Aristoteles
lahir di Stageria pada semenanjung Kalkidike di
Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322
SM dalam usia 63 tahun. Ayahnya yang bernama Mashaon adalah seorang dokter
istana pada raja Macedonia Amyntas II.Dari kecil, Aristoteles mendapat asuhan
dari ayahnya sendiri.Ia mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Oleh
karena itu, perhatiannya banyak tertumpah pada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu
biologi.Sampai berumur 18 tahun, pendidikan nya diperoleh dari ayahnya[1].
Tatkala
ayahnya meninggal , ia pergi ke Athena dan belajar pada Plato di Akademia. Dua
puluh tahun lamanya aristoteles menjadi murid Plato dan bergaul dengan dia. Ia
rajin membaca dan mengumpulkan buku-buku. Di rumahnya disusunnya suatu
bibliotik.Sebagai bibliotik yang pertama yang terdapat di Athena. Aristoteles
sangat gandrung kepala Plato, sehingga ia mendirikan perpustakaan filsafat
sendiri untuk menghormati gurunya. Oleh karena itu, rumah filosofi ini diberi nama
“ Rumah Pembaca”[2].
Selain
memperdalam filsafat kepada plato, Aritoteles memperluas pengetahuannya dalam
berbagau jurusan di luar Akademia. Pelajaran matematika yang diperolehnya di
Akademia, diperdalamnya pada guru-guru astronomi yang terkenal, yaitu Eudoxos
dan Kalippos. Bahkan, ia pidato yang tersohor pada waktu itu, Isokrates dan Dhemosthenes, berpengaruh besar atas
Aristoteles. Demosthenes seumur denga Aristoteles. Lahir dan meninggal pada
tahun yang sama. Dengan menuntut pelajaran selama itu, Aristoteles memperoleh
pengetahuan yang universal. Kecerdasannya yang luar biasa, yang menjadi
pembawaan dirinya, memudahkan ia menguasai sampai mendalam hamper segala ilmu
yang diketahui pada masanya.
Dengan
kecerdasannya yang luar biasa, ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada
masanya. Tatkalaia berumur 18 tahun, ia dikirim di Athena ke akademia plato. Di
kota itu, ia belajar pada plato. Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari
pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode
empiris.Pandangan filsafat Aristoteles berorientasi pada hal-hal yang konkret[3].
Bila
orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh
kebenaran, Aristoteles dalam Methaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai
kebenaran. Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah
pendapatnya yang mengatakan bahwa matter
dan form itu bersatu. Matter memberikan substanti sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap
objek terdiri atas matter dan form. Jadi, ia telah mengatasi dualisme
Plato yang memisahkan matter dan form; bagi Plato matter dan form berada
sendiri-sendiri. Ia juga berpendapat bahwa matter
itu potensial dan form itu aktualitas[4].
Ia
menjadi dikenal lebih luas karena pernah menjadi tutor ( guru) Alexander,
seorang diplomat ulung dan jenderal terkenal. Di Athena, ia mendirikan sekolah
yang bernama lyceum.sekolah itu
banyak menghasilkan penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan
prinsip-prinsip sains, tetapi juga politik, retorika, dan sebagainya. Namun ,
lama kelamaam, posisi Aristeles di Athena tidak aman, karena ia orang asing.
Lebih dari itu, ia diisukan sebagai penyebar pengaruh yang bersifat subversive
dan dituduh Atheis. Kemudian, akhirnya ia meninggalkan Athena dan pindah ke
Chalcis dan meninggal di sana pada tahun 322 SM[5].
Karya
luar biasa Aristoteles adalah filsafat etika, Negara, logika, metafisika, dan
lain-lainnya.Di dalam dunia filsafat, Aristoteles dinobatkan sebagai bpak
logika.Logikanya disebut tradisional yang mengantarkan terwujudnya logika
modern, seperti matematika.Logika tradisional disebut juga dengan logika
formal, yang oleh kaum santri pondokan disebut dengan Ilmu Manthiq[6].
Setelah
plato meninggal, Aristotelas meninggalkan Athena bersama-sama dengan
Xenokrates, kawannya belajar di Akademia. Waktu itu, ia telah berusia 38 tahun.
