Minggu, 12 Mei 2013

NILAI WANITA DALAM KACAMATA ISLAM


Wanita adalah topik pembicaraan yang tak akan habis-habisnya sepanjang zaman. Banyak pertanyaan dan permasalahan tentang keberadaan wanita. Biasanya bahan pembicaraan tentang wanita berkisar pada hak-hak atau kedudukan wanita sebagai mahluk sosial di tengah masyarakat. Masalah emansipasi dan persamaan gender adalah suatu bahan perbincangan yang makin marak didengung-dengungkan oleh kaum wanita masa kini.

Persamaan hak antara pria dan wanita dianggap sebagai suatu pemikiran modern yang harus melekat pada setiap kepala wanita dan pria.
Ternyata wanita pun merupakan lahan subur bagi para musuh-musuh Islam untuk menyerang agama Islam. Mereka selalu menyatakan bahwa agama Islam menindas kaum wanitanya. Islam melarang kaum wanita untuk keluar rumah dan menuntut ilmu. Wanita dianggap budak kaum laki-laki yang tugasnya tidak lebih hanya untuk melayani dan membahagiakan kaum lelaki. Masalah hijab dinggap sebagai simbol ketidakbebasan wanita.

Semua pemikiran ini mereka sebarkan ke seluruh masyarakat di luar Islam. Para musuh Islam menggunakan berbagai media sebagai sarana menyebarluaskan pemikiran ini sehingga orang-orang Barat atau yang berpendidikan Barat yang tidak mengetahui tentang Islam menganggap bahwa itu adalah gambaran wanita Islam yang sebenarnya.


Menurut gambaran mereka wanita Islam bukanlah menusia dari segi ruhaniah, tetapi wujud dalam dunia bayang-bayang, boleh disiksa, ditindas, dan apabila ia meninggal dunia, ia akan masuk ke dalam suatu tempat yang disediakan untuk mahluk yang tidak mempunyai ruh. Prasangka lainnya juga dihembuskan dengan melukiskan wanita Islam sebagai gundik-gundik seperti dalam film "Seribu Satu Malam" (The Arabian Night) versi Hollywood dan segala sesuatu tentang Arab selalu identik dengan agama Islam. Dalam film tersebut diceritakan bagaimana para wanita cantik itu tinggal di istana dengan pakaian yang seronok menunggu peluang untuk di "lirik" oleh sultan mereka. Walaupun pakaian mereka seronok, mereka tetap digambarkan memakai cadar dan 'jilbab'.


Yang amat menyedihkan ternyata gambaran dan pemikiran itu tidak hanya tersebar di kalangan wanita Barat non Islam tetapi juga menyebar di kalangan wanita Timur yang menyandang predikat muslimah. Sebagai contoh adalah wanita di perkampungan Aljazair. Kaum wanita di sana tidak diperbolehkan menuntut ilmu dan ketika memasuki masa akil baligh, mereka kemudian dipaksa untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya dan mengabdi di rumah keluarga suaminya. Para wanita yang menentang tradisi ini -yang dianggap sebagai ajaran Islam- disebut sebagai pemberontak yang harus dikucilkan bahkan banyak di antara mereka yang mengalami penyiksaan. Keadaan seperti ini membuat para wanita tersebut mengalihkan pandangan mereka kepada pemikiran Barat yang dianggap lebih maju dan memberikan kebebasan bagi para wanitanya. Padahal jikalau mereka mau mengkaji kembali Al-Qur'an dan Hadits, pasti mereka akan menemukan suatu pencerahan pemikiran tentang bagaimana kedudukan wanita yang sesungguhnya dalam kacamata Islam.


Sebelum menguraikan bagaimana nilai wanita di mata Islam ada baiknya kita mengadakan kilas balik yang menggambarkan kedudukan wanita dalam agama lain dan pada masa sebelum kedatangan Islam.

Kedudukan Wanita dalam Agama Lain


Wanita di mata agama Hindu


Dalam agama Hindu ditegaskan bahwa sesungguhnya kesabaran tertentu, angin, kematian, neraka, racun dan ular itu tidaklah lebih jahat ketimbang wanita. Dimata orang Hindu, seorang wanita, jika suaminya mati lalu dibakar, maka ia harus turut dibakar hidup-hidup bersama jenazah suaminya.

Wanita di mata agama Yahudi


Menurut segolongan kaum Yahudi, martabat anak perempuan itu sama seperti pelayan. Maka ayahnya berhak untuk menjualnya dengan harga murah sekalipun. Orang-orang Yahudi pada umumnya menganggap wanita sebagai laknat atau kutukan karena wanitalah Adam menjadi tersesat. Apabila seorang wanita sedang mengalami haid, maka mereka enggan makan bersama dengan wanita itu dan ia tidak boleh memegang bejana apapun karena khawatir tersebarnya najis.

Wanita di mata agama Nasrani


Menurut agama Nasrani, wanita dianggap sebagai sumber kejahatan, malapetaka yang disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai, dan musibah yang dicari. Marthin Luther, seorang penganjur besar dari Protestan dan yang telah sengaja membongkar segala macam bid'ah dan khurafat dalam agama Katholik, menasehatkan dan berpesan agar kaum wanita dijauhkan dari tempat pelajaran, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya wanita diberi pendidikan.
Pada tahun 586 Masehi, orang-orang Prancis pernah menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membahas pelbagai permasalahan seperti 'apakah wanita bisa dianggap manusia atau tidak', apakah wanita mempunyai ruh, dan jika mempunyai ruh, apakah itu ruh manusia atau hewan'. Akhirnya, konferensi itu membuahkan kesimpulan yang menyatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita. Akan tetapi ia diciptakan untuk melayani kaum lelaki saja.

Wanita di masa sebelum kedatangan Islam


Bangsa Arab
Keadaan wanita dalam adat istiadat Arab jahiliyah adalah suatu hal yang tak asing lagi. Kelahiran anak-anak perempuan dianggap memalukan dan tercela sehingga mereka kemudian dikuburkan hidup-hidup. Walaupun dibiarkan hidup, mereka dibiarkan hidup sendiri dan dianggap sebagai budak belian yang bisa disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat. Selain itu mereka juga dijadikan boneka dan menjadi permainan hawa nafsu laki-laki.


