Wanita
adalah topik pembicaraan yang tak akan habis-habisnya sepanjang zaman. Banyak
pertanyaan dan permasalahan tentang keberadaan wanita. Biasanya bahan
pembicaraan tentang wanita berkisar pada hak-hak atau kedudukan wanita sebagai
mahluk sosial di tengah masyarakat. Masalah emansipasi dan persamaan gender
adalah suatu bahan perbincangan yang makin marak didengung-dengungkan oleh kaum
wanita masa kini.
Persamaan
hak antara pria dan wanita dianggap sebagai suatu pemikiran modern yang harus
melekat pada setiap kepala wanita dan pria.
Ternyata
wanita pun merupakan lahan subur bagi para musuh-musuh Islam untuk menyerang
agama Islam. Mereka selalu menyatakan bahwa agama Islam menindas kaum wanitanya.
Islam melarang kaum wanita untuk keluar rumah dan menuntut ilmu. Wanita
dianggap budak kaum laki-laki yang tugasnya tidak lebih hanya untuk melayani
dan membahagiakan kaum lelaki. Masalah hijab dinggap sebagai simbol
ketidakbebasan wanita.
Semua
pemikiran ini mereka sebarkan ke seluruh masyarakat di luar Islam. Para musuh Islam menggunakan berbagai media sebagai
sarana menyebarluaskan pemikiran ini sehingga orang-orang Barat atau yang
berpendidikan Barat yang tidak mengetahui tentang Islam menganggap bahwa itu
adalah gambaran wanita Islam yang sebenarnya.
Menurut
gambaran mereka wanita Islam bukanlah menusia dari segi ruhaniah, tetapi wujud
dalam dunia bayang-bayang, boleh disiksa, ditindas, dan apabila ia meninggal
dunia, ia akan masuk ke dalam suatu tempat yang disediakan untuk mahluk yang
tidak mempunyai ruh. Prasangka lainnya juga dihembuskan dengan melukiskan
wanita Islam sebagai gundik-gundik seperti dalam film "Seribu Satu
Malam" (The Arabian Night) versi Hollywood
dan segala sesuatu tentang Arab selalu identik dengan agama Islam. Dalam film
tersebut diceritakan bagaimana para wanita cantik itu tinggal di istana dengan
pakaian yang seronok menunggu peluang untuk di "lirik" oleh sultan
mereka. Walaupun pakaian mereka seronok, mereka tetap digambarkan memakai cadar
dan 'jilbab'.
Yang
amat menyedihkan ternyata gambaran dan pemikiran itu tidak hanya tersebar di
kalangan wanita Barat non Islam tetapi juga menyebar di kalangan wanita Timur
yang menyandang predikat muslimah. Sebagai contoh adalah wanita di perkampungan
Aljazair. Kaum wanita di sana
tidak diperbolehkan menuntut ilmu dan ketika memasuki masa akil baligh, mereka
kemudian dipaksa untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya dan mengabdi
di rumah keluarga suaminya. Para wanita yang
menentang tradisi ini -yang dianggap sebagai ajaran Islam- disebut sebagai
pemberontak yang harus dikucilkan bahkan banyak di antara mereka yang mengalami
penyiksaan. Keadaan seperti ini membuat para wanita tersebut mengalihkan
pandangan mereka kepada pemikiran Barat yang dianggap lebih maju dan memberikan
kebebasan bagi para wanitanya. Padahal jikalau mereka mau mengkaji kembali
Al-Qur'an dan Hadits, pasti mereka akan menemukan suatu pencerahan pemikiran
tentang bagaimana kedudukan wanita yang sesungguhnya dalam kacamata Islam.
Sebelum
menguraikan bagaimana nilai wanita di mata Islam ada baiknya kita mengadakan
kilas balik yang menggambarkan kedudukan wanita dalam agama lain dan pada masa
sebelum kedatangan Islam.
