwa dunia ini hanya hidup yang getir, pahit, dan luka yang tak kunjung sudah. Irama saat ini hanya lagu sendu yang sering menguras air mata, seakan tidak pernah mendapatkan satu tangga nada yang mampu membuat gembira. Semua peristiwa saat ini seakan tersedot dalam pusaran melelahkan dan membuat putus asa.
Sekali waktu muncul kesempatan menyenangkan dengan hadirnya rezeki, kabar gembira, atau kawan lama yang selama tahunan tidak bertemu, kemudian dalam keriangan tidak bosan berujar seakan Tuhan bersamanya. Akan tetapi, bila kesempatan sulit dan sesak menimpanya; ketika seorang juru tagih menagih piutang, penyakit yang datang tiba-tiba, atau sesuatu yang hilang, maka yang keluar dari bibir adalah keluhan-keluhan bahwa Tuhan telah meninggalkannya.
Sementara itu, impian-impian membumbung tinggi hingga lupa bahwa dia masih memijakkan kakinya di bumi. Seperti seorang pemimpi yang tidur sepanjang waktu kemudian bangun sekadar untuk menceritakan mimpinya kepada orang lain. Mimpi itu begitu dekat dan hampir menjelma kenyataan. Namun, begitu mimpi itu hanya igauan di siang hari dan bahan lelucon orang-orang yang pernah mendengar ceritanya, dia segera mengambil seutas tali dan mengikat lehernya di dahan pohon.
Begitulah yang terjadi ketika kau terperangah dengan kehidupan yang begitu pendek dan menganggapnya sebagai akhir dari segalanya. Ungkapan ini begitu mudah kaunyatakan, sebagaimana mudahnya kautemukan iring-iringan orang yang mengantar usungan keranda menuju pemakaman. Berjalanlah menyusuri tempat-tempat yang belum kaujamah dan jangan terpukau mendapati pengiring jenazah, sebab ketika kau terpukau pertanda kau sedang lalai bahwa dunia ini pasti berakhir. Pada saat itu kaulihat iringan pengantar jenazah yang sama sekali tidak kaukenali, tapi kau tak tahu bila kapan iringan itu mengantarkan jenazah tetanggamu atau keluargamu atau bahkan dirimu sendiri.
Oleh karena itu, akrabilah kematian agar dapat kautuntaskan semua ketakpastian dan selamat dari kegalauan. Peristiwa dan perasaan barangkali telah membantingmu ke sana ke mari agar kau mengaduh dan mengeluh sekeras-kerasnya, namun akrabmu dengan kematian akan mengajarimu untuk menjalaninya dengan tegar dan tersenyum. Bukankah semua itu hanya sesaat dan sebentar kemudian segalanya akan berlalu? Nafas boleh panjang namun dia pasti berujung pada maut.
Hati-hatilah mencerna kata-kata tersebut, sebab kesalahan memahaminya dapat membuatmu terjebak pada lembah ketidakpedulian dan keacuhan.
Sabda Suci, “Sesungguhnya kehidupan dunia ini tidak lebih sebuah pentas permainan dan kelalaian.” Kalimat itu menyindirmu karena serius menghadapi saat-saat sekarang dan melupakan kehidupan hakiki yang lebih panjang tanpa ujung. Kau keliru bila membayangkan saat sekarang hanya untuk sekarang, sebab sekarang adalah mempersiapkan tanaman yang dapat dipetik di kelak kemudian hari; saat ini kau mesti menyiapkan lahan keluasan iman, memilih benih yang bermanfaat, menanam dengan ikhlas di musim yang tepat, menyiangi gulma kemusyrikan, memelihara dari gangguan kekufuran dan kemunafikan, dan berdoa dengan harapan dan kekuatiran.
Pandangan jauh ke depan yang melahirkan kesadaran tentang awal dan akhir mengajarkan kesenangan dan anggapan kenikmatan hanya berlaku dalam sepenggal waktu; mengapa kaucuci tangan bersih-bersih dari kesusahan yang menyertainya? Belajarlah menikmati hidup abadi agar tidak goyah dalam kurun waktu sementara.
Kehidupan sekitar hanya cermin hati. Prasangka buruk di dalam benak seperti seorang dirigen yang memimpin semesta untuk berteriak, “Ya, kami buruk sekali. Lihatlah, wajah kami penuh bopeng bukan?” Kalau dalam prasangka dunia ini tampak indah, maka gerakan tanganmu pun lincah untuk membimbing semesta bersorak, “Oh, kami sangat indah. Sayang kau tidak pernah memperhatikan.”
Karena itu, dusta besar bila menganggap semesta ini munafik. Katakan, dirimu yang munafik hingga tidak sanggup memahami yang sebenarnya.
Sang Nabi pernah bersabda, “Aku heran dengan orang mukmin. Ia tidak pernah bersedih. Ia memandang kehidupan dunia ini dipenuhi keindahan semata.” Ketika seorang mukmin dicaci maka dia berkata, “Alhamdulillah, dosaku berkurang satu.” Di saat mengalami kemiskinan dia berkata, “Alhamdulillah, aku diberi kesempatan untuk beribadah dan tidak perlu repot bertanggung jawab mengurusi tetek bengek harta yang belum tentu bermanfaat di akhirat nanti.” Ketika kaya dia berujar, “Alhamdullah, aku diberi kelapangan oleh Tuhan untuk menunaikan hak mereka yang terampas.”
Takarlah semua yang menimpamu dengan takaran seimbang, agar perasaan kecewa tak menyergapmu. Kau hanya setitik makhluk kecil di antara tatanan semesta dan kau tidak pernah tahu apa yang terbaik untuk dirimu sendiri; apakah kau masih berpikir mampu berbuat yang terbaik untuk alam semesta ini? Apa yang kaukira kebaikan bisa saja keburukan yang suatu saat akan meletus dan apa yang kausangka keburukan ternyata kebaikan yang menyelamatkanmu.
Jenguklah masa lalumu sekadar saja di saat yang tepat agar kau tidak terseret oleh siksaan yang tidak kausangka-sangka. Sebagaimana yang dialami oleh istri Lut. Pada malam-malam buta orang-orang beriman diajak hijrah oleh Lut, sebab negeri mereka sebentar lagi dihujani batu-batu api dan dibalik tanahnya. Lut merasa sayang dengan istrinya yang sering berpihak pada kekufuran dan mengajaknya ikut hijrah. Seperti yang dipesankan oleh Tuhan melalui malaikat, dia pun berpesan kepada istrinya bila melakukan perjalanan jangan sekali-kali menoleh ke belakang, meskipun rasa ingin tahu begitu kuat untuk melihat apa yang terjadi. Begitu pula yang disampaikannya kepada orang-orang beriman. Dan pada malam itu janji siksa Tuhan benar-benar datang. Lut beserta istri dan orang-orang mukmin telah meninggalkan negerinya. Malam itu bintang-bintang api jatuh. Suara berdebum-debum diiringi teriakan kesakitan dan mengerikan. Jeritan dan tangis penyesalan sudah tidak berarti lagi. Lut menggigit bibir merasa kasihan pada kaumnya yang tidak mempercayainya. Sedangkan istrinya lupa dengan pesan suaminya. Dia menoleh ke belakang dan melihat siksaan yang didustakan benar-benar datang. Dia tertegun dan tertinggal jauh di belakang hingga tanah yang dipijaknya pun ikut terbalik atau sebongkah batu panas menimpuknya?! Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dan bantahan.
Maha suci Tuhan yang menciptakan lupa.
***
Maulana Jalaludin Rumi mendendangkan wejangan dalam Matsnawi tentang seseorang yang gemar menaburkan deduri di tengah jalan.
Kata-kata itu ditujukan bagi orang bebal yang senang dengan makhluk. Dia mempunyai kebiasaan menanam duri di tengah jalan. Orang-orang yang telah melewati jalan itu mencaci makinya dan banyak pula yang menyuruh untuk mencabut duri-duri itu, tetapi ia tidak juga melakukan. Duri-duri yang ditanam itu semakin hari semakin tumbuh, bahkan telapak kaki manusia dapat mengucurkan darah karena tergores. Duri-duri itu pula yang merobek pakaian makhluk; sedangkan telapak kaki para darwisy; alangkah kuatnya menanggung rasa sakit. Seorang bijak memanggilnya dan berkata, “Cabutlah duri yang kautanam di tengah jalan itu!” Namun, ia menjawab, “Ya, aku akan mencabutnya pada suatu hari nanti.”
Hari-hari telah berlalu. Sementara itu ia akan mencabut duri-duri itu besok sehingga batang duri pun tumbuh menjadi semakin besar.
Orang bijak berkata lagi padanya, “Wahai yang memungkiri janjinya sendiri, segera lakukan apa yang kuperintahkan. Jangan biarkan duri-duri itu melukai dirimu kembali.”
Ia mengatakan, “Hari-hari itu tengah kita jalani, paman!”
Orang bijak melanjutkan bicaranya yang sempat disela tadi, “Segera lakukan! Jangan hanyak berangan-angan untuk menunaikan agama kita.”
Wahai, kalian yang suka mengutip kata “besok”, ketahuilah bahwa hari dan zaman pasti berlalu. Pohon duri yang buruk rupa ini akan tumbuh semakin kuat dan ulet; dan hanya seorang syaikh yang kuat sanggup mencabutnya. Pohon duri itu pun semakin kuat dan tinggi, sementara yang akan mencabutnya pun bertambah renta dan ringkih. Pohon duri, setiap hari dan setiap saat, makin menghijau dan elok dipandang mata. Adapun mencerabut duri makin bertambah susah dan berat. Ia semakin dewasa sementara dirimu semakin tua, maka segeralah, dan jangan menyia-siakan waktumu.
Ketahuilah, semua perilaku buruk dalam dirimu merupakan pohon duri, sementara kalian mendapatkan tusukan duri-duri di telapak kakimu itu adalah persoalan lain. Betapa banyak yang terluka karena perilakumu: kau benar-benar tidak mempunyai perasaan, bahkan sebenarnya dirimu tujuan dari peniadaan. Apabila dirimu menghadapi orang lain yang terluka karenamu—yang menjauhimu karena perilakumu yang buruk—kadangkala kau lupakan perbuatanmu; bahkan, kau lalai dari luka yang terjadi pada dirimu sendiri? Kau adalah azab bagi dirimu sendiri dan semua orang selainmu.
Ambil kapak dan tebang pohon duri itu, seperti yang dilakukan orang-orang gagah. Cabutlah dengan segenap kekuatanmu, seperti yang dilakukan Ali ketika mencabut pintu Khaibar.
Kalau saja kau tidak mampu, maka jadikan duri sebagai sahabat bunga mawar dan jadikan api sebagai sahabat cahaya kekasih. Hingga cahayanya pun menaungi api yang ada pada dirimu dan menjadikan sarana duri-durimu sebagai taman mawar. Kau seumpama api neraka Jahim adapun mursyidmu adalah orang mukmin; hanya seorang mukmin yang mampu membekukan api.
Apa saja yang kau tanam pasti akan berbuah dan sekaligus mengundang kehadiran burung prenjak, burung gagak, atau merpati bagimu. Kita telah kembali untuk memotong jalan lurus dengan benda; kita harus kembali, tuan. Di manakah jalan kami?
Kami telah menjelaskan kepadamu, wahai pendengki. Keledaimu telah lepas sementara rumahmu masih jauh, maka segera berangkat! Tahun telah kehilangan separuh hari-harinya dan sekarang bukan lagi musim tanam, sehingga hari-hari tersisa ini hanya berisi muka hitam dan perbuatan buruk. Seekor ulat telah mengeram di akar pohon jasad, maka suatu keharusan untuk mencabut dan melemparkannya ke neraka.
Jasad yang mati tak lebih gumpalan adonan roti—ketika bersahabat dengan ruh—menjadi hidup, bahkan menjadi mata kehidupan. Kayu bakar yang hitam ketika bersahabat dengan api—akan melenyapkan warna hitamnya dan menyulapnya—menjadi cercah-cercah cahaya. Bangkai keledai—ketika jatuh di gugusan bintang yang terang—akan terselungsungi dari kekeledaian dan terhalalkan jasadnya. Sibghatallah menjadi bejana warna wahdaniyah. Berbagai warna di dalamnya menjadi warna tunggal. Apabila ada seseorang berada di dalam bejana itu dan kau katakan, “berdirilah”, maka ia akan menjawabmu dengan suara genderang, “aku adalah wadah maka jangan mencaciku.” Ungkapannya “aku adalah wadah” merupakan esensi pernyataan “aku adalah Kebenaran”. Apakah selain besi dapat mengambil warna api untuk dirinya? Warna besi terhapus dalam warna api. Besi seakan-akan dalam kebisuan menampakkan kesenangan dengan sifat api. Saat ia telah menjadi—dalam warna bara merah—seumpama emas berpijar, maka ia merasa bahagia seraya menyatakan tanpa lisan, “akulah api!”
Aku adalah api.
Kalau kau ragu maka ulurkan tanganmu ke tubuhku.
Aku adalah api.
Kalau kau sama denganku maka tempelkan wajahmu pada wajahku.
Seorang manusia ketika meminjam cahaya dari Allah menjadi sandaran; para malaikat sujud kepadanya karena Allah telah mengijabahinya. Begitu pula ia menjadi sandaran bersujud manusia; ketika ia telah memurnikan ruhnya dari keraguan dan tirani, seperti malaikat.
Apakah api?
Apakah besi?
Tutup kedua bibirmu dan jangan banggakan jenggot karena mirip dengan kaum berjenggot. Jangan langkahkan kaki ke laut dan kurangi bicaramu tentang laut. Berdirilah di pantai dalam keadaan diam demi menjaga kedua bibirmu dari kebingungan.
Hati adalah telaga yang terhijab, karena itu ia memiliki cara rahasia menuju laut. Penyucianmu yang terbatas membutuhkan kurun waktu; jika tidak, maka hitungan akan bertentangan dengan sedekah.