Setelah 20 tahun belajar di Athena, ia ingin berkeliling dunia untuk meluaskan
pandangannya. Xenokrates ikut serta, karena sebagai seorang murid plato yng
setia, ia mengira bahwa ialah yang akan mengantikan gurunya sebagai pemimpin
Akademia. Akan tetapi, pimpinan itu jatuh ke tangan Speusippus, kemenakan
plato, yang dalam pengetahuan dan kecerdasan sangat kurang daripada dia[7].
Aristoteles
dan Xenokrates berangkat ke sebuah kota kecil di pantai Asia Minor, kota
Atarneus, yang dikuasai oleh Hermeias, bekas murid plato di Akademia. Hermeias
mengundang mereka ke sana. Kedatangan mereka di sambut dengan gembira.Sebagai
penghargaaan kepada Aristoteles, Hermenias kemudian menikahkannya dengan anak
saudaranya yang perempuan, bernama Pythias.Namun, kedua filosof itu tidak lama
tinggal di Atarneus, hanya 3 tahun.Kota itu disebut oleh tentara kerajaan
Persia. Hermenias ditangkap, dibawa ke ibu kota Persia dan dibunuh. Aristoteles
dapat melarikan diri dengan istrinya ke daerah sekitarnya dank arena itu
terhindar dari bahaya maut. Di tempat ia menyingkirkan itu, ia menerima
undangan dari Raja Mecedonia Philippos
supaya datang ke ibu kota untuk mendidik anaknya Alexandras, yang baru berusia
13 tahun. Alexandrasitulah yang terkenal kemudian dengan nama Iskandar
Zulkarnain[8].
Aristoteles
menerima undangan itu selama kurang lebih7 tahun, ia menjadi guru Alexandras.
Ia pandai mendidik dan muridnya menyimpan yang baik tentangnyadalam hati yang
paling dalam. Setelah selesai pendidikan Alexandras, ia pergi ke kota tempat
lahirnya, Stageira, dan tinggal di situ beberapa tahun lamanya. Dalam suasana
yang tenang, ia dapat menyelesaikan buku-buku yang telah ditulisnya sejak ia
masih sekolah di Akademia.[9]
Setelah
Alexandras menjadi Raja Macedonia dan mengarahkan tentaranya pergi berperang
kea rah timur untuk menaklukan Persia da negeri-negeri lain, kembalilah
Aristoteles ke Athena. Waktu itu, ia sudah berumur 50 tahun. Athena yang
didapatinya sudah berlainan dari Athena yang ditinggalkannya 12 tahun
sebeumnya. Dahulu Athena kota merdeka, Negara-kota. Sekarang bagian dari negeri
greek yang jauh lebih luas, di bawah kekuasaan Kerajaan Macedonia. Tidak lama
sesudah ia sampai di sana, didirikannya suatu lingkungan sekolah dengan nama
lykeion, bertempat di sebelah pinggir kota, tidak jauh dari candi Lykeios. Aristoteles
memberikan dua macam pelajaran.Pelajaran yang diberikannya pada pagi hari
bersifat ilmiah dan diberikan kepada lingkungan kecil yang tujuannya
benar-benar menuntut ilmu.Pelajaran yang diberikannya pada malam hari berlaku
untuk umum. Di situ, ia tidak saja mengajarkan filsafat, tetapi juga
mengajarkan retorika[10].
Selama
dua belas tahun mengajar, Aristoteles mendapat bantuan dan perlindungan dari
Alexandras yang agung. Ia pun bersahabat baik dengan wakil pemerintah Macedonia
di Athena yang bernama Antipratos. Alexandras tewas dalam peperangan maka
timbullah gerakan anti- Macedonia di Athena. Permusuhan terhadap orang-orang
Macedonia tertuju juga kepada Aristoteles.Aristoteles dituduh telah menghina
dewa-dewa kepercayaan rakyat. Dikatakan bahwa ia memuja-muja sahabatnya,
Hermeias, yang sudah meninggal[11].
Aristoteles
teringat akan nasib Socrates. Untuk menghindarkan nasib serupa, ia mengambil
keputusan untuk meninggalkan Athena. Sebelum berangkat, ia menulis surat kepada
Antipatros bahwa ia akan pergi, karena ia tidak mau memberi alas an kepada
rakyat Athena untuk kedua kalinya berdosa kepada filsafat[12].