Kedudukan
Wanita dalam Agama Lain
Wanita
di mata agama Hindu
Dalam
agama Hindu ditegaskan bahwa sesungguhnya kesabaran tertentu, angin, kematian,
neraka, racun dan ular itu tidaklah lebih jahat ketimbang wanita. Dimata orang
Hindu, seorang wanita, jika suaminya mati lalu dibakar, maka ia harus turut
dibakar hidup-hidup bersama jenazah suaminya.
Wanita
di mata agama Yahudi
Menurut
segolongan kaum Yahudi, martabat anak perempuan itu sama seperti pelayan. Maka
ayahnya berhak untuk menjualnya dengan harga murah sekalipun. Orang-orang
Yahudi pada umumnya menganggap wanita sebagai laknat atau kutukan karena
wanitalah Adam menjadi tersesat. Apabila seorang wanita sedang mengalami haid,
maka mereka enggan makan bersama dengan wanita itu dan ia tidak boleh memegang
bejana apapun karena khawatir tersebarnya najis.
Wanita
di mata agama Nasrani
Menurut
agama Nasrani, wanita dianggap sebagai sumber kejahatan, malapetaka yang
disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai,
dan musibah yang dicari. Marthin Luther, seorang penganjur besar dari Protestan
dan yang telah sengaja membongkar segala macam bid'ah dan khurafat dalam agama
Katholik, menasehatkan dan berpesan agar kaum wanita dijauhkan dari tempat
pelajaran, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya wanita diberi pendidikan.
Pada
tahun 586 Masehi, orang-orang Prancis pernah menyelenggarakan sebuah konferensi
untuk membahas pelbagai permasalahan seperti 'apakah wanita bisa dianggap
manusia atau tidak', apakah wanita mempunyai ruh, dan jika mempunyai ruh,
apakah itu ruh manusia atau hewan'. Akhirnya, konferensi itu membuahkan
kesimpulan yang menyatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita. Akan tetapi
ia diciptakan untuk melayani kaum lelaki saja.
Wanita
di masa sebelum kedatangan Islam
Bangsa
Arab
Keadaan
wanita dalam adat istiadat Arab jahiliyah adalah suatu hal yang tak asing lagi.
Kelahiran anak-anak perempuan dianggap memalukan dan tercela sehingga mereka
kemudian dikuburkan hidup-hidup. Walaupun dibiarkan hidup, mereka dibiarkan
hidup sendiri dan dianggap sebagai budak belian yang bisa disuruh mengerjakan
pekerjaan yang berat. Selain itu mereka juga dijadikan boneka dan menjadi
permainan hawa nafsu laki-laki.
Jika
seorang wanita ditinggal mati suaminya, ia kemudian diwariskan oleh anak
laki-laki dari ayahnya atau dengan kata lain ia boleh menjadi istri bagi anak
tirinya.
Bangsa
Persia
Menurut
orang-orang Persia ,
mereka boleh saja menikahi ibunya, saudara kandung perempuannya, tantenya,
keponakannya, dan mahram-mahram lainnya. Bangsa Persia tidak mengenal hukum yang
mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita. Pergundikan tak terbatas dan
perempuan dianggap sebagai barang dagangan yang diibaratkan "habis manis
sepah dibuang".
Bangsa
Yunani
bagi
orang-orang Yunani, wanita adalah mahluk yang dapat dilecehkan dan diejek.
Sampai-sampai mereka mengklaim kaum wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil
perbuatan syaitan. Wanita juga disamakan dengan barang dagangan yang
diperjualbelikan di pasar-pasar. Wanita boleh dirampas hak-haknya, tidak perlu
diberi bagian harta pusaka, dan tidak boleh mempergunakan hartanya sendiri.
Dari
semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan wanita dalam agama
selain Islam dan pada masa sebelum kedatangan Islam, sangatlah rendah. Wanita
dianggap sebagai mahluk yang hina, memalukan, tercela, dan alat pemuas nafsu
belaka.