 


Perang Melawan Ketidaksetiaan


Pernahkah kaudengar bunyi genderang perang bertalu-talu mengobarkan semangat perang para prajurit yang sudah berhadap-hadapan? Jangan jauh-jauh membayangkan medan-medan perang yang pernah kauketahui, tetapi simaklah gejolak hatimu yang serupa dengan medan perang itu. Segumpal hati menjelma kelir pewayangan di mana pementasan para wayang berlangsung; dalang selalu bercerita tentang perang yang menggetarkan hati manusia, sebab pahlawan masih disanjung di mana-mana.
Di depan kelir terlihat puluhan wayang berderet di samping kiri dan kanan. Masing-masing telah menduduki tempatnya bersama para sekutunya. Mereka telah siap bertempur.
Begitulah yang berlangsung di dalam hati setiap manusia. Ketika usia akil balig sudah menjelang, maka genderang perang sudah ditabuh. Prajurit yang dititipkan Tuhan dalam hati berhadapan dengan prajurit yang lahir dari keinginan jasadiah. Pasukan ruh bertempur melawan pasukan jasad; betapa pelik susunan prajurit itu bila harus diceritakan satu persatu dan cukuplah dua kelompok besar yang disebutkan.
Kisah tentang perang tidak pernah selesai, sebab satu medan perang terkuasai berarti gerbang medan berikutnya telah terbuka. Pasukan tidak pernah berhenti dari perang dan perang. Sejenak dapat istirahat di waktu kumandang adzan untuk menunaikan shalat; begitulah yang tersirat dalam sabda sang nabi: "Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan kumandang adzanmu" atau "Kerangkeng Dajjal akan menguat kembali ketika adzan berkumandang."
Jangan berbangga diri dengan kemenangan atas pasukan jasad ketika adzan berkumandang, sebab kau ternyata bersekutu dengan pasukan jasad sehingga kumandang adzan hanya sekilas suara yang melintas di telingamu. Bila adzan berkumandang dan suaranya tidak memanggilmu berarti kau sedang berada di tengah-tengah pasukan jasad, maka bersegeralah mengambil air wudhu. Namun bila sebelum kumandang adzan kau telah berada di rumah Tuhan, maka beristirahatlah sejenak untuk bercengkerama dengan kekasihmu dan prajurit-prajuritnya.
Seribu medan perang mesti dikuasai dan dilalui hingga berhasil mencapai gerbang terakhir tempat pertemuan dengan kekasihmu. Waspadalah, prajurit-prajurit yang telah kaukalahkan tidak berarti mereka punah dan tidak membalaskan kekalahannya. Mereka mati suri kemudian menunggu kelemahanmu sambil berancang-ancang menyerangmu dan merebut kembali kekuasaannya yang hilang. Begitulah, satu pintu gerbang terbuka tidak serta merta mengantarkanmu ke pintu gerbang selanjutnya, sebab prajurit di medan perang pertama mungkin saja melihat kelengahanmu kemudian menyerangmu dan mengalahkanmu hingga kau pun tertawan di medan perang pertama, padahal hampir saja kaukuasai seratus medan pertempuan.
Akan tetapi, karunia kekasih di luar jangkauan pikiran manusia. Kadang sekali saja kaukalahkan prajurit di medan pertempuran seketika itu pula sembilan ratus medan pertempuran terkuasai. Karunia itu sangat luar biasa dan tidak diberikan kepada orang-orang yang sombong dan tidak pantas mendapatkannya. Sayang sekali, kau tidak termasuk orang yang mendapatkan karunia itu.
Lupakah kau pada kisah Thariq sang penakluk? Dia membakar kapal-kapal perangnya setelah para prajuritnya mendarat di pulau itu. Kemudian dia berkhutbah lantang, "Kapal di belakang telah kita hancurkan dan kita tidak mungkin pulang kembali. Sementara itu, di depan kita adalah musuh yang menghalangi langkah kita. Mundur ke belakang berarti kematian dan kutukan anak cucu kita, sedangkan maju ke depan adalah kemenangan dan senandung pujian anak cucu kita. Maka, hanya satu pilihan: maju dan meraih kemenangan."
Thariq mengambil keputusan seperti itu karena dia belajar berkali-kali dari sejarah. Sang Nabi bersabda, “Seorang mukmin tidak akan terperosok ke dalam lubang sebanyak dua kali apalagi berkali-kali.” Satu lubang kesalahan yang sama dan berkali-kali dimasuki, akan menjadi rutinitas yang sukar diubah.
***
Tidak ada yang lebih menyengsarakan selain bayang-bayang prasangka. Prasangka tidak lebih bayangan yang diciptakan oleh pikiran atau nafsu dan sering tidak menemukan pijakan kenyataan. Anehnya, prasangka selalu tampak sebagai yang terbaik dari keyakinan. Padahal, “jauhilah prasangka karena prasangka adalah berita paling dusta.” Bergulat dengan prasangka adalah bergulat dengan bayang-bayang atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada namun kita paksakan keberadaannya. Buanglah prasangka ke ketiadaan dan dia akan pulang seraya melambaikan tangan dengan ucapan selamat kepadamu.
Prasangka tidak lebih dari singa lapar yang menerkam orang yang berprasangka, seperti kisah Nabi Isa dengan muridnya. Nabi Isa memiliki mantra penghidup tulang belulang tidak dapat diragukan lagi. Beberapa kali muridnya telah menyaksikan secara langsung mukjizat itu. Kemudian terbersit di hatinya untuk memiliki mantra tersebut. Dia berkata kepada Nabi Isa, "Wahai guru, semua ilmu telah kautunjukkan kepada kami. Namun, mengapa mantra penghidup tulang belulang belum kauajarkan kepada kami."
"Kamu tidak sanggup menguasainya," jawab Nabi Isa.
"Aku yakin bukan itu jawabannya," kata murid memasang jerat. "Kau tentu tidak mau mengajarkannya sebab kami akan menandingimu."
Nabi Isa memberikan pemahaman bahwa muridnya tidak pantas memiliki mantra tersebut, sebab pengetahuannya tidak mencukupi. Akan tetapi, murid itu terus mendesak sehingga Nabi Isa pun mengalah dan mengajarkannya. Murid itu sangat kegirangan dan merasa telah setanding dengan gurunya. Dia mengembara ke padang pasir untuk membuktikan mukjizat mantra barunya itu. Maka, betapa senangnya dia menemukan tulang belulang berserakan di atas batu. Dia mengumpulkan tulang belulang itu dan membayangkan pemiliknya akan berterimakasih banyak telah dihidupkan kembali.
Kemudian dia melafalkan mantranya dengan hikmat. Sesaat kemudian tulang belulang itu dibalut dengan daging dan berubah sempurna menjadi seekor singa besar yang mengaum keras. Rupanya, singa tersebut mati kelaparan di atas batu. Dan betapa senangnya dia melihat mangsa di hadapannya. Tanpa menunggu lebih lama lagi, singa itu menerkam murid Nabi Isa yang menghidupkannya kembali.
***
Kalau kaupercaya pada hati, tengoklah kedalamannya agar kaulihat kehendakmu yang sebenarnya. Pada saat tertentu kau mesti menutup mata dari kelebat benda-benda materi yang berubah bentuk menjadi pemenuh kebutuhan; di mana besi berubah menjadi kendaraan menggiurkan, pepohonan dan bebatuan menjelma rumah, dan tanaman-tanaman kebunmu sendiri dibungkus kemewahan. Benda-benda telah diubah dan para pengubahnya telah menahbiskan untuk menukarnya dengan hasil keringatmu; secara meyakinkan mereka menyatakan bahwa manusia memerlukannya namun tidak serta merta kau membutuhkannya. Petiklah buah di kebunmu dan makanlah hingga kenyang kemudian berangkatlah ke toko-toko lantas tanyakan pada perutmu apakah lagi yang masih dikehendakinya? Dia akan menyimpannya untuk esok dan esok hingga tanpa sadar kau telah membuat busuk makanan yang masih dapat dinikmati oleh orang yang memerlukannya.
Tataplah hatimu dengan teliti hingga kaulihat penghuni hatimu yang sejati bersinggasana di sana; semesta tidak sanggup menggapai-Nya sementara Dia leluasa meraih semesta. “Apabila seorang hamba berdekat-akrab dengan-Ku, maka tangannya adalah tangan-Ku, penglihatannya adalah penglihatan-Ku, pendengarannya adalah pendengaran-Ku. Aku menjadi wakilnya paling dekat.”
Kaudengar ratapan cacian mengenai sunyi sebagai rumah para kekasih penguasa hati? Mereka mencaci karena dengki tak memiliki sunyi sebagai tempat berpulang. Mereka mengembara ke mana-mana seraya berseru tentang nasib dan kenyataan yang mereka lihat dan bukan yang tidak mereka lihat. Mereka mengutuk kesunyian seraya berbisik di manakah kesunyian itu? Mereka berperang melawan senjata-senjata yang diasah di batu gerinda setan. Aduhai, setan telah menjelma menjadi seorang dalang yang lihai. Dia mengadu domba wayang-wayang yang menjadi sekutunya agar menafikan dirinya, namun bersegera mempersekutukan para tentaranya untuk menentang para kekasih penguasa hati.
Hati-hatilah dengan kebencianmu, sebab hal itu dapat menjadi cermin di mana kau sedang berpihak. Bila kebencianmu pada kekasih penguasa hati berarti kau sedang bersekutu dengan setan dan Iblis, sama ketika kecintaanmu terletak pada benda-benda pusaka setan maka kau adalah musuh bagi kekasih penguasa hati.
Tidak, belum waktunya kuungkapkan perilaku seorang yang dekat dengan penguasa hati, sebab hatimu masih kotor untuk mengkajinya. Alih-alih berguru dan bercermin, kau justru menjebakkan diri untuk menilai orang lain dan mengatakan dia adalah teman atau musuh setan kemudian kaulupakan dirimu sendiri. Selamatkan dirimu sebelum kau terhina dan dihinakan. Kelak di kemudian hari kauhadapi hari pengadilan sendiri-sendiri. Orang-orang yang selama di dunia kauanggap teman atau musuh setan pun tidak kauketahui kedudukannya di hari itu.
Di sini mari bergabung demi keselamatan bersama di alam nanti. Biarkan orang-orang mencaci dan memakimu sebanyak perbendaharaan kata yang mereka miliki. Selama kau aman dari perilaku dan kejahatan mereka, biarkan mereka menghirup nafas pinjaman Pencipta.
Namun, sekali saja mereka mengganggu keyakinan, keluarga, dan nyawamu; maka, tidak ada yang mencegahmu untuk membela diri. Lawanlah perampas kebebasan beragama yang menghinakan Penciptamu; perangilah mereka yang menerjang kehormatan keluargamu; kembalikan harga dirimu yang dirampas hingga cangkul bertanimu bila direnggut orang maka kau berhak untuk menuntut dan mengambilnya; sebab dari situlah keberlangsungan kehidupan dan tanggungjawabmu sebagai manusia yang berakal.
Kesabaran dalam keadaan-keadaan itu adalah kesabaran anjing pengecut. Ketahui dan jagalah hakmu sebagai hamba Pencipta dan bukan hamba sesamamu. Ketahui dan lakukan kewajibanmu sebagai hamba pencipta dan bukan budak sesamamu. Belajarlah mengukur kekuatan musuhmu agar kautahu kelemahanmu dan belajarlah kelemahan musuhmu agar kautahu kekuatanmu.
Waspadalah terhadap kata-kata lembut cerdik cendikia. Mereka menghabiskan umurnya untuk belajar mengelabui orang-orang yang bekerja keras. Mereka ingin mencicipi dan bahkan mereguk keringatmu yang akan kautimbangkan dengan air dan tanah; air di mana dengannya kausambungkan nafas kehidupanmu dan tanah adalah rumah tempat asalmu. Mereka mengenakan pakaian paling mewah dengan tangan membelai rambutmu sambil menangis meratapi nasibmu, namun di baliknya mereka mengemis cucuran keringatmu seraya mengikatkan temali yang hanya dikenali oleh sesamanya. Malangnya, kau bangga dengan belaian yang lembut itu dan tanpa sadar mempersembahkan semua keringatmu dalam guci yang paling indah dan kaubiarkan anak-anakmu menangis kelaparan.
Haruskah kukatakan bahwa seorang petani yang dirampas tanah atau cangkul atau alat bajaknya harus mempertahankan haknya, sebagaimana dia berhak untuk mempertahankan kehidupan demi tanggung jawab di hadapan Pencipta? Seharusnya kukatakan seperti itu. Bila mereka meninggal dalam mempertahankan haknya maka aku tak segan-segan menyebutnya sebagai syahid; syahid atas tanggung jawab sebagai manusia yang bekerja salih, syahid atas kemungkaran yang terjadi pada dirinya, dan syahid atas kebenaran yang dilakukannya.
***
Kemudian, pendapatan yang kauperoleh dan kaumasukkan ke dalam mulutmu adalah mengandung hak-hak alam semesta. Hak semesta adalah membagikannya kepada sesama makhluk atau orang yang membutuhkannya.  
Kaukelola semesta untuk mendapatkan hasilnya, padahal semesta tidak tercipta untukmu seorangan. Orang-orang di sekitarmu juga berhak memperolehnya. Hanya saja mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengelolanya. Maka, berendah hatilah untuk memberikan pendapatan yang paling kaucintai kepada yang berhak. Sisihkan hak mereka. Selain itu, berikan kemewahan yang kausandang agar tidak melalaikan dirimu pada kematian. Dan jangan sekali-kali memberikan makananmu hari ini agar kau tidak menghinakan dirimu sendiri sebagai peminta-minta.
Pemberian kepada orang-orang yang berhak menerimanya adalah sedekah bagi keselamatan di dunia dan alam nanti. Sedangkan, pemberian kepada orang yang lebih mampu adalah bentuk kesombongan. Bagi orang yang memerlukan, sebungkus nasi adalah pemberian yang mengharukan dan tidak akan terlupakan sepanjang usianya. Sedangkan bagi orang yang mampu adalah penghinaan, sebab dia merasa mampu mendapatkannya dengan kekayaannya dan bukan melalui pemberian.
Wahai para pekerja keras berhati dermawan, ambillah kekayaan semesta agar dapat dimanfaatkan sebanyak orang yang mampu memanfaatkannya. Wahai orang-orang kikir, hentikan keserakahanmu sebelum murka dan laknat Pencipta semesta menimpamu.
Wahai pecinta yang menelisik hatinya, bertanyalah siapakah hamba Penyayang dan Sang Maha Penyayang pun memberikan jawaban:
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
Dan orang yang menghabiskan malam dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.
Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. Dan orang-orang yang berkata: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya, mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. al-Furqan: 63-76)
Sayang sekali, kau justru termasuk orang-orang yang diajak bicara oleh kalimat sesudahnya: Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)". (QS. al-Furqan: 77)
Maha suci Allah dari segala macam prasangka makhluknya.