Aristoteles
bertolak ke kalkis, suatu tempat yang terletak di pulau Eubua. Disana, ia
mempunyai sebuah rumah yang terpelihara dengan baik dengan pekarangannya serta
tanah yang cukup luas yang di kerjakan oleh budak-budaknya. Di tempat itu, ia
ingin beristirahat pada hari tuanya, sambil menuliskan buah pikiranya. Akan
tetapi, belum juga setahun di situ, ia jatuh sakit. Penyakit perut yang membawa
maut. Pada tahun 322 SM Aristoteles menghembuskan nafasnya yang menghabiskan
dalam usia 63 tahun. Di antara buahtangannya yang terkumpul masih berupa
catatan kuliah. Jika lebih panjang umurnya,tentu semua itu dapat disiapkan
menjadi buku-buku yang besar nilainya, yang ditinggalkannya untuk generasi
berikutnya[13].
Semua
filsafat Aristoteles telah menorehkan sejarah yang berharga dengan pengarunya
yang sangat besar terhadap perkembangan pemikiran filosofis.Sampai abad ke-21
sekarang ini, tak seorang pun merasa bosan dengan filsafat Aristoteles, bahkan
menjadikannya sebagai berbagai landasan filosofis dalam berfikir.
Pemikiran Aristoteles
Aristoteles sependapat dengan
gurunya plato bahwa tujuan berakhir dari filsafat ialah pengetahuan tentang
adanya yang umum. Dia juga mempunyai keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya
hanya dapat dicapai dengan jalan pengertian.Bagaimana memikirkan Adanya itu?
Menurut Aristoteles, Adanya itu tidak dapat diketahui dari materi benda belaka.
Tidak pula dari pikiran semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat
Plato.Adanya itu teletak dalam barang-barang satu-satunya, selama barang itu
ditentukan oleh yang umum[14].
Pandangannya lebih realis dari pada
pandangan Plato, yang didasarkan pada yang abstrak.Ini akibat dari didikan pada
waktu kecil, yang menghadapkannya senantiasa pada kenyataan.Ia terlebih dahulu
memandang kepada yang konkret, yang nyata. Ia bermula dengan mengumpulkan
fakta-fakta. Fakta-fakta itu disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya
dalam suatu sistem. Kemudian, ditinjaunya persangkutpautan satu sama lain. Ia
ingin menyelidiki sebab-sebab yang
bekerja dalam keadaan yang nyata dan menjadi keterangannya. Pendapat ahli-ahli
filosofi yang terdahulu dari dia diperhatikannya dengan kritis dan
diperbandingkannya. Dan barulah dikemukakan pendapatnya sendiri dengan alasan
dan pertimbangan rasional. Cara ia
bekerja itu sudah serupa dengan mendahului cara kerja ilmiah zaman sekarang.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan, kalau Aristoteles mempelajari lebih dahulu
ilmu terapan dan ilmu pasti, bahkan ia menguasai ilmu yang sifatnya khas bagi
kaum ilmuwan spesialis. Baru sesudah itu, ia meningkat kebidang filsafat, untuk
memperoleh kesimpulan yang umum[15].
Menurut Aristoteles, alam ada untuk
selama-lamanya. Ini kelanjutan dari pendapatnya bahwa waktu tidak terhingga.
Bagian alam yang paling sempurna dijadikan Tuhan-penggerak pertama ialah langit, bulat bentuknya dan membuat
bintang-bintang beredar saling berpaut dan yang tersangkut padanya. Ada jiwa
yang mengemudikan jalan bintang-bintang itu.Di bawah langit itu terdapat
beberapa lingkungan yang berputar yang ditempati oleh matahari, planet-panet
dan bulan.Di tengah-tengah alam terletak bumi, bagian alam yang terleta di
tengah, tetapi yang paling kurang sempurna. Bumi berbentuk dari anasir yang
empat seperti yang dikemukakan oleh Empedokles : api, udara, air dan tanah.
Anasir-anasir itu adalah pemangku sifat-sifat yang bertentangan : berat dan
ringan, panas dan dingin, kering dan basah. Makin ke bumi makin berat, makin ke
langit makin ringan.Anasir yang empat itu termasuk ke dalam lingkungan bumi,
sedangkan ruang alam yang luas itu diisi oleh eter.Dari eter itu pulalah
terjadi bintang-bintang dan lingkungan yang mengendalikan paredarannya[16].