Wanita
di mata agama Islam
Dalam
Masalah Keagamaan
Bagaimanakah
kedudukan wanita dalam agama Islam ?
"Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan
yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang
khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. 33:35)
Allah
SWT, melalui Al-Qur'an, menegaskan bahwa setiap laki-laki dan wanita yang
mengamalkan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan
usaha mereka. Allah tidak memberikan pahala berdasarkan jenis kelamin, tetapi
berdasarkan amal perbuatan manusia. Seorang lelaki bisa saja berkedudukan lebih
rendah daripada seorang wanita di mata Allah karena ia banyak melakukan maksiat
dan dosa.
Dalil
Al-Qur'an di atas menjawab pertanyaan tentang kedudukan ruhaniah wanita. Jelas
bahwa Islam menganggap kaum wanita sebagai mahluk yang mempunyai ruh yang dapat
ikut merasakan nikmatnya surga. Ini adalah salah satu bentuk persamaan antara
laki-laki dan wanita yang terdapat dalam Islam. Pelaksanaan rukun Islam sama
wajibnya bagi setiap muslim dan muslimah dan tidak ada pembedaan dalam
pemberian balasan bagi mereka. Jika dalam agama lain kaum wanitanya tidak boleh
mempelajari kitab suci agamanya, maka dalam Islam, Allah SWT malah mencantumkan
satu surat dalam Al-Qur'an yang banyak
membicarakan hal-hal tentang wanita, yaitu surat An-Nisa. Dalam surat ini banyak diatur tentang hukum
perkawinan, bagaimana seorang suami seharusnya mempergauli istrinya, hukum
waris bagi wanita, peraturan hidup suami istri, bagaimana Islam melindungi hak
milik laki-laki dan perempuan, dan lain-lain.
Dalam
bidang pendidikan,
Islam
memberikan kesempatan yang sama bagi kaum laki-laki dan wanita untuk belajar,
mengajar, dan memahami ilmu pengetahuan. Salah satu tujuan mencari ilmu adalah
agar manusia lebih meyakini adanya dan kekuasaan Allah SWT. Dengan
memperhatikan ciptaan Allah SWT, manusia akan bertambah keimanannya terhadap
Allah SWT. Islam tidak membedakan ilmu agama dan ilmu keduniaan karena semua
ilmu itu dipelajari untuk memperlihatkan kekuasaan Allah SWT.
Allah
menjanjikan derajat yang tinggi bagi manusia yang berilmu, seperti yang
dinyatakan dalam terjemahan ayat berikut ini:
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Aisyah
r.a., salah seorang istri Rasulullah saw., adalah salah satu contoh wanita yang
terkenal akan kekuatan intelektual dan daya ingatnya yang tinggi. Kelebihannya
ini menjadikannya salah satu sumber hadits yang terkenal. Lebih dari 1000
hadits diriwayatkan oleh Aisyah r.a. dan beliau menjadi salah seorang guru hadits
yang terbesar.
Secara
umum dalam Islam tidak ada hambatan atau larangan bagi wanita untuk menuntut
ilmu, malah Islam menggalakkannya. Akan tetapi, kaum wanita harus tetap
hati-hati agar dalam kebebasan menuntut ilmu, tidak melanggar ketentuan syar'I
lainnya seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang bisa terjadi
dalam sistem pendidikan yang mencampurbaurkan murid laki-laki dan wanita dalam
satu kelas atau satu institusi pendidikan.
Singkatnya,
setiap wanita muslim didorong untuk meneruskan kajiannya dalam berbagai aspek
yang berguna kepada intelektualnya atau sebaagi latihan akademik dan
pengembangan profesinya yang dapat digunakan di masyarakat.