Cinta dan Kebebasan

Kebebasan bagaikan ruangan maha luas tanpa batas. Di sana segala keinginan dapat terlaksana dan tercapai. Seorang yang merindukan kebebasan seakan benar-benar tanpa pengaruh orang lain dapat melakukan apa saja yang diinginkannya. Begitulah, kebebasan adalah cakrawala tempat menyematkan impian dan angan-angan.
Sebenarnya, seorang manusia yang merindukan kebebasan tidak lebih seorang yang menghendaki ikatan-ikatan baru. Norma-norma dan aturan yang selama ini dirasa mengekangnya dianggap lapuk dan tidak sesuai dengan keinginannya kemudian ia hendak menggantinya dengan norma-norma baru. Kebebasan sendiri tidak ada. Sebab, ketika seseorang menjelaskan kebebasan yang dimaksudkannya berarti dia telah membatasi diri dan memasuki ruang aturan baru. Dia keluar dari satu ruang untuk menuju ruang lain. Peristiwa itu akan berulang terus-menerus hingga dia menemukan aturan-aturan yang sesuai dengan dirinya; pernyataan "aturan-aturan yang sesuai dengan dirinya" mesti dipertanyakan berulang-ulang karena tidak ada seorang pun yang lahir ke dunia kemudian membuat ketentuan hukum yang akan menjadi aturan bagi dirinya.
Aturan dan hukum merupakan ketentuan yang dapat kausebut membatasi dirimu, namun dapat pula kaukatakan penyelamat dirimu. Hukum secara lahiriah adalah kontrak perjanjian antara seseorang dengan yang lain agar tidak saling melanggar hak. Maka, seorang pelanggar hukum berhak mendapat hukuman sebagai balasan atas kesalahannya.
Ketika kaubunuh seseorang tentu kau mesti dibunuh sebagai balasan yang setimpal. Ketika kau membunuh seseorang berarti kau berhutang nyawa, menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungan terbunuh, menciptakan dendam di hati mereka, dan menciptakan ketakutan bagi orang-orang selainmu, lantas apa yang pantas membuat orang-orang itu aman selain kematianmu?
Ketika kauambil hak milik orang lain yang didapatkannya secara susah payah hukuman yang lebih pantas adalah potong tangan. Cacat fisikmu sebagai pertanda atas perbuatan yang kaulakukan. Perbuatan mencuri sendiri adalah penyakit yang sering kambuh bila kesempatan muncul. Sekali kata maaf diberikan maka seribu pencurian akan terjadi; lantas apakah yang pantas dijadikan hukuman atas seorang yang melakukan korupsi, merampas hak orang lain, mengambil upah yang menjadi hak bagi buruhnya, dan berbagai bentuk pengambilan hak orang lain lagi.
Ketika kau berzina berarti kaurenggut kehormatan keluarga lain dan sepantasnya rajam bagi yang menikah dan cambukan beserta pengusiran bagi yang belum menikah. Masihkah kauragukan bahwa kesaksian peristiwa zina adalah kesaksian yang muskil; empat orang secara bersama-sama melihat langsung peristiwa tersebut—kecuali pada perbuatan zina yang dilakukan secara sengaja—sebab seorang pezina pun merasa berdosa sehingga melakukan perbuatannya seraya sembunyi-sembunyi dan sedapat mungkin tidak dilihat oleh orang lain. Karena itu, hukuman rajam hanya terjadi bila pelakunya mengakui. Di kemudian hari adakah anak-anak hasil perzinaan tidak bangga bila menyatakan, "orang tuaku bukan pengecut dengan mengaku sebagai pendosa."
Nabi Muhammad didatangi oleh seorang wanita dalam keadaan hamil yang mengaku telah berbuat zina dan meminta hukuman atas dirinya. "Pergilah, tunggulah janin dalam kandunganmu lahir," sabda Rasulullah saw. Beliau tidak membunuh nyawa yang dikandung wanita itu, meskipun jelas-jelas anak haram. Setelah melahirkan wanita tersebut datang lagi dan Rasulullah saw. bersabda, "Tunggulah hingga selesai masa menyusui." Kejamkah hukum yang mengizinkan seorang ibu menyusui anaknya dan menunda hukumannya; barangkali juga wanita itu berpikir ulang bila melihat anaknya dewasa dan tidak ada yang dapat menjatuhkan hukuman rajam bila dia mencabut kesaksiannya sementara empat orang saksi tidak pernah hadir. Dua tahun kemudian wanita itu datang lagi dan Rasulullah saw. menanyakan berkali-kali kebenarannya, hingga beliau tidak mendapatkan jalan lain selain melaksanakan hukuman tersebut.
"Adakah di antara kalian yang tidak berdosa sehingga pantas memulai pelaksanakan hukuman rajam ini?" tanya Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Begitu berat pelaksanaan hukuman, sebab pelaku hukuman memiliki banyak tanggungan. Kisah itu sangat berbeda dengan kisah seorang syaikh ternama dan terkenal zuhudnya di masa salah satu khilafah Bani Umayyah. Khalifah telah melakukan pelanggaran hukum yang sangat besar, yaitu berhubungan badan dengan salah seorang selirnya di bulan ramadhan. Khalifah menyesali perbuatannya dan ingin menghukum dirinya. Maka, dia mengumpulkan semua alim ulama di ibukota untuk mengemukakan hukuman yang harus dijalaninya. Adalah syekh Fulan yang dikenal zuhud dan paling tua sehingga para ulama mengangkatnya sebagai juru bicara.
Pada hari yang disepakati semua ulama hadir dan khalifah pun mengajukan pertanyaan perihal hukumannya. Syekh Fulan segera menjawab dengan tegas, "Hukuman bagi khalifah adalah puasa dua bulan berturut-turut."
"Apakah tidak ada hukuman yang lain yang lebih ringan?" tanya Khalifah.
"Tidak ada sama sekali," jawab Syekh. "Terserah Khalifah melaksanakannya sebagai bentuk ketaatan seorang muslim atau Khalifah meninggalkannya. Kami hanya memberitahu."
Keputusan itu tentu sangat mengagetkan para ulama yang lain. Sebab, dalam pengetahuan mereka hukuman bagi pelanggaran hukum demikian ada tiga tingkatan; melakukan puasa dua bulan berturut-turut, memerdekakan seorang budak, dan memberi makan enampuluh fakir miskin. Maka, begitu Khalifah mengizinkan mereka keluar dari balairung istana, mereka segera mengajukan pertanyaan kepada syekh.
"Mengenai hukuman memberi makan enampuluh orang fakir miskin," kata Syekh menjelaskan, "bukan persoalan yang berat bagi Khalifah. Dia dapat mengundang seribu orang fakir miskin dan memberinya makan sebulan berturut-turut. Begitu pula dengan hukuman memerdekakan budak adalah hukuman sepele, sebab Khalifah dapat memerdekakan seratus budak sekaligus. Sedangkan puasa dua bulan berturut-turut tentu sangat berat bagi Khalifah, sehingga dia berpikir berulang kali untuk melanggar hukum Allah tersebut."
Secara diam-diam orang-orang bertanya tentang hukuman yang pantas bagi seorang koruptor dan penyeleweng kekuasaan, maka dengan rendah hati kusejajarkan dengan perampokan yang meniscayakan hukuman kematian. Bukankah seorang penguasa dengan kekuasaannya sangat menakutkan, sehingga Sayyidina Ali menyatakan: "Kebenaran yang tidak tertata secara sistemik dan terencana akan kalah dengan kesesatan yang tertata secara sistemik dan terencana."
***
Aku sengaja menjelaskan sekilas saja mengenai hukum dengan sebuah pertanyaan: percayakah kau pada hukum Penciptamu atau hukum buatan manusia?
Penciptamu memahami apa yang menjadi kebutuhan asasimu, manusia-manusia menciptakan hukum sejauh mana mereka memahami kemaslahatan; dan yang lebih parah lagi adalah banyak manusia yang menciptakan hukum untuk melanggengkan kekuasaannya menguasai orang lain, atau menciptakan hukum agar kekayaannya tidak digerogoti orang lain dan dia sepuasnya mengeruk kekayaan orang lain, atau dia aman melakukan apa saja tanpa ada yang menyatakannya sebagai pelanggar hukum sebab sebelumnya dia telah membuat undang-undangnya. Hanya pencipta yang terbebas dari keinginan-keinginan sesaat yang menciptakan hukum benar-benar demi kemaslahatan manusia. Apakah yang menjadi kepentingan Pencipta selain membebaskan ciptaan-Nya dari kehancuran?
Bernaunglah di bawah bayangan payung hukum Penciptamu dan patuhlah pada para kekasihnya agar kau selamat. Seorang nabi menyatakan, "Carilah kolong langit yang tidak diciptakan oleh Sang maha Pencipta bila kau tidak berhukum pada hukumnya."

***

Berhadapan dengan hukum manusia adalah berhadapan dengan kepentingan-kepentingan, sehingga kau mesti banyak belajar tentang manusia dan kepentingannya. Bertanyalah kepada ahlinya dan kau pun akan menemukan jawaban yang lebih tepat.
Sedangkan berhadapan dengan hukum ketentuan Pencipta, maka kerjakan semampu kekuatan dan jangan menentangnya meskipun sekadar dalam niatan. Berdoalah seperti yang diajarkan oleh-Nya: "Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Kukutipkan juga senandung doa yang diajarkan Sayyidina Ali kepada Kumail:
Aduhai Tuhanku Pelindungku, Engkau panggulkan hukum di atas pundakku tetapi aku justru mengikuti keinginan hawa nafsuku. Aku tidak waspada dan berhati-hati terhadap tipuan setan dalam keindahan hawa nafsuku, sehingga aku pun tergelincir dalam dorongan hasratku; maka, berlakulah ketentuan hukum atas diriku ketika kulanggar batas hukum yang Engkau tentukan padaku dan kutentang beberapa perintah-Mu.
Akan tetapi, kusenandungkan segenap pepujian kepada-Mu dalam segala hal. Tidak ada alasan bagiku untuk menentang ketentuan-Mu, begitu pula dengan hukum dan ujianmu.
Kini aku datang mengahadap-Mu, wahai Tuhanku, dengan segala kekurangan dan sikap berlebihanku mengikuti nafsu. Kusampaikan kepada-Mu pengakuan dan penyesalanku. Dengan hati yang hancur luluh kuberanikan menghadap-Mu. Berbekal permohonan ampun dan kepasrahan diri. Segenap kerendahan hati kuakui nistaku. Aku tidak dapat melarikan diri ke kolong langit yang bukan ciptaan-Mu dan kuserahkan urusanku. Hanya kepada-Mu kupersembahkan urusanku dan masukkanlah aku ke dalam keluasan semesta kasih sayangmu.
Ya Allah, terimalah pengakuanku. Kasihanilah atas beratnya derita yang kusandang dan lepaskanlah aku dari belenggu yang mengikatku.
Ya Allah, kasihanilah kelemahan badanku, ketipisan kulitku, kerapuhan tulangku.
Aduhai yang mula-mula menciptaku, menyebut namaku, mendidikku, memperlakukanku dengan baik, dan memberiku kehidupan. Karena kemuliaan yang Engkau berikan di permulaan dan kebaikan-Mu yang terdahulu, maka berikanlah karunia-Mu.
Ya Allah Tuan dan Pemeliharaku, tegakah Engkau menyiksaku dengan api nerakamu setelah aku mengesakan-Mu?