Jika seorang wanita ditinggal mati suaminya, ia kemudian diwariskan oleh anak laki-laki dari ayahnya atau dengan kata lain ia boleh menjadi istri bagi anak tirinya.


Bangsa Persia
Menurut orang-orang Persia, mereka boleh saja menikahi ibunya, saudara kandung perempuannya, tantenya, keponakannya, dan mahram-mahram lainnya. Bangsa Persia tidak mengenal hukum yang mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita. Pergundikan tak terbatas dan perempuan dianggap sebagai barang dagangan yang diibaratkan "habis manis sepah dibuang".


Bangsa Yunani
bagi orang-orang Yunani, wanita adalah mahluk yang dapat dilecehkan dan diejek. Sampai-sampai mereka mengklaim kaum wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil perbuatan syaitan. Wanita juga disamakan dengan barang dagangan yang diperjualbelikan di pasar-pasar. Wanita boleh dirampas hak-haknya, tidak perlu diberi bagian harta pusaka, dan tidak boleh mempergunakan hartanya sendiri.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan wanita dalam agama selain Islam dan pada masa sebelum kedatangan Islam, sangatlah rendah. Wanita dianggap sebagai mahluk yang hina, memalukan, tercela, dan alat pemuas nafsu belaka.

Wanita di mata agama Islam


Dalam Masalah Keagamaan
Bagaimanakah kedudukan wanita dalam agama Islam ?


"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. 33:35)

Allah SWT, melalui Al-Qur'an, menegaskan bahwa setiap laki-laki dan wanita yang mengamalkan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan usaha mereka. Allah tidak memberikan pahala berdasarkan jenis kelamin, tetapi berdasarkan amal perbuatan manusia. Seorang lelaki bisa saja berkedudukan lebih rendah daripada seorang wanita di mata Allah karena ia banyak melakukan maksiat dan dosa.

Dalil Al-Qur'an di atas menjawab pertanyaan tentang kedudukan ruhaniah wanita. Jelas bahwa Islam menganggap kaum wanita sebagai mahluk yang mempunyai ruh yang dapat ikut merasakan nikmatnya surga. Ini adalah salah satu bentuk persamaan antara laki-laki dan wanita yang terdapat dalam Islam. Pelaksanaan rukun Islam sama wajibnya bagi setiap muslim dan muslimah dan tidak ada pembedaan dalam pemberian balasan bagi mereka. Jika dalam agama lain kaum wanitanya tidak boleh mempelajari kitab suci agamanya, maka dalam Islam, Allah SWT malah mencantumkan satu surat dalam Al-Qur'an yang banyak membicarakan hal-hal tentang wanita, yaitu surat An-Nisa. Dalam surat ini banyak diatur tentang hukum perkawinan, bagaimana seorang suami seharusnya mempergauli istrinya, hukum waris bagi wanita, peraturan hidup suami istri, bagaimana Islam melindungi hak milik laki-laki dan perempuan, dan lain-lain.

Dalam bidang pendidikan,


Islam memberikan kesempatan yang sama bagi kaum laki-laki dan wanita untuk belajar, mengajar, dan memahami ilmu pengetahuan. Salah satu tujuan mencari ilmu adalah agar manusia lebih meyakini adanya dan kekuasaan Allah SWT. Dengan memperhatikan ciptaan Allah SWT, manusia akan bertambah keimanannya terhadap Allah SWT. Islam tidak membedakan ilmu agama dan ilmu keduniaan karena semua ilmu itu dipelajari untuk memperlihatkan kekuasaan Allah SWT.
Allah menjanjikan derajat yang tinggi bagi manusia yang berilmu, seperti yang dinyatakan dalam terjemahan ayat berikut ini:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)

Aisyah r.a., salah seorang istri Rasulullah saw., adalah salah satu contoh wanita yang terkenal akan kekuatan intelektual dan daya ingatnya yang tinggi. Kelebihannya ini menjadikannya salah satu sumber hadits yang terkenal. Lebih dari 1000 hadits diriwayatkan oleh Aisyah r.a. dan beliau menjadi salah seorang guru hadits yang terbesar.

Secara umum dalam Islam tidak ada hambatan atau larangan bagi wanita untuk menuntut ilmu, malah Islam menggalakkannya. Akan tetapi, kaum wanita harus tetap hati-hati agar dalam kebebasan menuntut ilmu, tidak melanggar ketentuan syar'I lainnya seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang bisa terjadi dalam sistem pendidikan yang mencampurbaurkan murid laki-laki dan wanita dalam satu kelas atau satu institusi pendidikan.

Singkatnya, setiap wanita muslim didorong untuk meneruskan kajiannya dalam berbagai aspek yang berguna kepada intelektualnya atau sebaagi latihan akademik dan pengembangan profesinya yang dapat digunakan di masyarakat.

Peran Wanita dalam Pernikahan dan Rumah Tangga

Pernikahan adalah salah satu fase kehidupan yang biasanya akan dilewati oleh setiap orang termasuk wanita. Apabila seorang gadis telah mencapai umur laik nikah, maka kewajiban orang tuanyalah untuk mencarikan dan memilihkan calon pendampingnya untuk kemudian merundingkannya kepada anak gadisnya. Diriwayatkan bahwa ada seorang gadis datang mengadu kepada Rasulullah saw., karena dinikahkan tanpa diminta persetujuannya. Lalu Rasulullah saw., bersabda, "gadis itu bebas memutuskan pernikahan itu jika ia suka."

Berdasarkan hadits tersebut jelas bahwa gadis-gadis muslimah berhak untuk memilih calon suami mereka. Akan tetapi pemilihan calon ini bukan berarti mereka boleh menjalin hubungan khusus atau berpacaran dengan seorang lelaki sebelum menikah seperti yang banyak terjadi pada pemuda pemudi sekarang ini.

Walaupun sang gadis boleh memilih sendiri calon suami mereka, pendapat orang tua masih dianggap penting dan jarang sekali pemuda dan gadis menikah tanpa restu orang tua mereka. Telah menjadi adat dalam masyarakat Islam menikahkan anak-anak dengan persetujuan ibu bapaknya. Sedangkan seorang wanita yang telah menjanda boleh menikah dengan lelaki pilihannya sendiri karena dianggap cukup matang dan berpengalaman untuk mengambil keputusan mengenai dirinya sendiri.
Salah syarat penting dalam pernikahan adalah adanya mahar yang telah disepakati bersama. Mahar dalam Islam tidak sama dengan "harga pengantin" di Afrika yang dibayar oleh pengantin laki-laki kepada bapak si gadis sebagai bayaran ganti rugi. Mahar dalam Islam ialah hadiah pengantin laki-laki kepada pengantin wanita yang kemudian menjadi hak mutlak pengantin wanita.