Aristoteles mengembangkan ajaran
filsafat tentang etika.Etik Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etik
Socrates dan Plato. Tujuannya mencapai eudaemonie, kebahagiaan sebagai “ barang
yang tertinggi ‘ dalam kehidupan. Akan tetapi ia memahaminya secara realistik
dan sederhana. Ia tidak bertanya tentang budi dan berlakunya, seperti yang
dikemukakan Socrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan tentang idea yang kekal
dan tidak berubah-ubah, tentang idea kebaikan, seperti yang ditegaskan oleh
Plato. Ia menuju kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan
genderny, derajatnya kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan hidup, katanya,
tidaklah mencapai kebaikan, untuk kebaikan, melainkan merasa kebahagiaan.Untuk
seorang dokter, kesehatanlah yang baik, bagi seorang pejuang, kemenanganlah
yang terbaik, dan bagi seorang pengusaha, kemakmuranlah yang terbaik.Yang
menjadi ukuran ialah gunanya yang praktis.Tujuan kita bukan mengetahui,
melainkan berbuat. Bukan untuk mengetahui apa budi itu, melainkan supaya kita
menjadi orang yang berbudi[17].
Suatu
pendapat, suatu pertimbangan, mungkin besar atau salah.Hanya dengan
pertimbangan, tercapai pengetahuan ilmiah.Pertimbangan itu selalu memuat dua
hal.Tiap-tiap pertimbangan menunjukkan perhubungan atau pemisahan du
pengertian.Artinya, tiap pertimbangan menyebutkan bahwa suatu sifat ada pada
suatu barang atau tidak. Misalnya, air itu panas atau air itu tidak dingin.
Yang pertama disebut pernyataan yang positif, yang kedua pertanyaan yang
negative.Tiap-tiap pertimbangan menyatakan suatu pendapat.Pendapat itu, apabil
benar, bertepatan dengan keadaan yang nyata.Aristoteles membagi logika dalam
tiga bagian, yaitu mempertimbangan, menari kesimpulan, dan membuktikan atau
menerangkan[18].
Aristoteles
berpegang pada filsafat Socrates yang mengatakan bahwa buah pikiran yang
dikeluarkan itu adalah gambaran dari keadaan yang objektif. Menarik kesimpulan
atas apa yang satu dari yang lain dapat dilakukan dengan dua jalan[19].
Pertama, dengan jalan silogistik.Jalan ini disebut juga apodiktik atau lebih
terkenal sekarang, deduksi. Jalan kedua jalan epagogi atau lebih terkenal
dengan nama induksi. Induksi bekerja dengan cara menarik kesimpulan tentang
yang umum dari pengetahuan yang diperoleh dalam pengalaman tentang hal-hal yang
individuali.
Kesimpulan
induktif yang diperoleh lebih meyakinkan dan jelas karena ia dicapai hal-hal
yang diketahui dan dari pengalaman dan penglihatan. Akan tetapai, keterangan
ilmiah yang tepat didapat dengan jalan silogistik, dari dasar-dasar pokok.Dari
aksioma, yaitu dalil yang harus diterima sebagai suatu kebenaran.
Menurut
Aristoteles, realitas yang objektif tidak saja tertangkap dengan pengertian,
tetapi juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tinggi.
Dasar itu ada tiga[20].Pertama,
semua yang benar harus sesuai dengan adanya sendiri.Tidak mungkin ada kebenaran
kalau di dalamnya ada pertentangan.Ini terkenal sebagai hukum identika.Kedua,
dari dua pertanyaan tentang sesuatu, jika yang satu membenarkan dan yang lain
menyalahkan, hanya satu yang benar.Ini disebut hukum penyangkalan
(kontradikta).Inilah menurut Aristoteles yang terpenting dari segala
prinsip.Yang ketiga, antara dua pernyataan yang bertentangan mengiyakan dan
meniadakan, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga.Dasar ini disebut hukum
penyingkiran yang ketiga.
Aristoteles
yang dikenal dengan “Bapak Logika” telah memperkenalkan cara berfikir
silogisme. Sebagai inti ajaran logika yang menarik kesimpulan dengan suatu
pendekatan deduktif dan induktif.