Belajar dengan Cinta


Seorang wanita India mengadu kepada Mahatma Ghandi, pemimpin bangsa India yang agung.
"Mahatma," kata wanita itu. "Anakku senang sekali dengan manisan, sampai-sampai uang belanja kebutuhan lain berkurang karena untuk memenuhi kesenangannya itu. Saya sudah bosan melarangnya, namun dia sama sekali tidak peduli. Karena itu, saya minta Mahatma menasehatinya."
Ghandi mengangguk-angguk tanda mengerti seraya memandang anak di hadapannya. Dia mengatakan, "Datanglah minggu depan. Barangkali saya dapat menasehatinya."
Seminggu kemudian wanita itu datang kembali bersama anaknya. Mahatma Ghandi belum memberikan sarannya, tapi menyuruhnya datang kembali dua minggu kemudian. Pada hari yang dijanjikan wanita itu datang kembali. Mahatma Ghandi tampak berseri-seri dan mengelus kepala anak yang suka manisan itu. Dia meminta anak itu meninggalkan kesenangannya, sebab manisan menimbulkan banyak keburukan baginya.
"Terimakasih, Mahatma," kata wanita itu seraya mengajak anaknya pulang.
Sesampainya di rumah, anak wanita itu tidak mau lagi makan manisan. Wanita itu pura-pura membujuknya dan anak itu tetap pada pendiriannya. Wanita itu heran, bagaimana anaknya dapat menaati Mahatma Ghandi padahal dia dinasehati hanya sekali saja sedangkan dia yang menasehatinya berkali-kali tidak pernah dihiraukan.
Keesokan harinya dia mendatangi Mahatma Ghandi sendirian dan menanyakan bagaimana dia ditaati oleh anaknya.
"Ketika Anda datang kemari," kata Mahatma Ghandi, "Saya sedang senang-senangnya dengan manisan. Saya memberi tempo kepada Anda dengan harapan saya dapat meninggalkan kebiasaan itu. Ternyata, seminggu tidak cukup sehingga saya meminta tempo kembali. Pada hari itu saya benar-benar terlepas dari ketergantungan pada manisan."
Seorang pendidik yang mendidik dengan cinta adalah dia yang mengajar dengan hati, sebab dia telah mengalami dan benar-benar memahaminya. Bahkan, perbedaan antara seorang guru adalah pengalaman dan pemahaman. Kemudian meluas menjadi perilaku, kewibawaan, dan kecakapan mengajar. Seorang pendidik yang arif mesti memahami tujuan mengajar, apa yang diajarkan, dan cara mengajar seorang murid.
 Sebagaimana dalam kisah lain mengenai seorang petani dengan anak-anaknya yang malas. Petani itu adalah seorang pekerja keras dan berhati dermawan. Akan tetapi, kedua sifat itu sama sekali tidak dimiliki oleh anak-anaknya. Mereka adalah anak-anak yang malas dan kikir. Pada hari-hari tuanya, petani itu merasa risau dengan sifat-sifat anaknya. Selama bertahun-tahun dia merenungkan bagaimana cara yang tepat untuk mendidik anaknya. Maka, ketika dalam keadaan sakit-sakitan dan umurnya semakin dekat, dia mengudang anak-anaknya. Dia berwasiat, "Aku meninggalkan batangan emas di sawah kita. Aku sendiri lupa di mana tepatnya. Tetapi, kalian dapat mencarinya di dalam sawah kita."
Beberapa lama setelah petani itu meninggal, mereka bersama-sama ke sawah dan menggalinya dari satu sudut ke sudut lain. Meskipun sangat letih dan hampir putus asa, mereka tetap menggali sebab tabungan mereka benar-benar menipis. Namun, selama berminggu-minggu mereka menggali tetap saja tidak menemukan emasnya.
Salah seorang dari mereka memberikan usul, "Daripada kita membiarkan saja tanah galian ini, lebih baik kita menanaminya. Hasilnya untuk persiapan sebelum harta warisan kita benar-benar habis."
"Lalu bagaimana dengan emasnya?" Tanya yang lain.
"Kita tidak tahu seberapa dalam emas itu ditanam dan di mana letaknya. Saya setuju untuk menanaminya sekaligus kita bisa beristirahat."
Mereka menanam gandum, merawat, dan tidak sia-sia ketika menghasilkan panen yang melimpah. Mereka menjualnya dan mereka menikmati kesejah­teraan pada tahun itu.
Ketika masa panen telah usai, anak-anak petani itu memikirkan kembali tentang batangan emas yang tertimbun. Kemudian mereka menggali sawah kembali, menanam gandum, dan memanennya dengan hasil yang masih melimpah ruah.
Setelah beberapa tahun menggali dan menanam gandum, mereka pun terbiasa bekerja keras. Mereka pun mengerti tentang perputaran musim yang tidak mereka pahami sebelumnya. Mereka baru menyadari cara ayah mereka membuat mereka menjadi pekerja keras. Mereka telah berkeluarga dan menjadi petani-petani yang jujur dan sukses. Mereka memiliki kekayaan yang lebih dari cukup, bahkan lebih baik dari batangan emas yang dijanjikan oleh ayah mereka.
Perubahan sikap atau sifat bukan persoalan yang sulit, meskipun tidak dapat dikatakan mudah. Dalam kisah berikut pernyataan tersebut mendapatkan pembenaran.
Seorang Syekh Sufi terkemuka mendapatkan pengaduhan dari tetangganya mengenai sifat salah seorang dari mereka yang sering membuat resah. Tetangga tersebut seorang yang kaya raya, namun terkenal dengan kekikiran dan sikapnya yang tidak ramah kepada siapa pun. Mereka sudah merelakannya untuk kehilangan tetangganya tersebut.
Syekh Sufi menjanjikan untuk menangani persoalan tersebut. Keesokan harinya dia menemui tetangga tersebut. Tetangga yang dibenci masyarakat itu menyambutnya dengan ogah-ogahan.
Syekh tidak menghiraukan sikapnya. Dia bersikap sopan layaknya seorang tamu. Dia mengatakan, "Kita ini hidup bertetangga. Kita mesti berbuat baik kepada mereka. Kemarin tetangga-tetangga kita berjunjung ke rumahku dan mengaduhkan persoalan anda."
"Apa yang mereka adukan?" Tanya tetangga itu.
"Mereka sayang kepada Anda dan meminta Anda untuk mengubah sikap yang kurang tepat dalam hidup bertetangga."
"Syekh, Anda tidak perlu banyak basa-basi. Katakan saja apa yang mereka keluhkan."
Syekh Sufi itu tersenyum kemudian mengatakan, "Anda terlalu menyintai harta benda Anda sehingga anda merasa berat untuk mengeluarkannya demi kepentingan orang lain."
"Itu urusan saya," jawab tetangga kikir itu. "Saya sudah bekerja keras untuk mendapatkannya dan saya tidak akan mengeluarkannya secara cuma-cuma. Lalu apa lagi?"
"Kalau Anda bersikukuh tidak mau mengubah sikap Anda, para tetangga kita merelakan Anda untuk meninggalkan tempat ini."
"Rumah ini rumah saya. Saya tidak akan meninggalkannya."
"Saya akan membelinya," jawab Syekh lembut.
"Saya tidak akan menjualnya!"
Merasa tidak ada gunanya lagi berlama-lama di rumah itu, Syekh pun berpamitan pulang. Dia terus merenung semalaman untuk menghindarkan para tetangganya dari perilaku buruk tetangganya itu.
Maka, pada malam berikutnya dia mendatangi tetangga itu yang disambut dengan muka masam dan kata-kata kurang enak, "Syekh datang kemari untuk mengatakan hal yang sama dengan kemarin? Lebih baik Syekh segera pulang, sebab tidak ada gunanya lagi. Meskipun Syekh datang berkali-kali meminta saya untuk pindah dari sini, saya tidak akan mengabulkannya."
"Tidak," jawab Syekh dengan lembut. "Saya kemari hanya meminta maaf atas perilaku saya kemarin. Sekarang saya mohon pamit."
Tetangga itu heran melihat sikap Syekh. "Tunggu," katanya. "Mengapa Syekh berubah pikiran seperti ini?"
Syekh Sufi itu memperhatikannya. "Semalam saya bermimpi ditemui oleh seseorang yang tidak saya kenal. Saya mengadukan perihal Anda kepadanya, namun dia justru menyuruh saya membiarkan Anda tetap tinggal di tempat ini sebab Anda adalah salah seorang kekasih Allah."
Kemudian Syekh itu pun benar-benar meninggalkan rumahnya. Beberapa hari kemudian tetangga itu mendatangi Syekh dan menyerahkan kunci rumahnya. Dia mengatakan, "Saya menyerahkan kunci rumah saya untuk dimanfaatkan tetangga kita. Saya akan meninggalkannya tanpa ganti sedikit pun. Saya merasa malu kepada Allah, bagaimana saya yang bersifat demikian dinyatakan sebagai kekasih Allah."
Beberapa tahun kemudian Syekh Sufi bertemu lagi dengannya ketika sedang menunaikan ibadah haji. Tetangga itu meninggal dunia di sana dengan cara yang sangat mulia.


Perjalanan Cinta Mencari Tuhan

Sekiranya saja aku mampu menulis sajak atau kisah yang paling tepat untuk menggambarkan perjalanan spiritual, tentu aku akan melakukannya. Sayang sekali, aku terlalu hina untuk menempuh jalan itu dan hanya dapat menghidangkan wewangiannya melalui karya Faridudin Attar. Inilah kutipan dari Manthiq ath-Thair:

Sekawanan burung bermaksud mencari raja mereka yang bernama Simurgh. Mereka bermusyawarah dan menunjuk Hud-hud sebagai penunjuk jalan, karena dia dianggap paling mengerti perjalanan menuju Simurgh. Sebelum melakukan perjalanan banyak burung yang sudah menyerah dan memilih tetap tinggal di tempatnya semula, namun tidak sedikit yang bermaksud melanjutkan perjalanan.
Setelah dibaiat menjadi pembimbing perjalanan, Hud-hud menjelaskan bahwa perjalanan mereka akan melewati lembah-lembah dengan rintangan masing-masing.
Kita harus melintasi tujuh lembah. Setelah melintasi lembah-lembah itu barulah kita menemukan Simurgh. Barang siapa menempuh jalan ini tidak akan kembali lagi ke dunia. Sulit mengatakan berapa mil jarak di hadapan kita. Bersabarlah wahai penakut, sebab semua yang melintasi jalan ini merasakan ketakutan yang sama seperti dirimu.
Lembah pertama adalah Lembah Pencarian. Pada lembah pencarian ada seratus kesulitan yang menyergapmu dari berbagai penjuru dan kau mengalami seratus cobaan. Di sana burung merak sama dengan seekor lalat. Kau harus melewatkan beberapa tahun di sana. Kau harus berjuang keras dan mengubah keadaanmu. Kau harus meninggalkan sesuatu yang tampak berharga bagimu dan memandang semua milikmu tidak berarti apa-apa. Bila kauyakin tidak memiliki sesuatu pun, kau harus melepaskan dirimu dari segala sesuatu yang ada. Barulah kemudian hatimu terselamatkan dari kehancuran.
Kau akan melihat cahaya suci ilahiah dan hasrat-hasrat sejati dilipatgandakan menjadi tak terbatas. Barangsiapa memasuki lembah ini, hatinya dipenuhi kerinduan sehingga mengabdikan segenap jiwanya untuk mencari perlambang lembah ini. Dia akan meminta seteguk anggur kepada pelayan pembawa piala dan setelah meminumnya, tidak ada lagi permasalahannya selain mengejar tujuan sejati. Dia tidak takut kepada naga penjaga pintu yang ingin menelannya. Ketika pintu terbuka dan dia memasukinya, maka ajaran agama, keimanan dan kekufuran itu tidak ada lagi.
Bila kau tidak dapat menemukan dan memahami rahasia ungkapanku ini, bukan berarti tidak ada tetapi karena kau tidak mau mencarinya dengan sungguh-sungguh. Bila kausuka memilah dan memilih sesuatu yang berasal dari Tuhan, maka kau bukan penempuh jalan ruhani. Bila kau memandang dirimu dimuliakan dengan intan dan dihinakan dengan batu kerikil, maka Tuhan tidak menyertaimu. Perhatikanlah, jangan kaucintai intan seraya menampik batu, karena keduanya berasal dari Tuhan. Bila karena amarah kekasihmu melemparimu dengan batu, itu lebih baik daripada intan yang dilempar oleh wanita lain.
Di jalan ruhani, cinta dan harapan sama-sama diperlukan. Bila kau tidak memiliki kedua hal ini, lebih baik kau tinggalkan pencarian. Kita harus berusaha dan bersabar. Tetapi apakah seorang pecinta pernah bersabar? Bersabar dan berusahalah dengan harapan mendapatkan petunjuk jalan. Kuasailah dirimu dan jangan sampai kehidupan lahiriah menawanmu.
Kesabaran luar biasa sangat diperlukan bagi mereka yang menderita, tetapi jarang sekali yang bersabar. Jika pencarian itu beralih dari sisi batiniah ke sisi lahiriah, bahkan sampai meliputi alam semesta, pencarian itu belum juga memuaskan. Yang tidak terlibat pencarian batin seperti seekor binatang, demikianlah aku mengatakannya. Bahkan dia tidak ada, sesuatu yang tidak berarti, bentuk tanpa jiwa."
Kemudian Burung Hud-hud menjelaskan mengenai lembah kedua: "Lembah ini adalah lembah cinta. Untuk memasukinya kita harus menjadi api yang menyala, begitulah aku menyebutnya. Kita sendiri harus menjadi api. Wajah pecinta harus menyala, berkilauan, dan berkobar. Cinta sejati tidak mengenal pikiran nanti. Di dalam cinta tidak ada lagi baik dan buruk.
Tetapi kau adalah makhluk bebal sehingga ucapanku sama sekali tidak menyentuh hatimu, bahkan tidak menelusup ke celah gigimu. Siapakah yang bersedia mempertaruhkan uang tunai dan kepalanya agar menyatu dengan sahabatnya? Yang lainnya merasa puas dengan janji akan melakukan sesuatu untukMu pada besok hari.
Bila makhluk sudah berniat melakukan perjalanan ini namun belum total, ia akan dilanda duka dan kemurungan. Sebelum burung elang mencapai tujuannya, dia gelisah dan bersedih. Jika seekor ikan dilemparkan ombak ke tepi pantai, dia menggelepar-gelepar ingin kembali ke lautan.
Di lembah ini, cinta dilambangkan dengan api menyala sementara pikiran bagaikan asap. Apabila cinta sudah datang, pikiran pun lenyap. Pikiran tidak bisa menyatu dengan keluguan cinta dan cinta tidak berurusan dengan akal pikiran manusia. Bila kau memiliki pengetahuan batin, inti dari dunia lahiriah akan tersingkapkan. Tetapi bila kau memandang segala sesuatu dengan mata lahiriah, kau tidak akan pernah mengerti apa artinya mencintai. Hanya yang teruji dan terbebaskan merasakan keadaan ini. Penempuh perjalanan spiritual hendaknya memiliki seribu hati sehingga setiap saat dia bisa mengorbankan salah satu hatinya.
Cinta harus mengkoyak kehati-hatian. Cinta akan mengubah sikapmu. Mencintai adalah mengorbankan kesenangan yang mencolok mata dan kehidupan biasa. Hendaknya kau langkahkan kakimu maju ke depan. Bila kau tidak mau, ikuti saja angan-angan kosongmu. Tetapi bila kau menginginkan rahasia cinta, korbankanlah segalanya. Kau akan kehilangan semua milikmu yang kau anggap berharga, namun setelah itu kau mendengar kata khidmat, “Masuklah!”
Para pecinta mempertaruhkan hidupnya demi cinta akan melewati jalan itu. Di alam ruh, mereka menyatu dengan kekasih mereka."
Sedangkan mengenai lembah ketiga Hud-hud menjelaskan: “Setelah lembah yang kubicarakan tadi, menyusullah lembah berikutnya, yakni lembah keinsafan. Lembah ini tanpa permulaan dan tanpa akhir. Tidak ada jalan serupa dengan jalan ini. Jaraknya tidak dapat diperkirakan jauhnya. Keinsafan bersifat kekal bagi penempuh jalan ini sementara pengetahuan hanya sebentar. Jiwa, seperti halnya raga, mengalami keadaan maju dan mundur. Dan jalan ruhani menampakkan dirinya setelah penempuhnya melampaui kesalahan dan kelemahannya, tidur dan kemalasannya. Setiap penempuh perjalanan semakin dekat dengan tujuannya sesuai dengan usahanya masing-masing. Meskipun seekor lalat terbang dengan segenap kekuatannya, dapatkah dia menyamai kecepatan angin?
Ada berbagai cara melintasi lembah ini dan semua burung tidak sama cara terbangnya. Keinsafan dapat dicapai dengan beraneka cara; sebagian menemukan di Mihrab dan sebagian lain di depan arca. Apabila matahari keinsafan menerangi jalan ini maka masing-masing memperoleh cahayanya seimbang dengan usahanya dan mendapatkan tingkatan sebanding keinsafannya terhadap kebenaran. Apabila rahasia hakikat semua makhluk menyingkapkan dirinya dengan terang, maka api unggun dunia menjadi taman mawar. Dia tak lagi sibuk memikirkan dirinya sendiri, tetapi menengadah ke wajah sahabatnya. Dalam setiap parsial ia melihat universalitas. Dia merenungkan ribuan rahasia yang gelap.
Tetapi banyak yang tersesat dalam pencarian petunjuk jalan. Diperlukan keinginan kuat dan mantap agar berhasil melintasi lembah sulit ini. Sekali saja kau merasakan kenikmatan rahasia itu, kau memahami semuanya. Tetapi sejauh mana pencapaianmu, jangan sekali-kali melupakan ayat Tuhan, “Masih adakah yang lain?”
Duhai kau yang masih tertidur, aku tidak dapat memuji kelakuanmu ini; mengapa tidak juga bersedih? Kau belum melihat keindahan sahabat maka bangun dan carilah! Sampai kapankah kau bertahan dengan keadaan ini, seperti seekor keledai liar tanpa kendali."
Tentang lembah keempat Hud-hud menjelaskan: “Lembah ini adalah lembah kebebasan. Di sini tidak ada lagi nafsu memiliki atau keinginan menemukan. Dalam keadaan seperti ini, angin dingin bertiup dengan ganas sehingga dalam sejenak angin menghancurkan semesta yang luas. Tujuh lautan sama dengan sebuah lubang air. Tujuh galaksi sama dengan setitik kembang api. Tujuh langit sama dengan bangkai. Tujuh neraka hanyalah es yang mencair. Kemudian sebaliknya, sesuatu tidak bisa dinalar manusia! Seekor semut sama seperti seratus gajah dan seratus kafilah tewas sementara seekor gagak memakan bangkainya.
Agar Adam dapat menerima cahaya langit, barisan malaikat berpakaian hijau dicekam duka. Agar Nuh menjadi tukang kayu dan pembuat perahu, ribuan makhluk mati di telan air. Puluhan ribu nyamuk menyerang raja Abrahah agar dia terguling dari kursi kekuasaannya. Ribuan bayi harus mati agar Musa dapat melihat Tuhan. Ribuan orang memakai zunnar agar Isa memiliki rahasia Tuhan. Ribuan hati dan jiwa terampas agar Muhammad dapat mi’raj ke langit.
Di lembah ini, baru dan lama tidak berharga. Kau diperbolehkan berbuat atau tidak berbuat bila kaulihat seluruh dunia terbakar dan semua hati tidak lebih dari kapas. Semua hanya khayalan bila dibandingkan kenyataan sebenarnya. Jika puluhan ribu jiwa tenggelam ke dalam lautan tak terbatas, itu seperti setitik embun. Bila langit dan bumi harus meledak menjadi serpihan-serpihan, itu tidak berbeda dengan setangkai daun luruh. Apabila segalanya harus dimusnahkan, sejak dari ikan penyangga bumi sampai bulan di langit, masihkah ada kaki semut lumpuh di dalam sumur? Jika tidak ada lagi jejak manusia dan jin, rahasia setitik air asal sesuatu harus direnungkan kembali.
Lembah ini tidak mudah dilalui sebagaimana prasangka lugumu. Meskipun darah hatimu memenuhi lautan, kau baru memulai tahap pertama. Meskipun kau telah menjelajahi semua jalan di dunia, namun kau masih saja di langkah pertama. Tidak ada musafir yang mengetahui akhir perjalanan ini dan tidak ada yang menemukan penawar cinta. Jika kau berhenti, kau membeku atau bahkan mati. Jika kaulanjutkan langkahmu, kaudengar seruan, “Majulah terus lebih jauh lagi!” Kau tidak dapat berjalan atau berhenti. Tidak ada manfaatnya lagi hidup maupun mati.
Tinggalkan tujuanmu yang tidak berguna dan kejarlah hakikat. Sekedarnya saja kau berurusan dengan dunia lahiriah, tetapi kerahkan semua untuk hal-hal batin. Perbuatan benar mengalahkan kemalasan. Tetapi, yang tidak menemukan penawar kemalasan lebih baik tidak berbuat apa-apa karena kautahu kapan harus berbuat dan kapan menahan diri. Bagaimana mengetahui sesuatu yang tidak kauketahui? Berbuatlah yang semestinya kaulakukan, meskipun tidak kausadari. Lupakan segala yang pernah kaulakukan hingga saat ini, berusahalah bebas dan cukup dengan dirimu sendiri, meskipun kau harus menangis dan tertawa."
“Di lembah ini,” kata Hud-hud selanjutnya, “jangan ada yang bermalas-malasan. Barangsiapa hendak memasuki lembah ini terlebih dahulu mencapai tahapan-tahapan tertentu. Sekarang saatnya bekerja keras, bukan terdiam di dalam ketidakpastian dan menghabiskan waktu sia-sia. Bangunlah dari sikap masa bodoh. Tinggalkan keterikatan lahir dan batin kemudian lintasilah lembah sulit ini, sebab bila kau belum bisa meninggalkan semuanya, kau lebih bebal dibandingkan para pemuja dewa. Kau tidak akan pernah merasa puas dengan dirimu sendiri.
Mengenai lembah kelima Hud-hud mengatakan: “Kalian sedang melintasi lembah Keesaan. Di lembah ini semua yang pecah terurai menyatu kembali. Semua yang mendongakkan kepalanya berleher satu. Meskipun kelihatannya banyak, namun hakikatnya satu. Semuanya esa dalam kesempurnaan Yang Esa. Dan sekali lagi, yang terlihat esa tidak berbeda dengan yang banyak. Karena wujud yang kubicarakan melampaui keesaan dan bilangan, janganlah memikirkan keabadian dulu dan kemudian. Karena kedua keabadian ini telah lenyap, tidak perlu lagi membicarakannya. Apabila segala yang tampak telah tiada, apalagi yang perlu direnungkan?
Tidak ada Kabah maupun Pagoda. Pelajarilah pengetahuan sejati tentang Wujud Abadi dari kata-kataku ini. Jangan melihat apapun selain dia. Kita di dalam Dia. Milik Dia. Bersama Dia. Kita mungkin berada di luar lingkaran ini. Barang siapa tidak berendam dalam Lautan Keesaan tidak layak sebagai umat manusia.
Akan tiba waktunya ketika matahari menyingkapkan cadar yang menyelubunginya. Selama kau terpisah darinya, baik dan buruk bersamamu. Tetapi apabila kau meniadakan diri dalam Matahari hakikat Ilahiah, baik dan buruk terlampaui oleh cinta. Selama kau masih berjalan lamban, kau tertahan kesalahan dan kelemahanmu sendiri.
Tidakkah kausadari kesombongan, kecongkakan, kebanggaan, egois dan sifat-sifat kotor lainnya di dalam dirimu? Meskipun ular dan kalajengking kelihatannya sudah mati, mereka sebenarnya hanya tidur sejenak. Apabila tersentuh sedikit saja, mereka bangkit dengan kekuatan seratus naga. Di dalam diri kita masing-masing ada neraka sarang ular. Bila kau dapat menyelamatkan diri dari makhluk kotor ini, kauperoleh ketenangan. Jika tidak, mereka menggigitmu dengan bisanya meskipun kau sudah berada di tanah kubur menunggu hari kiamat."
Hud-hud pun melanjutkan pembicaraannya, “Apabila pengembara spiritual memasuki lembah ini, dia akan hilang dan lenyap dari penglihatan karena Wujud tanpa tandingan menampilkan diriNya. Pengembara terdiam karena Wujud itu berfirman.
Parsial menjadi universal, atau tepatnya, tidak ada lagi parsial dan universal. Di dalam kelompok ini, ribuan orang cerdas hanya bisa ternganga keheranan dan terdiam. Apalah artinya kecerdasan dan fikiran di lembah ini? Dia berhenti menunggu di ambang pintu seperti seorang anak buta. Barangsiapa menemukan rahasia ini, dia akan memalingkan dirinya dari dua dunia. Wujud yang kubicarakan ini ‘ada’ tidak terpisah. Segalanya adalah Wujud ini. Ada dan tidak ada adalah wujud ini."
Tentang lembah keenam Hud-hud mengatakan: "Setelah lembah keesaan tadi, lembah keheranan dan kebingungan pun membayangi. Kita menjadi mangsa duka dan sedih. Setiap hembusan nafas adalah keluhan kepedihan dan setiap keluhan bagaikan pedang. Hanyalah duka, ratapan, dan kerinduan mendendam. Siang dan malam hadir dengan serempak. Api menyala-nyala namun kita merasa tertekan dan tak lagi memiliki harapan. Dalam lembah kebingungan ini muncul pertanyaan, ‘Mungkinkah kita melanjutkan perjalanan ini?’ Akan tetapi yang melampaui lembah keesaan lupa segalanya bahkan dirinya sendiri. Jika dia ditanya, ‘Kau ada ataukah tidak? Adakah kau ataukah tidak ada? Apakah kau berada di tengah ataukah tepian? Apakah kau fana ataukah kekal?
Ia akan menjawab dengan tegas, ‘Aku tidak tahu apa-apa, aku tidak mengerti apa-apa. Aku tidak sadar atas diriku sendiri. Aku tengah bercinta, namun dengan siapa, aku tidak tahu. Hatiku dipenuhi cinta sekaligus hampa.”
Mereka yang memasuki lembah keheranan ini akan bersedih memikirkan seratus dunia. Bagiku mereka kebingungan dan tersesat. Ke manakah aku harus melangkah? Berdoalah agar aku tahu apa yang harus kulakukan! Tetapi ingatlah, ratapan manusia menurunkan rahmat langit.
Sedangkan tentang lembah ketujuh Hud-hud menjelaskan: “Lembah terakhir yang akan kita lalui adalah lembah keterampasan dan kematian, hampir tidak bisa dijelaskan. Hakikat lembah ini adalah lupa, buta, tuli dan kebingungan. Seratus bayang-bayang yang menghalangimu lenyap dibuyarkan secercah cahaya matahari langit. Apabila laut maha raya bergelora maka permukaannya kehilangan bentuk. Bentuk tidak lain adalah dunia kini dan dunia nanti. Siapakah yang menganggap dirinya tidak memperoleh kemuliaan agung? Setitik air lautan akan tetap tinggal di sana, abadi dan damai. Di laut maha tenang, pada mulanya kita terhina dan terbuang, tetapi setelah terangkat dari keadaan ini, kita memahaminya sebagai makhluk dan banyak sekali rahasia tersingkap.
Banyak sekali makhluk salah di langkah pertama sehingga gamang di langkah kedua, mereka seperti benda-benda tambang. Apabila kayu dan duri terbakar menjadi abu, keduanya terlihat sama namun mutunya berbeda. Benda najis dimasukkan ke dalam air mawar tetap najis karena sifat dasarnya. Akan tetapi benda suci dimasukkan ke dalam lautan kehilangan wujudnya dan menyatukan diri dengan gerak ombak lautan. Ketika berhenti dan terpisah dari lautan, dia memancarkan keindahannya sendiri. Dia ada dan tidak ada. Bagaimana hal ini terjadi, akal pikiran tidak dapat membayangkannya.
Apabila kau ingin mencapai tempat luhur, bebaskan dirimu dahulu kemudian keluarlah bagaikan Buraq[1]. Kenakanlah khirqah ketiadaan dan minumlah dari piala kemusnahan diri. Ikatlah pinggangmu dengan sabuk penafian dan pakailah mahkota ketiadaan. Pijakkan kakimu di altar ketak-terikatan dan paculah kuda ragamu menuju tak-bertempat. Tetapi bila dirimu masih memiliki nafsu kepentingan, tujuh langit akan menyiksamu."
Setelah para burung melewati dan mendengarkan penjelasan Hud-hud tentang lembah-lembah, kepala mereka terkulai lemas dan hatinya terpatuk kesedihan. Selama bertahun-tahun mereka mengembara, melintasi gunung dan lembah dan sebagian besar umur mereka dihabiskan dalam perjalanan itu. Pada akhirnya hanya sedikit yang dapat sampai ke tempat mulia yang ditunjukan Hud-hud. Ribuan burung telah lenyap. Mereka hilang di lautan, binasa di puncak gunung. Mereka kehausan di padang sahara, terbakar sayapnya sementara hatinya kekeringan. Sebagian dimangsa macan tutul, sebagian mati kelelahan di hutan belantara dan gurun, bibir mereka mengering sementara tubuhnya kepanasan. Sebagian lagi saling membunuh untuk memperebutkan sebutir juwawut. Sebagian lagi dilemahkan oleh penderitaan dan keletihan perjalanan sehingga tidak sanggup melanjutkan perjalanan lagi. Ada yang kebingungan dalam satu tempat dan berhenti di sana. Dan banyak sekali yang berangkat dengan niat ingin tahu atau bersenang-senang tewas tanpa mendapatkan pengetahuan pencarian yang mereka tempuh.
Karena itulah, ribuan burung yang berangkat hanya tersisa tiga puluh ekor di tempat tujuan. Mereka merasa kebingungan, letih dan sedih tanpa bulu dan sayap. Mereka sedang berada di depan pintu gerbang istana Yang Mulia, sangat indah dan tak terpahami hakikatnya. Wujudnya melampaui pikiran dan pengetahuan makhluk. Kilat-kilat kepuasan menyambar-nyambar dan semuanya terbakar musnah dalam waktu sekejap. Mereka melihat ribuan matahari, ribuan bulan dan bintang yang lebih terang daripada yang lain. Semuanya indah.
Tiba-tiba, pintu istana terbuka dan kepala rumah tangga istana, salah satu abdi raja, menampakkan kepala. Dia memeriksa para burung dan menyaksikan ribuan burung yang berniat ke istana hanya menyisakan tiga puluh ekor. Dia berkata, “wahai kalian para burung, dari manakah kalian datang dan mengapa datang kemari? Siapakah nama kalian? Wahai yang tak memiliki apa-apa lagi, di manakah rumah kalian? Kalian dijuluki apa di dunia sana? Apakah yang bisa dilakukan oleh sebutir debu seperti kalian ini?
“Kami datang,” kata mereka, “untuk mengakui Simurgh sebagai raja kami. Kami telah kehilangan akal pikiran dan kedamaian karena hasrat cinta kami kepadanya. Ketika kami berangkat kemari, jumlah kami beribu-ribu dan sekarang hanya tinggal tigapuluh ekor yang tersisa. Kami tidak percaya sang raja akan murka pada kami demi melihat penderitaan kami.”
Abdi raja berkata, “Wahai kalian yang risau, ribuan makhluknya tidak lebih seperti seekor semut di depan pintu gerbang. Kalian datang hanya membawa keluhan dan ratapan. Kalau demikian, kembalilah ke negeri asal kalian, wahai debu yang hina!”
Mendengar ucapan seperti itu, para burung pun kejang dan kaku karena heran. Namun tidak lama mereka sadar kembali dan mengatakan, “Mungkinkah baginda raja akan menolak kami dengan cara yang demikian hina? Jika begitu sikapnya terhadap kami, tentulah Dia juga tidak akan bersikap lembut pada kekasihnya yang mulia?"
Kilat keagungan-Nya akan memancar,” kata kepala rumah tangga, “ia akan melepaskan semua pikiran dari jiwa.”
Para burung yang terbakar cinta berkata, “Bagaimana seekor laron akan melepaskan dirinya dari nyala api apabila dia ingin menyatu dengan nyala api itu? Sahabat yang kami cari akan memuaskan kami dan memperkenan kami menyatu dengannya. Apabila sekarang kami ditolak, apalah daya kami? Kami tidak ubahnya seekor laron yang menginginkan nyala api. Banyak sekali yang meminta laron tidak meneruskan niatnya yang konyol dan jarang terjadi, namun laron hanya mengatakan terimakasih. Dia menyatakan bahwa dirinya telah diserahkan kepada nyala api, maka apalagi yang perlu dipersoalkan.”
Setelah menguji para burung, kepala rumah tangga pun membukakan pintu untuk mereka. Ketika dia menyingkapkan tabir satu per satu, sebuah dunia baru di balik tabir dapat dilihat dengan jelas. Cahaya dari segala cahaya memancar. Semua burung duduk di atas bangku panjang istana, tempat yang mulia dan agung. Mereka diberi teks dan diminta untuk membaca dan merenungkan. Mereka pun memahami keadaan mereka.
Ketika mereka merasa senang dan terbebaskan dari segala sesuatu, mereka sadar bahwa Simurgh berada diantara mereka. Segala perbuatan mereka di masa lalu telah terhapus. Matahari agung memancarkan sinarnya. Dalam keadaan saling merenung, ketiga puluh burung merasa telah menatap Simurgh dari dunia dalam diri mereka. Ini sangat menakjubkan sehingga mereka tidak tahu apakah mereka masih tetap seperti sedia kala ataukah mereka telah berubah menjadi Simurgh. Dalam keadan ini mereka menyadari bahwa mereka adalah Simurgh dan Simurgh adalah ketiga puluh burung itu. Ketika mereka melihat diri mereka, mereka melihat bahwa dirinya adalah Simurgh. Mereka mengamati diri mereka serempak, dirinya dan Simurgh. Mereka menyadari bahwa mereka dan Simurgh adalah wujud satu dan itu juga. Tidak ada seorang pun yang mendengar kisah seperti ini sebelumnya.
Mereka tenggelam dalam perenungan. Sejenak kemudian mereka memohon kepada simurgh untuk menyingkapkan rahasia kemajemukan dan keesaan segala wujud. Mereka memohon tanpa kata-kata. Sang Simurgh menjawab pertanyaan tanpa kata-kata. Beginilah maksudnya, “Matahari agung adalah cermin. Barang siapa bercermin akan melihat jiwa dan raganya sekaligus. Karena kalian datang sebagai tiga puluh burung simurgh kecil, maka kalian pun menyaksikan tiga puluh burung di dalam cermin. Bila empat puluh atau lima puluh yang datang, sejumlah itu pula yang kalin lihat. Meskipun kalian telah berubah, namun kalian masih sama saja seperti dahulu.
“Kalian tiga puluh burung ini sudah sepantasnya merasa kagum dan keheranan. Akan tetapi, aku lebih dari tiga puluh burung. Aku hakikat Simurgh sejati. Leburkan diri kalian ke dalam diriku dengan gembira dan bahagia sehingga kalian menemukan diri di dalam diriku.”
Sesudah itu para burung meniadakan diri dalam Simurgh. Bayang-bayang telah lenyap ke dalam cahaya matahari. Begitulah semestinya.

 


Perumpamaan-Perumpamaan Cinta

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik; akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim [14]: 24-27)
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. an-Nur [24] : 35)
***
Setelah itu, aku tidak bisa berkata apa-apa selain mengutip kata-kata pecinta yang pernah ada mengenai apa pun yang menurutku pantas untuk dikutipkan di sini:
Imam Ja'far ash-Shadiq dalam Mishbah asy-Syarî'ah mengatakan: "Dunia bagaikan seorang sosok; kepalanya adalah kesombongan, matanya adalah ambisi, telinganya adalah keserakahan, lidahnya adalah sifat pamer, tangannya adalah syahwat, kakinya adalah 'ujub, kalbunya adalah kelalaian, anggota tubuhnya adalah kesirnaan dan amal perbuatannya adalah kefanaan. Barangsiapa yang mencintainya akan mewarisi sifat sombong; barangsiapa yang menganggapnya baik akan diberi jubah kerakusan; barangsiapa yang menginginkannya akan dimasukkan ke dalam kelompok orang-orang tamak; barangsiapa yang memuliakannya akan dijubahi sifat pamer; barangsiapa yang menghendakinya akan diberi sifat ujub; barangsiapa yang merasa tentram dengannya akan diberi kelalaian. Akan tetapi, barangsiapa yang mengagumi perhiasannya maka semua itu akan disirnakannya; barangsiapa yang menumpuk harta kekayaannya dan bersifat kikir maka dia akan dihempaskan ke dalam api neraka."
***
Rabi’ah al-Adawiyah menyatakan cintanya;
Aku mencintaimu dengan dua cinta, cinta hasrat (hubb al-hawa)
Dan cinta karena engkau layak (ahl) bagi yang menyucikan dirinya
Yang kumaksud cinta hasrat
Adalah kesibukanku dengan mengingatmu dari selainmu
Adapun yang membuat-Mu layak diperlakukan demikian
Penyingkapanmu akan hijabku hingga aku dapat melihatmu
Maka bukan pujian dalam keadaan ini dan itu bagiku
Tetapi milik-Mulah segala puji dalam keadaan ini dan itu
***
Al-Ghazali menafsirkan bahwa cinta penuh hasrat adalah cinta kepada Allah karena kebaikanNya kepada Rabi’ah dan kenikmatan-kenikmatan yang dikaruniakan kepadanya dengan segera. Sedangkan yang dimaksudkan dengan cinta selayaknya adalah cinta karena keindahan dan keperkasaan (jalal)-Nya yang tersingkapkan bagi Rabi’ah. Ia merupakan cinta yang lebih transenden dan kuat diantara keduanya. Kenikmatan menatap munculnya keindahan rububiyah seperti yang dipaparkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau bercerita tentang Tuhannya yang Maha Transenden, “Aku telah mempersiapkan karunia untuk hamba-hambaku yang shalih sesuatu yang kasat mata, belum pernah terdengar di telinga dan belum pernah terlintas sama sekali di hati manusia.” Sebagian kenikmatan ini telah dikaruniakan di dunia kepada orang-orang yang selalu menyucikan hati pada tujuannya.”
***
Syekh Abdul Qadir al-Jilani dalam Adab as-Suluk wa at-Tawassul ila Manazil al-Muluk menyatakan:
Kalangan ahli mujahadah, muhasabah, dan kaum ulul ‘azmi memiliki sepuluh perangai yang telah mereka terapkan pada diri mereka. Ketika mereka melaksanakan dan me­nyempurna­­kannya, insyaAllah mereka akan dibawa-Nya menuju tempat-tempat yang mulia.
Pertama, tidak bersumpah demi Allah Azza wa Jalla, baik benar atau tidak, sengaja atau tidak. Sebab, apabila hal itu telah menjadi kebiasaan bagi dirinya dan lidah pun terbiasa, maka hal itu membawanya pada suatu kondisi yang di dalamnya mampu menghentikan bersumpah dengan sengaja atau tidak.
Apabila ia berhasil membiasakan perilaku demikian, maka Allah membukakan pintu cahaya-Nya. Ia mengetahui manfaat demikian dalam hatinya. Begitu pula akan dibukakan pintu ke­dudukan mulia, kekuatan dalam langkah dan sabar, disanjung-sanjung di kalangan sahabat, kemuliaan di kalangan tetangga, sehingga yang mengenalnya akan menaruh ­hormat dan yang melihatnya akan segan kepadanya.
Kedua, menghindar dari bicara tidak benar, baik dengan serius atau bercanda. Sebab, bila ia melakukan dan menjadikan keteguhan pada dirinya sendiri serta lidah pun terbiasa, maka dengannya Allah berkenan membuka hati dan menjernihkan pengetahuan, sehingga seakan-akan ia tidak tahu ke­palsuan. Apabila mendengar dari orang lain maka ia memandang­nya sebagai noda besar dan mencela dalam dirinya. Apabila ia me­mohon kepada Allah agar menjauhkannya, maka baginya pahala.
Ketiga, hendaklah berhati-hati apabila berjanji pada seseorang kemudian menyalahi dan memutuskan janji dengan seketika. Sifat demikian akan menguat­kan keteguhan dan meluruskan jalan spiritual. Mengingkari janji termasuk berdusta. Apabila ia telah berhasil menepati janji, maka terbuka baginya pintu kedermawanan dan rasa malu, dikaruniakan rasa cinta dalam hati para shiddiq, dan diangkat kedudukannya di hadapan Allah.
Keempat, menghindari mengutuk makhluk, merusak bagian terkecil dari alam semesta, bahkan yang lebih kecil darinya. Karena, semua itu termasuk perilaku orang-orang baik dan para shiddiqin. Ia berhak mendapatkan balasan yang baik dalam naungan penjagaan Allah di dunia serta kedudukan yang tinggi di akhirat. Allah juga melindunginya dari segala macam bencana yang menghancurkan, menyelamatkannya dari makhluk, mengaruniakan rezeki kasih sayang, dan kedekatan dengan-Nya.
Kelima, menjauhi doa yang buruk terhadap makhluk. Apabila dilalimi hendaklah tidak diputuskan dengan lidah atau membalas dendam dengan perbuatan dan ucapan. Seseorang yang sanggup melakukan hal itu akan mengantarkannya pada ke­dudukan yang tinggi.
Apabila ia melakukan hal itu maka ia akan meraih kemuliaan di dunia dan akhirat, rasa cinta dan sayang di hati semua makhluk, baik yang dekat maupun yang jauh, terkabulnya doa dan terlindungi dari makhluk, mendapatkan kemuliaan di hati orang-orang mukmin.
Keenam, tidak membatalkan syahadat orang-orang yang sekiblat dengan menjerumuskan mereka ke dalam syirik, kufur, dan munafik. Perbuatan itu mendekatkannya pada rahmat, kedudukan yang tinggi, mengikuti sunnah secara sempurna, menjauhkan tercampurnya pengetahuan Allah, menjauhkan dari siksa-Nya, mendekatkan pada ridha dan kasih sayang-Nya, pintu mulia dan terhormat dari Allah Yang Mahamulia, sehingga ia mewarisi rahmat atas semua orang.
Ketujuh, menjauhi melihat kemaksiatan dan menahan anggota tubuh darinya. Sebab, hal itu merupakan amalan yang paling cepat mendapatkan balasan bagi hati dan anggota tubuh di dunia ini dan pahala di akhirat nanti.
Kita memohon semoga Allah menganugerahi kita dan memberi kekuatan agar dapat melakukan yang demikian, dan mengeluarkan nafsu dari hati kita.
Kedelapan, menghindari menjadikan salah satu makhluk terbebani, baik beban ringan atau berat. Tetapi, hendaklah melepaskan mereka dari beban, baik diminta atau tidak. Perbuatan tersebut menyempurnakan kemuliaan para hamba dan keutamaan orang-orang yang bertakwa, mendorong beramar makruf nahi munkar, dan memandang semua makhluk di sampingnya dalam satu kedudukan yang sama.
Apabila ia telah melakukan amalan demikian, maka Allah memindahkan kedudukannya pada kecukupan, keyakinan, sangat percaya terhadap Allah. Allah hanya mengangkat dirinya semata, sementara kedudukan makhluk dalam kebenaran sama saja. Dapat dipastikan bahwa sebab-sebab tersebut merupakan kemuliaan orang-orang mukmin dan keutamaan orang-orang yang bertakwa serta dekat dengan pintu keikhlasan.
Kesembilan, hendaknya ia menghentikan rasa tamaknya terhadap manusia, tidak membiarkan nafsunya bersikap rakus terhadap apa yang ada di tangan mereka. Barangsiapa berbuat demikian termasuk orang yang mulia dan agung, kelompok khusus, penguasa agung, megah dan mulia, yakin dan murni, bertawakal dengan daya penyembuh yang luar biasa, salah satu dari pintu kepercayaan Allah Azza wa Jalla, salah satu dari pintu zuhud, dan dengannya dapat teraih sifat wara' dan menyempurnakan jalan spiritualnya, serta bagian dari tanda-tanda orang-orang yang telah memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah.
Kesepuluh, bersikap rendah hati. Dengan sifat tersebut seorang hamba akan dimuliakan dan sempurna di hadapan Allah dan makhluk, serta ditentukan apa yang diinginkannya dari dunia dan akhirat. Sifat tersebut merupakan ketaatan sempurna, mulai dari cabang hingga sempurnanya; dengannya seorang hamba dapat meraih kedudukan orang-orang shalih yang diridhai Allah baik di waktu suka maupun duka dan itulah takwa yang sempurna.
Sikap rendah hati adalah mendudukkan seorang hamba merasa rendah daripada orang lain, karena melihat keutamaan padanya. Dia mengatakan, "Barangkali orang ini lebih baik dariku di hadapan Allah dan lebih tinggi kedudukan­nya."
Mengenai orang kecil hamba itu mengatakan, "Orang ini tidak bermaksiat terhadap Allah, sedangkan aku telah banyak melakukan maksiat kepada-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku." Mengenai orang yang lebih tua darinya, ia mengatakan, "Orang ini telah mengabdi kepada-Nya sebelum aku." Mengenai orang alim, ia mengatakan, "Orang ini dianugerahi yang tidak ada padaku dan memperoleh yang tidak kuperoleh. Ia tahu yang tidak kuketahui dan bertindak berdasarkan pengetahuan." Mengenai orang bodoh ia mengatakan, "Orang ini tidak taat kepada-Nya karena tidak tahu, sementara aku tidak mematuhi-Nya dengan pengetahuan. Aku tidak tahu akhir hayatku dan akhir hayatnya." Mengenai orang kafir ia mengatakan, "Barangkali ia akan menjadi seorang muslim dan hidupnya berakhir dengan amalan yang baik, sementara aku mungkin menjadi kufur dan kehidupanku berakhir dengan amalan buruk." Demikianlah pintu pintu kasih sayang dan bergetar karena Allah. Yang paling utama adalah yang senantiasa menjalaninya sepanjang kehidupan melekat di jasad hamba.
Apabila seorang hamba Allah berbuat demikian niscaya Allah menyelamatkannya dari segala bencana, mengangkatnya dalam kedudukan memperoleh nasehat dari Allah, termasuk pilihan dan kekasih Yang Maha Pengasih, dan menjadi musuh bagi Iblis, musuh dan dikutuk oleh Allah. Sekaligus pintu rahmat.
Oleh karena itu, terkadang sifat tersebut dapat menutup pintu kesombongan dan menghancurkan gunung ujub, serta menghantarkannya menuju kedudukan yang tinggi dalam agama, dunia, dan spiritual. Tawadhu merupakan intisari ibadah, tujuan paling mulia dari para zahid, pertanda bagi para penempuh jalan spiritual, dan tidak ada yang lebih utama darinya.
Dengan meraih keadaan tersebut lidah akan terhenti menyebut kepentingan manusia di dunia dan yang tidak pantas, amalnya tidak sempurna tanpa hal itu. Kemudian benci, sombong, dan melebih batas terhapus dari hatinya dalam segala keadaan. Lidahnya mengatakan hal yang sama secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Langkahnya sama baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, pembicaraannya pun demikian; semua makhluk mendapatkan nasehat yang sama sementara ia bukan termasuk para pemberi nasehat. Apabila ia menyebut salah satu dari makhluk Allah dengan buruk atau mencelakai dengan satu perbuatan atau merasa senang apabila ada seseorang yang menyebutkannya dengan buruk; semua itu merupakan keburukan bagi para hamba, perusak para penempuh jalan spiritual, penghancur keteguhan orang-orang zuhud; kecuali yang ditolong oleh Allah dan dijaga lidah dan hatinya dengan rahmat, keutamaan, dan kebaikan Allah.
***
Manshur al-Hallaj menempuh jalan spiritual yang berbeda dari jalan masyarakat umum dan dianggap sebagai aliran wahdat al-wujud—dikatakan oleh Muhammad Iqbal sebagai keluar dari surga yang diangankan oleh orang-orang. Oleh penyair filsuf dari India tersebut dalam Javid Namah al-Hallaj telah digambarkan menyatakan demikian:
"Jiwa merdeka mengetahui mana yang baik dan buruk serta tidak dibatasi oleh dinding surga. Tetapi, surga para Mullah memiliki anggur, budak, dan bidadari: yang disediakan bagi mereka yang bebas mencapai kebahagiaan dalam perjalanan abadi. Surga Mullah adalah makanan, nyanyian, dan tidur, tetapi perenungan terhadap eksistensi Pencipta adalah surga para pecinta. Pecahnya hari kiamat ditandai dengan tiupan sangkakala dan terbukanya kuburan-kuburan, tetapi di mata seorang pecinta hari kiamat adalah kedatangan fajar yang dijanjikan.
Pada makrifat ribuan harapan dan ketakutan menyandarkan dirinya, sedangkan pada cinta tidak ada ketakutan atau harapan.  Makrifat dalam semesta raya dan kemegahannya akan bergetaran, sedangkan cinta akan menyejukkan kehausan dengan keindahannya. Sejak zaman dahulu hingga sekarang makrifat memperhatikan sesuatu dengan tajam, sedangkan cinta memberikan sapaan dengan lembut: "Lihatlah apa yang datang?" pengetahuan terikat oleh rerantai takdir dan siapakah yang dapat menyelamatkannya? Sedangkan cinta tidak mengenal kesabaran, tidak bergejolak, dan tidak terbatas; cinta merenungkan eksistensi secara utuh: tidak pernah mengeluh maupun mengerang walaupun irama nada musiknya mencucurkan air mata. Hatiku terbebas dari perbudakan: sebab berkas cahaya yang membakar di dalam diri kami bukan berasal dari tatapan mata bidadari, karena perpisahan justru menghanguskan gejolak api kami dan memberikan nada yang harmoni dalam jiwa kami.