Dalam msayarakat Islam, laki-laki mempunyai tanggung jawab penuh secara agama dan moral untuk memelihara dan menafkahi keluarganya. Jika sang istri memperoleh hasil atas usahanya sendiri maka itu adalah hak istrinya. Jadi jika istri berbelanja atau menggunakannya dan menyumbangkan untuk keluarganya, maka itu adalah haknya. Sedangkan istri, dalam rumah tangga, bdertanggung jawab menjaga rumahnya serta memelihara kesejahteraan keluarganya. Ia boleh memberikan pendapat dan saran mengenai semua masalah, tetapi tugas yang paling baik adalah memelihara keutuhan pernikahan dengan menerima suaminya sebagai orang yang bertanggung jawab menjaga urusan keluarganya.

Walaupun kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, hubungan antara pria dan wanita dalam rumah tangga bukanlah seperti atasan dan bawahan tetapi hubungan yang saling membutuhkan dan bergantung seperti yang terdapat dalam ayat al-Qur'an berikut:

"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)

Inilah ciri-ciri penting hubungan suami dan istri. Keduanya harus merasa tentram dan terikat bukan saja oleh hubungan biologis tetapi oleh perasaan cinta, kasih sayang, dan belas kasih. Termasuk saling memikul beban, hormat-menghormati, dan berkasih sayang.

Banyak hadits yang menggambarkan bagaimana Rasulullah saw., melayani istri-istrinya begitu juga sebaliknya.

Selain bertugas sebagai ratu rumah tangga, seorang muslimah juga mempunyai peranan yang penting sebagai seorang ibu. Tugas seorang ibu adalah sebuah tugas yang mulia dan sulit. Seorang ibu tidak hanya mengandung, menyusui, dan membesarkan anak-anaknya tetapi ia juga harus membentuk jiwa dan moral sang anak dan mempersiapkannya untuk menjadi seorang manusia yang siap terjun ke masyarakat. Oleh karena itu, seorang ibu harus membekali dirinya dengan ilmu-ilmu baik ilmu agama dan ilmu pengetahuan karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Allah SWT memberikan penghargaan yang teramat tinggi bagi bapak dan ibu seperti yang termaktub dalam ayat berikut ini:

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS. Luqman: 14)

Seorang ibu muslim mempunyai harapan penuh mengenai kesejahteraan hidupnya, suatu hal yang dapat diharapkan dari anak-anaknya apabila ia sudah tua kelak. Seperti yang digambarkan oleh ayat Al-Qur'an di atas, berterima kasih kepada ibu bapak dikaitkan dengan berterima kasih kepada Allah SWT, dan apabila gagal dalam bertaubat berarti kegagalan dalam menunaikan tanggung jawab dalam Islam.
  
Dalam mengarungi biduk kehidupan berumah tangga, biasanya pasangan suami istri terhalang oleh riak-riak kecil yang jika dibiarkan dapat menjelma menjadi gelombang besar yang dapat memporak-porandakan rumah tangga. Jika suatu rumah tangga tidak bisa lagi dipertahankan dan perceraian merupakan satu-satunya solusi akhir, maka seorang suami dapat menjatuhkan talak kepada istri. Setelah jatuh talak mantan istri harus menunggu selama tiga kali haid. Dalam masa tersebut mantan suaminya harus bertanggung jawab memberi nafkah dan menjaga kesejahteraannya dan tidak boleh mengusir istrinya keluar dari rumahnya. Ini dimaksudkan, pertama untuk memastikan apakah mantan istrinya itu sedang mengandung atau tidak, dan yang keduA, adalah untuk menyejukkan keadaan, dan memberi kesempatan kepada sanak saudara dari kedua belah pihak untuk berusaha menentramkan suasana dan memperbaiki perselisihan antara suami istri. Jika perdamaian tercapai, maka mereka dapat meneruskan kembali pernikahan mereka dalam masa tersebut dan dengan demikian perceraian menjadi batal.

Undang-undang Islam tidak memaksakan pasangan yang tidak dapat hidup bersama tetapi peraturan-peraturan yang ada dapat menolong mereka untuk mengatasinya. Seandainya mereka tidak diizinkan Allah SWT untuk berbaikan kembali, maka tidak menghalangi pasangan itu untuk menikah dengan orang lain.

Wanita dan Hak Waris
Satu lagi hak wanita muslim yang merupakan bagian dari undang-undang Islam ialah hak menerima warisan harta peninggalan. Cara pembagian harta warisan telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Kaidah umumnya ialah wanita berhak mendapat separuh bagian dari hak laki-laki. Sepintas lalu undang-undang tersebut tampaknya tidak adil, namun harus diingat bahwa kaum pria berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, karena itu tanggung jawab mereka terhadap nafkah lebih berat dari kaum wanita. Sedangkan bagian milik wanita merupakan suatu pemberian yang cukup besar karena hanya untuk dirinya sendiri. Uang dan harta yang dimiliki wanita adalah miliknya dan wanita tidak mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarga.

Masalah hijab selalu dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap wanita. Padahal sebenarnya kaum muslimah boleh memakai jenis pakaian yang ia sukai bila ia berada bersama suami, orang tua, saudara-saudara kandungnya, dan sahabat-sahabat muslimahnya. Tetapi jika ia keluar rumah atau ada laki-laki lain selain suaminya dan mahromnya, hendaklah ia memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan tidak menampakkan auratnya yaitu yang menutup kepala sampai kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Berbeda sekali dengan faham Barat yang sengaja memamerkan perhiasan tubuh yang mengusik pandangan laki-laki. Saat ini telah banyak jenis pakaian terbuka yang memamerkan aurat wanita. Barat berpendapat bahwa tujuan berpakaian ialah untuk menampakkan keindahan tubuh, sebaliknya Islam berpendapat tujuan berpakaian adalah melindungi tubuh, seperti yang ditegaskan dalam ayat berikut:


"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanita, dan istri-istri orang Mu'min; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59)

Dari ayat di atas jelas bahwa perintah Allah SWT kepada kaum muslimah untuk memakai pakaian yang menutup auratnya bukanlah bertujuan untuk mengekang kebebasannya tetapi agar mereka lebih dikenal identitas keislamannya dan agar tidak diganggu. Jadi jelas bahwa perintah Allah tersebut bertujuan untuk melindungi kehormatan wanita. Tanggung jawab menjaga kesopanan ini tidak hanya terletak pada kaum wanita saja tetapi juga ditujukan kepada kaum pria seperti yang terdapat dalam terjemahan ayat berikut:

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendak;ah menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 24)

Menjaga kesopanan ternyata tidak hanya diperintahkan kepada kaum wanita saja tetapi kaum pria juga diharuskan menahan pandangannya dari hal-hal yang tidak baik dan dapat membangkitkan syahwatnya sehingga mereka tidak terdorong untuk melakukan zina.


Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bagaimana kedudukan wanita dalam agama Islam. Dengan membandingkan keadaan wanita pada masa-masa sebelum kedatangan Islam dan pandangan agama-agama lain terhadap wanita, kita dapat menyimpulkan bagaimana Islam memuliakan dan melindungi wanita. Wanita tidak dianggap sebagai mahluk rendah yang tidak mempunyai ruh dan tercela yang dapat dihina, disiksa, dan dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki. Tetapi wanita dianggap sebagai mahluk yang dapat menjadi manusia mulia yang berhak merasakan lezatnya surga atau manusia rendah berdasarkan ketakwaannya kepada Allah SWT. Allah SWT tidak membalas perbuatan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya tetapi berdasarkan amal-amal perbuatannya.

Islam pun telah menerapkan persamaan hak antara kaum wanita dan pria. Setiap orang muslim berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hasilnya banyak wanita muslimah yang berhasil menjadi dokter, guru, dosen, insinyur, dan lain-lain. Dalam rumah tangga wanita bukan menjadi pelayan atau budak suaminya tetapi wanita menjadi mitra laki-laki dan mempunyai peranan penting dalam menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya. Bahkan seorang wanita akan menjadi ibu yang melahirkan dan membentuk sebuah generasi yang dapat menentukan sebuah masyarakat.

Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjabarkan keberadaan wanita dalam agama Islam . Tetapi mudah-mudahan tulisan ini dapat sedikit menjelaskan tentang bagaimana kedudukan wanita dalam Islam agar para wanita tidak lagi bertanya-tanya bagaimana wanita dalam kacamata Islam dan mempunyai prasangka buruk terhadap agama Islam, dan juga khususnya bagi para muslimah agar tidak mudah terpengaruh oleh hasutan-hasutan para musuh Islam yang senantiasa menggunakan isu-isu tentang wanita untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan kaum muslimah dari Al-Qur'an dan Hadits, juga senantiasa bersyukur karena terlahir menjadi seorang muslimah. Wallahu a'lam bish shawab

Sumber Acuan:
Wanita dan Keluarga dalam Pandangan Islam, B. Aisha Lemu dan Fatima Heeren Sarka, Bina Mitra Press, 1996.
Petunjuk Praktis Wanita Shalihah, Abdul Aziz as-Sarhan, diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq, Darul Falah, 1993
Nilai Wanita, K.H. Moenawar Khalil, CV. Ramadhani, 1987
Al-Qur'an dan Terjemahnya.


Wanita adalah topik pembicaraan yang tak akan habis-habisnya sepanjang zaman. Banyak pertanyaan dan permasalahan tentang keberadaan wanita. Biasanya bahan pembicaraan tentang wanita berkisar pada hak-hak atau kedudukan wanita sebagai mahluk sosial di tengah masyarakat. Masalah emansipasi dan persamaan gender adalah suatu bahan perbincangan yang makin marak didengung-dengungkan oleh kaum wanita masa kini.

Persamaan hak antara pria dan wanita dianggap sebagai suatu pemikiran modern yang harus melekat pada setiap kepala wanita dan pria.
Ternyata wanita pun merupakan lahan subur bagi para musuh-musuh Islam untuk menyerang agama Islam. Mereka selalu menyatakan bahwa agama Islam menindas kaum wanitanya. Islam melarang kaum wanita untuk keluar rumah dan menuntut ilmu. Wanita dianggap budak kaum laki-laki yang tugasnya tidak lebih hanya untuk melayani dan membahagiakan kaum lelaki. Masalah hijab dinggap sebagai simbol ketidakbebasan wanita.


Semua pemikiran ini mereka sebarkan ke seluruh masyarakat di luar Islam. Para musuh Islam menggunakan berbagai media sebagai sarana menyebarluaskan pemikiran ini sehingga orang-orang Barat atau yang berpendidikan Barat yang tidak mengetahui tentang Islam menganggap bahwa itu adalah gambaran wanita Islam yang sebenarnya.


Menurut gambaran mereka wanita Islam bukanlah menusia dari segi ruhaniah, tetapi wujud dalam dunia bayang-bayang, boleh disiksa, ditindas, dan apabila ia meninggal dunia, ia akan masuk ke dalam suatu tempat yang disediakan untuk mahluk yang tidak mempunyai ruh. Prasangka lainnya juga dihembuskan dengan melukiskan wanita Islam sebagai gundik-gundik seperti dalam film "Seribu Satu Malam" (The Arabian Night) versi Hollywood dan segala sesuatu tentang Arab selalu identik dengan agama Islam. Dalam film tersebut diceritakan bagaimana para wanita cantik itu tinggal di istana dengan pakaian yang seronok menunggu peluang untuk di "lirik" oleh sultan mereka. Walaupun pakaian mereka seronok, mereka tetap digambarkan memakai cadar dan 'jilbab'.