Peran
Wanita dalam Pernikahan dan Rumah Tangga
Pernikahan
adalah salah satu fase kehidupan yang biasanya akan dilewati oleh setiap orang
termasuk wanita. Apabila seorang gadis telah mencapai umur laik nikah, maka
kewajiban orang tuanyalah untuk mencarikan dan memilihkan calon pendampingnya
untuk kemudian merundingkannya kepada anak gadisnya. Diriwayatkan bahwa ada
seorang gadis datang mengadu kepada Rasulullah saw., karena dinikahkan tanpa
diminta persetujuannya. Lalu Rasulullah saw., bersabda, "gadis itu bebas
memutuskan pernikahan itu jika ia suka."
Berdasarkan
hadits tersebut jelas bahwa gadis-gadis muslimah berhak untuk memilih calon
suami mereka. Akan tetapi pemilihan calon ini bukan berarti mereka boleh
menjalin hubungan khusus atau berpacaran dengan seorang lelaki sebelum menikah
seperti yang banyak terjadi pada pemuda pemudi sekarang ini.
Walaupun
sang gadis boleh memilih sendiri calon suami mereka, pendapat orang tua masih
dianggap penting dan jarang sekali pemuda dan gadis menikah tanpa restu orang
tua mereka. Telah menjadi adat dalam masyarakat Islam menikahkan anak-anak
dengan persetujuan ibu bapaknya. Sedangkan seorang wanita yang telah menjanda
boleh menikah dengan lelaki pilihannya sendiri karena dianggap cukup matang dan
berpengalaman untuk mengambil keputusan mengenai dirinya sendiri.
Salah
syarat penting dalam pernikahan adalah adanya mahar yang telah disepakati
bersama. Mahar dalam Islam tidak sama dengan "harga pengantin" di
Afrika yang dibayar oleh pengantin laki-laki kepada bapak si gadis sebagai
bayaran ganti rugi. Mahar dalam Islam ialah hadiah pengantin laki-laki kepada
pengantin wanita yang kemudian menjadi hak mutlak pengantin wanita.
Dalam
msayarakat Islam, laki-laki mempunyai tanggung jawab penuh secara agama dan
moral untuk memelihara dan menafkahi keluarganya. Jika sang istri memperoleh
hasil atas usahanya sendiri maka itu adalah hak istrinya. Jadi jika istri
berbelanja atau menggunakannya dan menyumbangkan untuk keluarganya, maka itu
adalah haknya. Sedangkan istri, dalam rumah tangga, bdertanggung jawab menjaga
rumahnya serta memelihara kesejahteraan keluarganya. Ia boleh memberikan
pendapat dan saran mengenai semua masalah, tetapi tugas yang paling baik adalah
memelihara keutuhan pernikahan dengan menerima suaminya sebagai orang yang
bertanggung jawab menjaga urusan keluarganya.
Walaupun
kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, hubungan antara pria dan wanita
dalam rumah tangga bukanlah seperti atasan dan bawahan tetapi hubungan yang
saling membutuhkan dan bergantung seperti yang terdapat dalam ayat al-Qur'an
berikut:
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
(QS. Ar-Rum: 21)
Inilah
ciri-ciri penting hubungan suami dan istri. Keduanya harus merasa tentram dan
terikat bukan saja oleh hubungan biologis tetapi oleh perasaan cinta, kasih
sayang, dan belas kasih. Termasuk saling memikul beban, hormat-menghormati, dan
berkasih sayang.
Banyak
hadits yang menggambarkan bagaimana Rasulullah saw., melayani istri-istrinya
begitu juga sebaliknya.
Selain
bertugas sebagai ratu rumah tangga, seorang muslimah juga mempunyai peranan
yang penting sebagai seorang ibu. Tugas seorang ibu adalah sebuah tugas yang
mulia dan sulit. Seorang ibu tidak hanya mengandung, menyusui, dan membesarkan
anak-anaknya tetapi ia juga harus membentuk jiwa dan moral sang anak dan
mempersiapkannya untuk menjadi seorang manusia yang siap terjun ke masyarakat.
Oleh karena itu, seorang ibu harus membekali dirinya dengan ilmu-ilmu baik ilmu
agama dan ilmu pengetahuan karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya.
Allah SWT memberikan penghargaan yang teramat tinggi bagi bapak dan ibu seperti
yang termaktub dalam ayat berikut ini:
"Dan
Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS. Luqman: 14)
Seorang
ibu muslim mempunyai harapan penuh mengenai kesejahteraan hidupnya, suatu hal
yang dapat diharapkan dari anak-anaknya apabila ia sudah tua kelak. Seperti
yang digambarkan oleh ayat Al-Qur'an di atas, berterima kasih kepada ibu bapak
dikaitkan dengan berterima kasih kepada Allah SWT, dan apabila gagal dalam
bertaubat berarti kegagalan dalam menunaikan tanggung jawab dalam Islam.
Dalam
mengarungi biduk kehidupan berumah tangga, biasanya pasangan suami istri
terhalang oleh riak-riak kecil yang jika dibiarkan dapat menjelma menjadi
gelombang besar yang dapat memporak-porandakan rumah tangga. Jika suatu rumah
tangga tidak bisa lagi dipertahankan dan perceraian merupakan satu-satunya
solusi akhir, maka seorang suami dapat menjatuhkan talak kepada istri. Setelah
jatuh talak mantan istri harus menunggu selama tiga kali haid. Dalam masa
tersebut mantan suaminya harus bertanggung jawab memberi nafkah dan menjaga
kesejahteraannya dan tidak boleh mengusir istrinya keluar dari rumahnya. Ini
dimaksudkan, pertama untuk memastikan apakah mantan istrinya itu sedang
mengandung atau tidak, dan yang keduA, adalah untuk menyejukkan keadaan, dan
memberi kesempatan kepada sanak saudara dari kedua belah pihak untuk berusaha
menentramkan suasana dan memperbaiki perselisihan antara suami istri. Jika
perdamaian tercapai, maka mereka dapat meneruskan kembali pernikahan mereka
dalam masa tersebut dan dengan demikian perceraian menjadi batal.
Undang-undang
Islam tidak memaksakan pasangan yang tidak dapat hidup bersama tetapi
peraturan-peraturan yang ada dapat menolong mereka untuk mengatasinya.
Seandainya mereka tidak diizinkan Allah SWT untuk berbaikan kembali, maka tidak
menghalangi pasangan itu untuk menikah dengan orang lain.
Wanita
dan Hak Waris
Satu
lagi hak wanita muslim yang merupakan bagian dari undang-undang Islam ialah hak
menerima warisan harta peninggalan. Cara pembagian harta warisan telah
dijelaskan dalam Al-Qur'an. Kaidah umumnya ialah wanita berhak mendapat separuh
bagian dari hak laki-laki. Sepintas lalu undang-undang tersebut tampaknya tidak
adil, namun harus diingat bahwa kaum pria berkewajiban menafkahi istri dan
anak-anaknya, karena itu tanggung jawab mereka terhadap nafkah lebih berat dari
kaum wanita. Sedangkan bagian milik wanita merupakan suatu pemberian yang cukup
besar karena hanya untuk dirinya sendiri. Uang dan harta yang dimiliki wanita
adalah miliknya dan wanita tidak mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarga.
Masalah
hijab selalu dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap wanita. Padahal
sebenarnya kaum muslimah boleh memakai jenis pakaian yang ia sukai bila ia
berada bersama suami, orang tua, saudara-saudara kandungnya, dan
sahabat-sahabat muslimahnya. Tetapi jika ia keluar rumah atau ada laki-laki
lain selain suaminya dan mahromnya, hendaklah ia memakai pakaian yang menutupi
seluruh tubuhnya dan tidak menampakkan auratnya yaitu yang menutup kepala
sampai kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Berbeda sekali dengan faham Barat
yang sengaja memamerkan perhiasan tubuh yang mengusik pandangan laki-laki. Saat
ini telah banyak jenis pakaian terbuka yang memamerkan aurat wanita. Barat
berpendapat bahwa tujuan berpakaian ialah untuk menampakkan keindahan tubuh,
sebaliknya Islam berpendapat tujuan berpakaian adalah melindungi tubuh, seperti
yang ditegaskan dalam ayat berikut:
"Hai
Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanita, dan istri-istri orang
Mu'min; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab:
59)
Dari
ayat di atas jelas bahwa perintah Allah SWT kepada kaum muslimah untuk memakai
pakaian yang menutup auratnya bukanlah bertujuan untuk mengekang kebebasannya
tetapi agar mereka lebih dikenal identitas keislamannya dan agar tidak
diganggu. Jadi jelas bahwa perintah Allah tersebut bertujuan untuk melindungi
kehormatan wanita. Tanggung jawab menjaga kesopanan ini tidak hanya terletak
pada kaum wanita saja tetapi juga ditujukan kepada kaum pria seperti yang
terdapat dalam terjemahan ayat berikut:
"Katakanlah
kepada laki-laki yang beriman; hendak;ah menahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 24)
Menjaga
kesopanan ternyata tidak hanya diperintahkan kepada kaum wanita saja tetapi
kaum pria juga diharuskan menahan pandangannya dari hal-hal yang tidak baik dan
dapat membangkitkan syahwatnya sehingga mereka tidak terdorong untuk melakukan
zina.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bagaimana kedudukan wanita dalam
agama Islam. Dengan membandingkan keadaan wanita pada masa-masa sebelum
kedatangan Islam dan pandangan agama-agama lain terhadap wanita, kita dapat
menyimpulkan bagaimana Islam memuliakan dan melindungi wanita. Wanita tidak
dianggap sebagai mahluk rendah yang tidak mempunyai ruh dan tercela yang dapat
dihina, disiksa, dan dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki. Tetapi wanita
dianggap sebagai mahluk yang dapat menjadi manusia mulia yang berhak merasakan
lezatnya surga atau manusia rendah berdasarkan ketakwaannya kepada Allah SWT.
Allah SWT tidak membalas perbuatan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya
tetapi berdasarkan amal-amal perbuatannya.
Islam
pun telah menerapkan persamaan hak antara kaum wanita dan pria. Setiap orang
muslim berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hasilnya banyak wanita
muslimah yang berhasil menjadi dokter, guru, dosen, insinyur, dan lain-lain.
Dalam rumah tangga wanita bukan menjadi pelayan atau budak suaminya tetapi
wanita menjadi mitra laki-laki dan mempunyai peranan penting dalam menjaga dan
memelihara keutuhan rumah tangganya. Bahkan seorang wanita akan menjadi ibu
yang melahirkan dan membentuk sebuah generasi yang dapat menentukan sebuah
masyarakat.
Sebenarnya
masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjabarkan keberadaan wanita dalam agama
Islam . Tetapi mudah-mudahan tulisan ini dapat sedikit menjelaskan tentang
bagaimana kedudukan wanita dalam Islam agar para wanita tidak lagi
bertanya-tanya bagaimana wanita dalam kacamata Islam dan mempunyai prasangka
buruk terhadap agama Islam, dan juga khususnya bagi para muslimah agar tidak
mudah terpengaruh oleh hasutan-hasutan para musuh Islam yang senantiasa
menggunakan isu-isu tentang wanita untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan
kaum muslimah dari Al-Qur'an dan Hadits, juga senantiasa bersyukur karena
terlahir menjadi seorang muslimah. Wallahu a'lam bish shawab
Sumber
Acuan:
Wanita
dan Keluarga dalam Pandangan Islam, B. Aisha Lemu dan Fatima Heeren Sarka, Bina
Mitra Press, 1996.
Petunjuk
Praktis Wanita Shalihah, Abdul Aziz as-Sarhan, diterjemahkan oleh Abdul Rasyad
Shiddiq, Darul Falah, 1993
Nilai
Wanita, K.H. Moenawar Khalil, CV. Ramadhani, 1987
Al-Qur'an
dan Terjemahnya.