Tidak ada kehidupan dalam penghayatan tanpa rahasia; pahamilah bagaimana caranya menyalakan api dari mata kaki, karena dari sanalah keakuan lahir dan berkembang. Sehingga, setiap partikel debu akan merasa cemburu dengan matahari. Ketika rindu meluaskan segenap ruangan maka sembilan langit segera mengisi dadanya. Ketika cinta telah mengelahkan benteng yang lama maka hanya tawanan dan waktu yang berjalan abadi."
***
Ibn al-Faridh, imam para pecinta dan perindu, dalam bait-bait puisi Tâiyah al-Kubrâ menyatakan bagaimana menjalin cinta dengan Kekasih:
Tak akan kukeluhkan keadaanku yang bermuram durja dalam cintaMu,
sebagaimana cobaan yang menghempaskan malapetakaku
Dia membalas kebaikan ketika kutunjukkan kesabaran saat menghadapi cobaan,
meskipun berbuat buruk bukan hal berat bagi kekasih
Dia mencegahku mengeluh sebagai bukti ketulusan kesabaranku
o, kalau boleh kukeluhkan musuhku tentu akan kukeluhkan
Buah dari kesabaranku dalam hasrat cintamu adalah pepujian
untukmu, tetapi yang darimu bukanlah pujian
Cobaan padaku adalah karunia
yang membebaskanku dari belenggu keinginan
Setiap rasa sakit dari cinta yang berasal darimu
mengajariku menyatakan sukur yang menggantikan keluhanku
***
Imam Khomeini dalam al-Adâb al-Ma'nawiyah li ash-Shalât menyatakan: "Sesungguhnya noda maknawi yang paling besar dan tidak bisa disucikan meskipun dibasuh dengan tujuh lautan, bahkan para nabi pun tidak mampu menghilangkannya, adalah noda kebodohan ganda (jâhil murakkab) yang merupakan sumber penyakit yang sangat berbahaya. Kebodohan itu tampak dalam bentuk pengingkaran terhadap kedudukan spiritual (maqâm) para kekasih Allah dan ahli makrifat serta berprasangka buruk terhadap para penguasa hati yang suci tersebut. Selama manusia masih tercemari oleh noda tersebut, ia tidak akan maju selangkah pun dalam memahami dan menjalankan ajaran-ajaran Pencipta. Bahkan, noda yang keruh tersebut muskin memadamkan cahaya fitrah yang merupakan pelita petunjuk jalan dan meredupkan api rindu yang merupakan kendaraan paling cepat (buraq) untuk bermikraj demi menapai berbagai kedudukan spiritual. Pada akhirnya, manusia yang demikian akan tetap tinggal di alam bendawi untuk selamanya.
***
Ibn Qayyim al-Jawziyah dalam al-Wabil al-Shayb min al-Kalim al-Thayib menyatakan tiga kunci bahagia: Sukur, Sabar, dan Istighfar:
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung. Allah subhanahu wata’ala sebagai tempat bermohon dan berharap agar terselamatkan di dunia dan di akhirat. Dia mengaruniakan nikmat kepada kalian baik secara lahiriah maupun batiniah. Dialah yang menjadikan kalian bersukur bila dikaruniai nikmat, bersabar bila diuji dan beristighfar bila melakukan dosa. Tiga sikap tersebut merupakan tanda-tanda bahagia bagi seorang hamba. Tanda kebahagiaan tersebut melekat dan senantiasa mengiringinya di dunia dan di akhiratnya. Seorang hamba seperti itu selalu mondar-mandir di tiga anak tangga tersebut.
Pertama, nikmat Allah ta’ala yang harus diikat dengan tali sukur. Ungkapan rasa sukur dibangun atas tiga sarat: mengetahui hakikat nikmat secara batiniah, menyatakannya secara lahir, dan membelanjakannya demi keridlaan Pemilik dan Pemberinya. Jikalau demikian yang dilakukannya, ungkapan sukur yang disertai rasa puas menunjukkan rasa bersukur terhadap nikmatNya.
Kedua, ujian Allah yang ditimpakan kepada hamba dan Allah mewajibkannya untuk bersabar dan menghibur diri. Sabar adalah menahan diri dari emosi menghadapi takdir yang ditentukan atas dirinya dan mencegah lidah agar tidak mengeluh serta mencegah anggota badan melakukan maksiat seperti menampar, merobek-robek pakaian, menjambak rambut dan lain-lain. Poros kesabaran terletak pada tiga sarat tersebut. Apabila seorang hamba telah melaksanakan sarat kesabaran seperti yang dikehendaki olehNya, maka ujian tersebut akan tersingkir dengan sendirinya sebagai karunia yang berhak didapatkannya, diubah menjadi karunia dan yang dibenci menjadi disenangi.
Allah Swt. menguji seorang hamba dengan cobaan bukan untuk menghancurkan melainkan untuk menguji kesabaran dan ibadahnya. Allah swt. menghendaki seorang hamba tetap beribadah walaupun dalam keadaan susah seperti halnya ketika dalam keadaan senang. Dia ingin memiliki ibadah hambaNya walaupun tidak disukai seperti halnya Dia ingin memiliki ibadah yang disukai. Dan sebagian besar makhluk beribadah untuk kesenangannya sendiri.
Kondisi spiritual seorang hamba terletak pada saat mempersembahkan ibadah di waktu yang tidak menyenangkan. Di situlah perbedaan tingkatan seorang hamba. Dan di situ pula kedudukan makhluk di sisi Allah. Melakukan wudlu dengan air yang dingin di cuaca yang sangat panas merupakan ibadah. Menggauli istri nan cantik yang dicintai juga ibadah. Memberikan nafkah kepada istri, keluarga, dan kepada dirinya sendiri juga ibadah. Melakukan wudlu dengan air yang dingin di cuaca yang sangat dingin juga ibadah. Meninggalkan maksiat yang sangat dihasrati oleh gejolak nafsu bukan karena takut dipandang manusia juga ibadah. Bersedekah di kala sengsara juga ibadah. Tetapi perlu diingat adanya perbedaan yang besar di antara dua bentuk ibadah yang berlainan.
Barangsiapa melakukan ibadah untuk Allah dalam keadaan senang maupun tidak senang demi melaksanakan hakNya, maka dia berhak memperoleh firman Allah “Tidakkah Allah saja sudah cukup bagi hambaNya”? dalam pembacaan yang lain “para hambaNya”. Kedua pembacaan tersebut sama saja karena bentuk tunggal (mufrad) adalah genitif (mudlaf) lalu digeneralisasikan menjadi plural (jama’). Pencukupan yang sempurna menyertai ibadah yang sempurna. Begitu juga dengan pencukupan yang kurang sempurna menyertai ibadah yang kurang sempurna. Barangsiapa menemukan kebaikan hendaklah memuji Allah dan barangsiapa mendapatkan keburukan maka salahkanlah diri sendiri. Mereka itulah para hambaNya yang tidak dapat diperdaya oleh musuhNya. Allah berfirman, “Sesungguhnya kepada para hambaKu kamu (Iblis) tidak mempunyai daya kekuatan.
Ketika Iblis musuh Allah mengetahui bahwa Allah tidak menyerahkan para hambaNya pada dirinya dan ia juga tidak berdaya menghadapi mereka, ia bersumpah, “Demi keagunganMu, akan kusesatkan mereka semua kecuali para hambaMu yang ikhlas.” Kemudian Allah berfirman, “Iblis telah membuktikan prasangkanya. Maka mereka mengikutinya kecuali sekelompok orang mukmin. Ia tidak mempunyai kekuatan atas mereka kecuali agar kami mengetahui siapa yang beriman dengan hari akhirat di antara yang masih meragukannya.
Allah tidak memberikan kekuatan kepada Iblis untuk menyesatkan para hambaNya yang beriman karena mereka berada dalam lindungan, pemeliharaan, penjagaan, dan naungan Allah. Jika musuhNya berhasil menculik salah satu dari para hambaNya seperti seorang perampok menculik seseorang yang lalai, maka hal itu menjadi suatu keharusan karena seorang hamba diuji dengan sifat lalai, syahwat, dan emosi. Iblis dapat merasuk ke dalam diri hamba melalui ketiga pintu tersebut, walaupun sang hamba berusaha sekuat tenaga untuk menutupnya, ia tidak bisa mengingkari kelalaian, syahwat, dan emosi di dalam dirinya. Adam as. yang menjadi nenek moyang manusia, makhluk paling cerdas, paling genius dan cerdik akalnya, tidak terlepas dari godaan musuh Allah dan terjadilah apa yang telah terjadi. Bukankah prasangka, firasat, kecerdasan, dan kegeniusan manusia dibandingkan dengan kemampuan akal nenek moyangnya seperti ludah dalam lautan? Musuh Allah tidak pernah terima dengan orang mukmin. Ia senantiasa menggoda manusia agar tertipu dan lalai. Lalu orang mukmin tersebut mengira dirinya tidak akan menghadap Allah nantinya. Kejadian tersebut akan menjadi bencana dan menghancurkan dirinya sendiri. Fadlilah, rahmat, maaf, dan ampunan Allah di balik semuanya.
Ketiga, jika Allah menghendaki kebaikan bagi hambaNya, Dia akan membukakan pintu tobat, penyesalan,[2] keremukan hati, kerendahan diri, membutuhkan, dan memerlukan pertolongan kepadaNya. Hal itu dibuktikan dengan bergegasnya hamba kepadaNya dan selalu berendah hati, berdoa, mendekatkan diri kepadaNya, melakukan kebaikan untuk menghapuskan keburukan yang menyebabkan rahmatNya, sehingga musuh Allah berseru kecewa : andaikan kutinggalkan dirinya dan tidak menggodanya.
Penjelasan di atas semakna dengan ungkapan sebagian Salaf bahwa “Seorang hamba masuk surga karena melakukan dosa dan masuk neraka karena melakukan kebaikan.” Orang-orang bertanya dengan keheranan, “Bagaimana bisa seperti itu?”
“Ia melakukan dosa dan matanya senantiasa mengucurkan air mata karena rasa takut dan  gelisah. Tubuhnya bergetar karena menangis penuh penyesalan dan malu kepada Tuhannya. Kepalanya menunduk di hadapanNya dengan hati yang remuk redam. Dosa yang dilakukannya memberikan manfaat dengan membuatnya semakin taat dan mengangkat kedudukannya kepada tanda-tanda bahagia dan kegembiraan. Begitulah perbuatan dosa yang menyebabkannya masuk surga.
Ia melakukan kebaikan dan mengungkitnya di hadapan Tuhannya. Ia bersikap sombong dan melihat dirinya sendiri dengan perasaan takjub berkepanjangan serta mengatakan aku telah berbuat demikian demikian. Ia mewarisi sifat ujub, bangga, dan sombong yang menyebabkan kehancuran dirinya. Apabila Allah menghendaki kebaikan pada diri makhluk miskin tersebut, Dia akan mengujinya dengan persoalan yang dapat menghilangkan sifat-sifatnya, menekan punggungnya dan mengecilkan arti dirinya di sisiNya. Apabila Allah menghendaki keburukan baginya, Dia akan meninggalkannya dan kian membuatnya ujub dan sombong, dua sifat rendah yang mengakibatkan kehancurannya sendiri.”
Para ahli makrifat bersepakat bahwa taufiq (bimbingan menuju kebaikan) membuat Allah mendekati dirimu dan khidzlan (hasrat sifat rendah yang menuju keburukan) membuat Allah menyingkir darimu. Barangsiapa dikehendaki oleh Allah dengan kebaikan, pintu kerendahan diri dan keremukan hati terbuka lebar, ia senantiasa berlindung kepada Allah dan membutuhkanNya, melihat aib nafsunya sendiri lalu membodohkan dan memusuhinya, dan menyaksikan fadlilah, kebaikan, rahmat, kemurahan, kekayaan, dan pepujianNya
Orang arif menuju Allah ta’ala dengan bekal dua sayap : instropeksi diri dan kesaksian. Tidak mungkin dia dapat berangkat tanpa keduanya. Apabila salah satu sayap tersebut patah, maka dia tak ubahnya seekor burung yang kehilangan salah satu sayapnya.
Syaikh al-Islam[3] menyatakan : seorang arif menghadap Allah dengan perasaan antara kesaksian atas karunia dan intropeksi diri dan perbuatannya.
Demikian pula makna ungkapan Nabi Saw. dalam hadis shahih dari Buraidah radliallah, Sayyid al-istighfar adalah saat seorang hamba mengungkapkan : Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada tuhan selain Engkau, Engkau menciptakanku dan aku adalah hambaMu, aku berada pada janji-Mu dan ancaman-Mu sekuat kemampuanku, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang telah kulakukan, aku kembali pada-Mu dengan nikmat-Mu dan kubawa pula dosaku, maka ampunilah aku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.[4] Dalam sabda Rasulullah tersebut “aku kembali pada-Mu dengan nikmat-Mu dan kubawa pula dosaku,”  digabungkan menjadi satu. Artinya kesaksian akan karunia dan intropeksi diri dan amal perbuatan.
Menyaksikan karunia mengharuskan adanya cinta, pujian, dan sukur untuk mendapatkan nikmat dan kebaikan. Sedangkan intropeksi diri dan perbuatan mengharuskan adanya rendah diri, remuk redam, kefakiran, dan tobat setiap saat. Ia tidak melihat dirinya sendiri kecuali dilanda kerugian. Pintu terdekat yang harus dimasuki seorang hamba untuk bertemu Allah adalah merasa rugi dan tidak memandang dirinya memiliki keadaan spiritual (hal), tahap spiritual (maqam), sebab dan sarana yang membuatnya memperoleh karunia. Ia masuk ke rumah Allah ta’ala melalui pintu persembahan kefakiran padaNya dan semata-mata merasa rugi, masuk melalui remuknya hati, fakir, dan kemiskinan hati sehingga remuk redamnya perasaan tersebut menuju kepada tuannya lalu Dia menyingsingkan dan menepiskan kesusahan tersebut dari segala penjuru. Hamba juga menyaksikan keharusan menghadap Tuhan azza wajalla, kesempurnaan menjadi keperluan dan kefakiran pada dirinya, ia benar-benar memerlukan setiap permata dariNya baik yang zahir maupun batin. Akhirnya ia terlepas dari esensi kehancuran dan kerugian tidak mampu menguasainya karena ia kembali kepada Allah dan Allah mengaruniainya dengan rahmatNya. Tidak ada jalan paling dekat menuju Allah selain dengan amal ibadah dan tidak ada hijab paling berat selain prasangka.
Amal ibadah bersumbu pada dua kaidah : mencintai kesempurnaan dan benar-benar rendah diri. Kedua pondasi tersebut tumbuh dari aibmu yang telah dikemukakan : menyaksikan karunia yang mewarisi rasa cinta dan instropeksi diri dan merenungi amal perbuatan yang mewarisi kerendahan diri. Jika seorang hamba menjalani laku spiritual (suluk) kepada Allah ta’ala melalui kedua pondasi tersebut, musuhnya tak mampu mencengkeram dirinya kecuali ia tertipu dan terpedaya. Betapa cepatnya Allah azza wajalla mengangkat hambaNya, memiliki, dan menuntun kepada rahmatNya. 


Berhati-hati dalam Cinta

Apabila kau bertanya, maka kausaksikan seribu iblis yang congkak menyusup ke dalam hatimu. Ia membisikkan benih pemberontakan untuk menunjukkan dirinya di dalam egomu. Kemudian timbul pertengkaran dan pertikaian yang tidak pernah selesai.
Keinginan untuk berpikir sebagai manusia tunggal yang agung, sehingga matamu buta dan tidak menyaksikan keagungan lain atau telingamu tuli dan tidak sanggup mendengar pendapat lain atau lidahmu lancang melanturkan kata-kata tanpa pijakan di dalam hati, adalah kunci iblis untuk membuka gerbang pengetahuannya yang menyesatkan.
Meskipun tidak seorang pun layak mencegah seseorang bertanya; berhati-hatilah terhadap pertanyaanmu sendiri ketika melakukan perenungan, sebab pertanyaan keliru hanya memperoleh jawaban yang keliru.


Doa Penutup

Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampuni kami yang tidak berdaya melawan ganasnya bayang-bayang gelap diri-Mu. Ampuni kami yang samar dalam temaram malam-Mu. Ampuni kami yang tidak bisa berbuat apa-apa mewujudkan Cinta-Mu. Ampuni kami yang gagap mengeja cinta sejati-Mu. Ampuni kami yang lemah.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, karena kami bukan apa-apa maka apa yang dari kami juga bukan apa-apa. Sesuatu yang berasal dari ketiadaan tentu bukan apa-apa. Adakah bayang-bayang pantas memiliki bayangan? Adakah yang diciptakan layak mengaku menciptakan sesuatu? Adakah yang lebih pantas mengaku pencipta atau pecinta selain Engkau? Adakah sesuatu selain Engkau?
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, jangan cerabut keyakinan kami setelah Engkau kukuhkan hati kami dalam iman. Jangan goyahkan keteguhan kami setelah sekian lama kami mencari pegangan. Jangan singkapkan mutiara kepada mereka yang iri dan dengki.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kukuhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami berusaha menjadi penolong agama Allah. Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi tentang keesaan-Mu.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang lalim.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya kami mendengar seruan yang menyeru kepada iman: "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kami pun beriman. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak memungkiri janji.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, keluarkanlah kami dari negeri yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi atas kebenaran al-Qur'an dan kenabian Muhammad saw. Bagaimana kami tidak akan beriman kepada-Mu dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Pencipta kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni an memberi rahmat kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, limpahkan kesabaran kepada kami dan wafatkan kami dalam keadaan berserah diri kepada-Mu. Kepada-Mu kami bertawakal! Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang lalim,
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakkan; dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Mu, baik yang ada di bumi maupun di langit.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, jadikanlah kami dan anak cucu kami orang-orang yang tetap mendirikan salat.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah kami dan kedua ibu bapak kami dan sekalian orang-orang mukmin pada hari perhitungan.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih dari kalangan bapak mereka, istri mereka, dan keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana dan peliharalah mereka dari kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari kejahatan pada hari itu, maka sesungguhnya telah Engkau anugerahi rahmat dan itulah kemenangan yang besar.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampuni kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami.
Aduhai Pencipta dan Pemelihara kami, ampunilah kesalahan doa kami.

Haris del Hakim, termasuk 10 cerpenis muda versi PEKSIMIDA Yogyakarta tahun 1999. Cerpen-cerpennya sering dimuat di media massa. Penulis naskah teater dan team kreatif setiap pentas Sanggar Nuun, bahkan pernah menjabat sebagai lurahnya periode 1999-2001.
Beberapa tahun menerjuni dunia penerjemahan dan tulis menulis. Pernah menjadi editor free lance penerbit Hijrah dan editor tetap Pustaka Sufi Yogyakarta. Kemudian berproses kreatif di tanah kelahirannya, Lamongan, bersama Forum Sastra Lamongan serta menjabat sebagai dewan redaksi jurnal kebudayaan The Sandour dan Jurnal Sastra Timur Jauh.
Cerpen Perempuan Kupu-Kupu dinobatkan sebagai cerpen terbaik utama versi FLP Jawa Timur tahun 2006. Puisinya terantologi dalam Absurditas Rindu dan cerpennya terantologi dalam Gemuruh Ruh.
Karya terjemahannya yang sudah terbit: Jalan Lain Ke Surga, karya Al Sya’rani (Belukar : Juni 2003), Makelar, Dirham, dan Penguasa, Ed. Husein Ahmad Amien (Tinta : Juli 2003), Masnawi Kitab Suci dari Persia buku pertama karya Jalaludin Rumi (Belukar : Juli 2003), Janji Sejati karya Thoha Husein (Tinta : Juli 2003), Perjalanan Menuju Tuhan karya Faridudin Attar (Hijrah : Desember 2003). Masnawi Kisah-kisah Fantastis dari Persia buku kedua karya Jalaludin Rumi (Hijrah : 2004), Majelis Dzikir karya Al Bayumi (Hijrah : 2004)
Selain itu, menulis Kado ulang tahun : Wejangan Cinta dan Kasih sayang (Manyar: Juni, 2004) dan novel Kau Nodai Cintaku (Manyar: November 2004), Odi dan Kucing Belang Tiga (Cahaya: 2005). Karya-karya yang menunggu penerbit adalah Perempuan di Atas Mata Pusaran dan Laras-Liris.
Alamat: Jl. Medokan Sawah no. 9-11. Rungkut – Surabaya. No. HP. 081-553 632 853 dan 031-70056796





[1] Artinya, yang terang benderang. Nama kendaraan nabi Muhammad ketika melakukan Mi’raj ke Sidratul Muntaha.
[2] Telah kami kemukakan di muka bahwa tingkatan  bahagia ada tiga : sukur nikmat, sabar menghadapi cobaan, dan bertobat dari dosa adalah tingkatan terakhir.
[3] Taqi al-Din Abu al-Abas Ahmad bin Taymiyah rahimahullah wa ridla anhu.
[4] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Bukhari dan al-Nasai.