Yang amat menyedihkan ternyata gambaran dan pemikiran itu tidak hanya tersebar di kalangan wanita Barat non Islam tetapi juga menyebar di kalangan wanita Timur yang menyandang predikat muslimah. Sebagai contoh adalah wanita di perkampungan Aljazair. Kaum wanita di sana tidak diperbolehkan menuntut ilmu dan ketika memasuki masa akil baligh, mereka kemudian dipaksa untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya dan mengabdi di rumah keluarga suaminya. Para wanita yang menentang tradisi ini -yang dianggap sebagai ajaran Islam- disebut sebagai pemberontak yang harus dikucilkan bahkan banyak di antara mereka yang mengalami penyiksaan. Keadaan seperti ini membuat para wanita tersebut mengalihkan pandangan mereka kepada pemikiran Barat yang dianggap lebih maju dan memberikan kebebasan bagi para wanitanya. Padahal jikalau mereka mau mengkaji kembali Al-Qur'an dan Hadits, pasti mereka akan menemukan suatu pencerahan pemikiran tentang bagaimana kedudukan wanita yang sesungguhnya dalam kacamata Islam.


Sebelum menguraikan bagaimana nilai wanita di mata Islam ada baiknya kita mengadakan kilas balik yang menggambarkan kedudukan wanita dalam agama lain dan pada masa sebelum kedatangan Islam.

Kedudukan Wanita dalam Agama Lain


Wanita di mata agama Hindu


Dalam agama Hindu ditegaskan bahwa sesungguhnya kesabaran tertentu, angin, kematian, neraka, racun dan ular itu tidaklah lebih jahat ketimbang wanita. Dimata orang Hindu, seorang wanita, jika suaminya mati lalu dibakar, maka ia harus turut dibakar hidup-hidup bersama jenazah suaminya.

Wanita di mata agama Yahudi


Menurut segolongan kaum Yahudi, martabat anak perempuan itu sama seperti pelayan. Maka ayahnya berhak untuk menjualnya dengan harga murah sekalipun. Orang-orang Yahudi pada umumnya menganggap wanita sebagai laknat atau kutukan karena wanitalah Adam menjadi tersesat. Apabila seorang wanita sedang mengalami haid, maka mereka enggan makan bersama dengan wanita itu dan ia tidak boleh memegang bejana apapun karena khawatir tersebarnya najis.

Wanita di mata agama Nasrani


Menurut agama Nasrani, wanita dianggap sebagai sumber kejahatan, malapetaka yang disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai, dan musibah yang dicari. Marthin Luther, seorang penganjur besar dari Protestan dan yang telah sengaja membongkar segala macam bid'ah dan khurafat dalam agama Katholik, menasehatkan dan berpesan agar kaum wanita dijauhkan dari tempat pelajaran, dengan alasan bahwa tidak ada gunanya wanita diberi pendidikan.
Pada tahun 586 Masehi, orang-orang Prancis pernah menyelenggarakan sebuah konferensi untuk membahas pelbagai permasalahan seperti 'apakah wanita bisa dianggap manusia atau tidak', apakah wanita mempunyai ruh, dan jika mempunyai ruh, apakah itu ruh manusia atau hewan'. Akhirnya, konferensi itu membuahkan kesimpulan yang menyatakan bahwa wanita itu adalah seorang wanita. Akan tetapi ia diciptakan untuk melayani kaum lelaki saja.

Wanita di masa sebelum kedatangan Islam


Bangsa Arab
Keadaan wanita dalam adat istiadat Arab jahiliyah adalah suatu hal yang tak asing lagi. Kelahiran anak-anak perempuan dianggap memalukan dan tercela sehingga mereka kemudian dikuburkan hidup-hidup. Walaupun dibiarkan hidup, mereka dibiarkan hidup sendiri dan dianggap sebagai budak belian yang bisa disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat. Selain itu mereka juga dijadikan boneka dan menjadi permainan hawa nafsu laki-laki.


Jika seorang wanita ditinggal mati suaminya, ia kemudian diwariskan oleh anak laki-laki dari ayahnya atau dengan kata lain ia boleh menjadi istri bagi anak tirinya.


Bangsa Persia
Menurut orang-orang Persia, mereka boleh saja menikahi ibunya, saudara kandung perempuannya, tantenya, keponakannya, dan mahram-mahram lainnya. Bangsa Persia tidak mengenal hukum yang mengatur hubungan antara laki-laki dan wanita. Pergundikan tak terbatas dan perempuan dianggap sebagai barang dagangan yang diibaratkan "habis manis sepah dibuang".


Bangsa Yunani
bagi orang-orang Yunani, wanita adalah mahluk yang dapat dilecehkan dan diejek. Sampai-sampai mereka mengklaim kaum wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil perbuatan syaitan. Wanita juga disamakan dengan barang dagangan yang diperjualbelikan di pasar-pasar. Wanita boleh dirampas hak-haknya, tidak perlu diberi bagian harta pusaka, dan tidak boleh mempergunakan hartanya sendiri.
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan wanita dalam agama selain Islam dan pada masa sebelum kedatangan Islam, sangatlah rendah. Wanita dianggap sebagai mahluk yang hina, memalukan, tercela, dan alat pemuas nafsu belaka.

Wanita di mata agama Islam


Dalam Masalah Keagamaan
Bagaimanakah kedudukan wanita dalam agama Islam ?


"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. 33:35)

Allah SWT, melalui Al-Qur'an, menegaskan bahwa setiap laki-laki dan wanita yang mengamalkan prinsip-prinsip Islam akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan usaha mereka. Allah tidak memberikan pahala berdasarkan jenis kelamin, tetapi berdasarkan amal perbuatan manusia. Seorang lelaki bisa saja berkedudukan lebih rendah daripada seorang wanita di mata Allah karena ia banyak melakukan maksiat dan dosa.


Dalil Al-Qur'an di atas menjawab pertanyaan tentang kedudukan ruhaniah wanita. Jelas bahwa Islam menganggap kaum wanita sebagai mahluk yang mempunyai ruh yang dapat ikut merasakan nikmatnya surga. Ini adalah salah satu bentuk persamaan antara laki-laki dan wanita yang terdapat dalam Islam. Pelaksanaan rukun Islam sama wajibnya bagi setiap muslim dan muslimah dan tidak ada pembedaan dalam pemberian balasan bagi mereka. Jika dalam agama lain kaum wanitanya tidak boleh mempelajari kitab suci agamanya, maka dalam Islam, Allah SWT malah mencantumkan satu surat dalam Al-Qur'an yang banyak membicarakan hal-hal tentang wanita, yaitu surat An-Nisa. Dalam surat ini banyak diatur tentang hukum perkawinan, bagaimana seorang suami seharusnya mempergauli istrinya, hukum waris bagi wanita, peraturan hidup suami istri, bagaimana Islam melindungi hak milik laki-laki dan perempuan, dan lain-lain.

Dalam bidang pendidikan,


Islam memberikan kesempatan yang sama bagi kaum laki-laki dan wanita untuk belajar, mengajar, dan memahami ilmu pengetahuan. Salah satu tujuan mencari ilmu adalah agar manusia lebih meyakini adanya dan kekuasaan Allah SWT. Dengan memperhatikan ciptaan Allah SWT, manusia akan bertambah keimanannya terhadap Allah SWT. Islam tidak membedakan ilmu agama dan ilmu keduniaan karena semua ilmu itu dipelajari untuk memperlihatkan kekuasaan Allah SWT.
Allah menjanjikan derajat yang tinggi bagi manusia yang berilmu, seperti yang dinyatakan dalam terjemahan ayat berikut ini:


"Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)


Aisyah r.a., salah seorang istri Rasulullah saw., adalah salah satu contoh wanita yang terkenal akan kekuatan intelektual dan daya ingatnya yang tinggi. Kelebihannya ini menjadikannya salah satu sumber hadits yang terkenal. Lebih dari 1000 hadits diriwayatkan oleh Aisyah r.a. dan beliau menjadi salah seorang guru hadits yang terbesar.


Secara umum dalam Islam tidak ada hambatan atau larangan bagi wanita untuk menuntut ilmu, malah Islam menggalakkannya. Akan tetapi, kaum wanita harus tetap hati-hati agar dalam kebebasan menuntut ilmu, tidak melanggar ketentuan syar'I lainnya seperti pergaulan bebas antara laki-laki dan wanita yang bisa terjadi dalam sistem pendidikan yang mencampurbaurkan murid laki-laki dan wanita dalam satu kelas atau satu institusi pendidikan.


Singkatnya, setiap wanita muslim didorong untuk meneruskan kajiannya dalam berbagai aspek yang berguna kepada intelektualnya atau sebaagi latihan akademik dan pengembangan profesinya yang dapat digunakan di masyarakat.

Peran Wanita dalam Pernikahan dan Rumah Tangga


Pernikahan adalah salah satu fase kehidupan yang biasanya akan dilewati oleh setiap orang termasuk wanita. Apabila seorang gadis telah mencapai umur laik nikah, maka kewajiban orang tuanyalah untuk mencarikan dan memilihkan calon pendampingnya untuk kemudian merundingkannya kepada anak gadisnya. Diriwayatkan bahwa ada seorang gadis datang mengadu kepada Rasulullah saw., karena dinikahkan tanpa diminta persetujuannya. Lalu Rasulullah saw., bersabda, "gadis itu bebas memutuskan pernikahan itu jika ia suka."


Berdasarkan hadits tersebut jelas bahwa gadis-gadis muslimah berhak untuk memilih calon suami mereka. Akan tetapi pemilihan calon ini bukan berarti mereka boleh menjalin hubungan khusus atau berpacaran dengan seorang lelaki sebelum menikah seperti yang banyak terjadi pada pemuda pemudi sekarang ini.


Walaupun sang gadis boleh memilih sendiri calon suami mereka, pendapat orang tua masih dianggap penting dan jarang sekali pemuda dan gadis menikah tanpa restu orang tua mereka. Telah menjadi adat dalam masyarakat Islam menikahkan anak-anak dengan persetujuan ibu bapaknya. Sedangkan seorang wanita yang telah menjanda boleh menikah dengan lelaki pilihannya sendiri karena dianggap cukup matang dan berpengalaman untuk mengambil keputusan mengenai dirinya sendiri.
Salah syarat penting dalam pernikahan adalah adanya mahar yang telah disepakati bersama. Mahar dalam Islam tidak sama dengan "harga pengantin" di Afrika yang dibayar oleh pengantin laki-laki kepada bapak si gadis sebagai bayaran ganti rugi. Mahar dalam Islam ialah hadiah pengantin laki-laki kepada pengantin wanita yang kemudian menjadi hak mutlak pengantin wanita.


Dalam msayarakat Islam, laki-laki mempunyai tanggung jawab penuh secara agama dan moral untuk memelihara dan menafkahi keluarganya. Jika sang istri memperoleh hasil atas usahanya sendiri maka itu adalah hak istrinya. Jadi jika istri berbelanja atau menggunakannya dan menyumbangkan untuk keluarganya, maka itu adalah haknya. Sedangkan istri, dalam rumah tangga, bdertanggung jawab menjaga rumahnya serta memelihara kesejahteraan keluarganya. Ia boleh memberikan pendapat dan saran mengenai semua masalah, tetapi tugas yang paling baik adalah memelihara keutuhan pernikahan dengan menerima suaminya sebagai orang yang bertanggung jawab menjaga urusan keluarganya.


Walaupun kaum lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita, hubungan antara pria dan wanita dalam rumah tangga bukanlah seperti atasan dan bawahan tetapi hubungan yang saling membutuhkan dan bergantung seperti yang terdapat dalam ayat al-Qur'an berikut:


"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. Ar-Rum: 21)


Inilah ciri-ciri penting hubungan suami dan istri. Keduanya harus merasa tentram dan terikat bukan saja oleh hubungan biologis tetapi oleh perasaan cinta, kasih sayang, dan belas kasih. Termasuk saling memikul beban, hormat-menghormati, dan berkasih sayang.


Banyak hadits yang menggambarkan bagaimana Rasulullah saw., melayani istri-istrinya begitu juga sebaliknya.


Selain bertugas sebagai ratu rumah tangga, seorang muslimah juga mempunyai peranan yang penting sebagai seorang ibu. Tugas seorang ibu adalah sebuah tugas yang mulia dan sulit. Seorang ibu tidak hanya mengandung, menyusui, dan membesarkan anak-anaknya tetapi ia juga harus membentuk jiwa dan moral sang anak dan mempersiapkannya untuk menjadi seorang manusia yang siap terjun ke masyarakat. Oleh karena itu, seorang ibu harus membekali dirinya dengan ilmu-ilmu baik ilmu agama dan ilmu pengetahuan karena ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Allah SWT memberikan penghargaan yang teramat tinggi bagi bapak dan ibu seperti yang termaktub dalam ayat berikut ini:


"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (QS. Luqman: 14)


Seorang ibu muslim mempunyai harapan penuh mengenai kesejahteraan hidupnya, suatu hal yang dapat diharapkan dari anak-anaknya apabila ia sudah tua kelak. Seperti yang digambarkan oleh ayat Al-Qur'an di atas, berterima kasih kepada ibu bapak dikaitkan dengan berterima kasih kepada Allah SWT, dan apabila gagal dalam bertaubat berarti kegagalan dalam menunaikan tanggung jawab dalam Islam.


Dalam mengarungi biduk kehidupan berumah tangga, biasanya pasangan suami istri terhalang oleh riak-riak kecil yang jika dibiarkan dapat menjelma menjadi gelombang besar yang dapat memporak-porandakan rumah tangga. Jika suatu rumah tangga tidak bisa lagi dipertahankan dan perceraian merupakan satu-satunya solusi akhir, maka seorang suami dapat menjatuhkan talak kepada istri. Setelah jatuh talak mantan istri harus menunggu selama tiga kali haid. Dalam masa tersebut mantan suaminya harus bertanggung jawab memberi nafkah dan menjaga kesejahteraannya dan tidak boleh mengusir istrinya keluar dari rumahnya. Ini dimaksudkan, pertama untuk memastikan apakah mantan istrinya itu sedang mengandung atau tidak, dan yang keduA, adalah untuk menyejukkan keadaan, dan memberi kesempatan kepada sanak saudara dari kedua belah pihak untuk berusaha menentramkan suasana dan memperbaiki perselisihan antara suami istri. Jika perdamaian tercapai, maka mereka dapat meneruskan kembali pernikahan mereka dalam masa tersebut dan dengan demikian perceraian menjadi batal.


Undang-undang Islam tidak memaksakan pasangan yang tidak dapat hidup bersama tetapi peraturan-peraturan yang ada dapat menolong mereka untuk mengatasinya. Seandainya mereka tidak diizinkan Allah SWT untuk berbaikan kembali, maka tidak menghalangi pasangan itu untuk menikah dengan orang lain.

Wanita dan Hak Waris


Satu lagi hak wanita muslim yang merupakan bagian dari undang-undang Islam ialah hak menerima warisan harta peninggalan. Cara pembagian harta warisan telah dijelaskan dalam Al-Qur'an. Kaidah umumnya ialah wanita berhak mendapat separuh bagian dari hak laki-laki. Sepintas lalu undang-undang tersebut tampaknya tidak adil, namun harus diingat bahwa kaum pria berkewajiban menafkahi istri dan anak-anaknya, karena itu tanggung jawab mereka terhadap nafkah lebih berat dari kaum wanita. Sedangkan bagian milik wanita merupakan suatu pemberian yang cukup besar karena hanya untuk dirinya sendiri. Uang dan harta yang dimiliki wanita adalah miliknya dan wanita tidak mempunyai kewajiban untuk menafkahi keluarga.

Pakaian


Masalah hijab selalu dianggap sebagai bentuk pengekangan terhadap wanita. Padahal sebenarnya kaum muslimah boleh memakai jenis pakaian yang ia sukai bila ia berada bersama suami, orang tua, saudara-saudara kandungnya, dan sahabat-sahabat muslimahnya. Tetapi jika ia keluar rumah atau ada laki-laki lain selain suaminya dan mahromnya, hendaklah ia memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan tidak menampakkan auratnya yaitu yang menutup kepala sampai kaki kecuali wajah dan telapak tangan. Berbeda sekali dengan faham Barat yang sengaja memamerkan perhiasan tubuh yang mengusik pandangan laki-laki. Saat ini telah banyak jenis pakaian terbuka yang memamerkan aurat wanita. Barat berpendapat bahwa tujuan berpakaian ialah untuk menampakkan keindahan tubuh, sebaliknya Islam berpendapat tujuan berpakaian adalah melindungi tubuh, seperti yang ditegaskan dalam ayat berikut:


"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak wanita, dan istri-istri orang Mu'min; hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59)


Dari ayat di atas jelas bahwa perintah Allah SWT kepada kaum muslimah untuk memakai pakaian yang menutup auratnya bukanlah bertujuan untuk mengekang kebebasannya tetapi agar mereka lebih dikenal identitas keislamannya dan agar tidak diganggu. Jadi jelas bahwa perintah Allah tersebut bertujuan untuk melindungi kehormatan wanita. Tanggung jawab menjaga kesopanan ini tidak hanya terletak pada kaum wanita saja tetapi juga ditujukan kepada kaum pria seperti yang terdapat dalam terjemahan ayat berikut:


"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendak;ah menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 24)


Menjaga kesopanan ternyata tidak hanya diperintahkan kepada kaum wanita saja tetapi kaum pria juga diharuskan menahan pandangannya dari hal-hal yang tidak baik dan dapat membangkitkan syahwatnya sehingga mereka tidak terdorong untuk melakukan zina.


Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kita dapat melihat bagaimana kedudukan wanita dalam agama Islam. Dengan membandingkan keadaan wanita pada masa-masa sebelum kedatangan Islam dan pandangan agama-agama lain terhadap wanita, kita dapat menyimpulkan bagaimana Islam memuliakan dan melindungi wanita. Wanita tidak dianggap sebagai mahluk rendah yang tidak mempunyai ruh dan tercela yang dapat dihina, disiksa, dan dijadikan alat pemuas nafsu laki-laki. Tetapi wanita dianggap sebagai mahluk yang dapat menjadi manusia mulia yang berhak merasakan lezatnya surga atau manusia rendah berdasarkan ketakwaannya kepada Allah SWT. Allah SWT tidak membalas perbuatan seseorang berdasarkan jenis kelaminnya tetapi berdasarkan amal-amal perbuatannya.


Islam pun telah menerapkan persamaan hak antara kaum wanita dan pria. Setiap orang muslim berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi. Hasilnya banyak wanita muslimah yang berhasil menjadi dokter, guru, dosen, insinyur, dan lain-lain. Dalam rumah tangga wanita bukan menjadi pelayan atau budak suaminya tetapi wanita menjadi mitra laki-laki dan mempunyai peranan penting dalam menjaga dan memelihara keutuhan rumah tangganya. Bahkan seorang wanita akan menjadi ibu yang melahirkan dan membentuk sebuah generasi yang dapat menentukan sebuah masyarakat.

Sebenarnya masih banyak lagi hal-hal yang dapat menjabarkan keberadaan wanita dalam agama Islam . Tetapi mudah-mudahan tulisan ini dapat sedikit menjelaskan tentang bagaimana kedudukan wanita dalam Islam agar para wanita tidak lagi bertanya-tanya bagaimana wanita dalam kacamata Islam dan mempunyai prasangka buruk terhadap agama Islam, dan juga khususnya bagi para muslimah agar tidak mudah terpengaruh oleh hasutan-hasutan para musuh Islam yang senantiasa menggunakan isu-isu tentang wanita untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan kaum muslimah dari Al-Qur'an dan Hadits, juga senantiasa bersyukur karena terlahir menjadi seorang muslimah. Wallahu a'lam bish shawab

Sumber Acuan:
Wanita dan Keluarga dalam Pandangan Islam, B. Aisha Lemu dan Fatima Heeren Sarka, Bina Mitra Press, 1996.
Petunjuk Praktis Wanita Shalihah, Abdul Aziz as-Sarhan, diterjemahkan oleh Abdul Rasyad Shiddiq, Darul Falah, 1993
Nilai Wanita, K.H. Moenawar Khalil, CV. Ramadhani, 1987
Al-Qur'an dan Terjemahnya.

Nama itu Do’a


“Sesungguhnya, pada hari kiamat nanti, kalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu dan nama ayah-ayah kamu; maka buatlah nama yang baik bagi diri kamu. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu al Darda dengan sanad Hasan)  “Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.”(QS.Al Baqarah:11)

Menamai anak adalah cara kita memberikan citra awal tentang diri anak yang suatu saat kita berharap ia akan menjadi terjemahan bagi namanya. Dan karenanya, nama juga merupakan cara anak memahami tentang bagaimana orang lain atau lingkungan memahami dirinya. Ini berarti bahwa nama sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri anak.

Untuk meneguhkan identitas budaya dan keagamaan, Islam menganjurkan kita menggunakan nama Allah dengan menambah kata ‘abd (hamba) sebagai penegasan atas penghambaan kita kepadaNya. Dianjurkan juga menggunakan nama Nabi. Dengan mengikatkan nama dengan Allah, para Nabi dan makna lain yang mewakili fitrah manusia, anak akan selau terasosiasi dengan makna-makna kebenaran dan kebaikan yang akan menjadi dasar identifikasi kepribadiannya.

Bila kita mengacu pada nama orang besar misalnya sahabat, kita harus benar-benar yakin bahwa tidak akan ada kesenjangan antara harapan yang kita titipkan lewat nama dengan kemampuan bawaan anak itu sendiri, sehingga ia secara psikologis tidak terganggu. Selain itu, juga ada baiknya untuk tidak menggunakan nama orang-orang besar yang masih hidup. Sebab kita tidak tahu bagimana akhir hidup orang itu kelak. Sehingga nama orang besar yang ingin kita pakai sebagai nama bagi anak adalah nama mereka yang sudah meninggal dan menjadi milik sejarah.

Selain itu, Islam juga menganjurkan memberikan kun’yah (nama yang dikaitkan dengan Abu (ayah) atau Ummu (Ibu)). Misalmya Abu fulan atau Ummu fulan. Kun’yah ini diberikan kepada anak tanpa harus menunggu ia menikah dulu. Cara ini mengandung makna penghormatan kepada jatidiri anak, berfungsi mengembangkan kepribadian sosialnya, menciptakan nuansa keakraban dan persahabatan serta kesederajatan dan akhirnya mengajari anak bagaimana seharusnya bebahasa dengan orang dewasa. Kun’yah juga berguna untuk memberi penyadaran fungsi gender sejak dini.


Dikutip dari: Biar Kuncupnya Mekar Jadi Bunga, H.M.Anis Matta,Lc.



Istimewanya Wanita


ISTIMEWANYA WANITA
    
1.     Doa wanita lebih makbul daripada lelaki kerana sifat penyayang yang lebih kuat daripada lelaki. Ketika ditanya kepada Rasulullah S.A.W akan hal  tersebut,jawab baginda: "Ibu lebih penyayang daripada bapa dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia."
2.     Wanita yang solehah (baik) itu lebih baik daripada 1,000 orang lelaki yang  soleh.
3.      Barang siapa yang menggembirakan anak perempuannya,derajatnya seumpama orang yang sentiasa menangis karena takutkan Allah S.W.T dan orang yang takutkan Allah S.W.T akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
4.     Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedekah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan daripada anak lelaki.  Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan  anak Nabi Ismail A.S
5.     Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah S.A.W) di dalam syurga.
6.     Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam  pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa takwa serta  bertanggungjawab, maka baginya adalah syurga.  
7.      Daripada Aisyah r.a. "Barang siapa yang diuji dengan sesuatu daripada  anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan  menjadi penghalang baginya daripada api neraka.
8.      Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
9.     Apabila memanggil akan engkau dua orang ibu bapamu, maka jawablah panggilan  ibumu dahulu.
10.  Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana pintu yang dia kehendaki  dengan tidak dihisab.
11.  Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara,  malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama  mana dia taat kepada suaminya dan direkannya (serta menjaga sembahyang dan  puasanya).
12.   Aisyah r.a berkata "Aku bertanya kepada Rasulullah S.A.W,siapakah yang  lebih besar haknya terhadap wanita? Jawab baginda, "Suaminya." "Siapa pula  berhak terhadap lelaki?" Jawab Rasulullah S.A.W "Ibunya."
13.   Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa sebulan Ramadan, memelihara  kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang dia kehendaki.
14.     Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah S.W.T memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu daripada suaminya (10,000 tahun).
15.    Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka  beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah S.W.T mencatatkan baginya setiap  hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
16.     Apabila seseorang perempuan mulai sakit hendak bersalin, maka Allah S.W.T  mencatatkan baginya pahala orang yang berjihad pada jalan Allah S.W.T
17.   Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia daripada  dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
18.  Apabila telah lahir (anak) lalu disusui, maka bagi ibu itu setiap satu  tegukan daripada susunya diberi satu kebajikan.
19.     Apabila semalaman (ibu) tidak tidur dan memelihara anaknya yang sakit, maka Allah S.W.T memberinya pahala seperti memerdekakan 70 orang hamba dengan ikhlas  untuk membela agama Allah S.W.T
    
---------------------------------------------------------------------