Aristoteles
sebagai “Bapak Logika” telah membuktikan salh satu metode filsafat dalam
mengali kebenaran melalui rangkain premis-premis dan penyimpulan.Namun, metode
silogisme Aristoteles mengalami masa surut, sebab metode itu hanya mampu
meyakinkan kebenaran suatu pernyataa, tetapi tidak menyusun atau menimbulkan
kebenaran baru.Metode itu hanya digunakan untuk membuktikan bahwa sesuatu itu
benar, namun tidak menetapakan bahwa pernyataaan itu benar.Metode tersebut
hanya berlaku untuk penyimpulan deduksi dan tidak untuk induksi.Hanya
menerapkan hukum-hukum yang brsifat universal yang ditarik dari penyimpulan
hal-hal khusus. Metode yang dikembangkan Aristoteles dipandang tidak ilmiah,
terutama setelah munculnya Francis Bacon, yang menulis buku Novum Organum
(Organon Baru) dengan maksud mengritik logika Aristiteles yang dianggapnya
kekurangan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang berguna untuk menetapkan
hukum penalaran yang ilmiah[21].
Karya-karya Aritoteles
Karya-karya Aristoteles ada 36
buah, terbgi dalam empat bagian, yaitu: logika, fisika, metafisika, dan etika[22].
1).
Buku-buku logika
a.
Categoriae
b.
Interpretatione
c.
Analytica Priora
d.
Analytica Postetiora
e.
topica
f.
Sophistis
Keenam buku di atas di kalangan
Yunani, terkenal dengan namaorganon,
yang berarti alat, karena buku ini merupakan alat yang diperlukan dalm
pembahasan dan dipakai untuk setiap ilmu. Buku ini berisi aturan-aturan
berfikir yang menjamin kebenaran-kebenaran persoalan yang dibicarakan.Di
samping itu, masih ada dua buku lagi yang oleh kaum muslimin digolongkan ke
dalam buku logika, yaitu buku Rhetorica
(pidato) dan Poetica (Syair). Buku
pertama diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein, kemudian diberi ulasan dan
pengantar oleh Al-Farabi. Buku kedua juga diterjemahkan oleh Ishak bin Hunein[23].
2). Buku-buku
Fisika
a.
De Caelo (langit)
b.
Animalium (Hewan)
c.
Anima (jiwa)
3). Buku
Etika
4). Buku
metafisika
Daftar
Pustaka
Syadali Ahmad
dan Mudzakir,2004.Filsafat umum,
Bandung : Pustaka Setia
Atang
Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, 2008.Filsafat
Umum,Bandung: Pustaka Setia
Mohammad
Hatta,1986, Alam Pikiran yunani,Jakarta:Tintamas.
Sumarjono
, 1993. Hermeneutik,
Yogyakarta:Kanisius.
[1]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum,(Bandung
: Pustaka Setia,2008) hal. 215
[2]
Muhammad hatta, Alam pikiran Yunani,
(Jakarta : tintamas, 1986) hal 15
[3]
Ahmad Syadali, Filsafat umum,(Bandung : Pustaka Setia, 2004) hal 73
[4]
Ibid, hal 73
[5]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum,
(Bandung : Pustaka Setia,2008) hal. 216
[6]
Ibid, hal 216
[7]
Ibid, hal 220
[8]
Ibid, hal 220
[9]
Ibid,hal 220
[10]
Ibid, hal 220
[11]
Ibid, hal 221
[12]
Idib, hal 221
[13]Ibid,
hal 221
[14]
Ibid, hal 222
[15]
Ibid, hal 222
[16]
Muhammad hatta, Alam pikiran Yunani,
(Jakarta : tintamas, 1986) hal 131
[17]
Ibid, hal 133
[18]Atang
Abdul Hakim, Filsafat Umum, (Bandung
: Pustaka Setia,2008) hal.225
[19]Ahmad
Syadali, Filsafat umum,(Bandung : Pustaka Setia, 2004) hal 23
[20]Atang
Abdul Hakim, Filsafat Umum, (Bandung
: Pustaka Setia,2008) hal. 226
[21]E.
Sumarjono, Hermeneutik, (Yogyakarta : Kanisius,1993)hal, 17
[22]
Atang Abdul Hakim, Filsafat Umum,
(Bandung : Pustaka Setia,2008) hal. 217
[23]Ahmad
Syadali, Filsafat umum,(Bandung : Pustaka Setia, 2004) hal 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar